Bisnis Air Minum Kemasan Diramal Tumbuh 9 Persen

Konsumsi Meningkat

Senin, 20 November 2017, 09:12 WIB
Bisnis Air Minum Kemasan Diramal Tumbuh 9 Persen
Foto/Net
rmol news logo Pengusaha meramalkan bisnis air minum dalam ke­masan (AMDK) akan tumbuh 9 persen pada tahun ini. Ini seiring dengan terus meningkatkan konsumsi masyarakat.

Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Rachmat Hidayat mengatakan, target tersebut cuma meningkat 1 persen jika dibandingkan pertumbuhan tahun lalu sebesar 8 persen. Namun, di tengah kon­disi penurunan daya beli saat ini, peningkatan tersebut disyukuri pelaku usaha.

"Kita bersyukur sudah mulai tumbuh, diprediksikan bisa tum­buh sampai 9 persen. Mudah-mudahan," ungkapnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia menyebut, meningkatkan permintaan air minuman da­lam kemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan penduduk dan pendapatan masyarakat.

"Yang jelas semuanya itu sangat memicu pertumbuhan bisnis," katanya.

Selain itu, faktor kepercayaan terhadap industri air minum ke­masan juga merangsang minat masyarakat untuk mengkon­sumsinya. Saat ini, konsumen air minum dalam kemasan adalah rumah tangga, perkantoran, restoran, dan perhotelan. "Peningkatan dari macam-macam, tapi masih kalah dibandingkan penjualan untuk rumah tangga atau individu yang sangat besar kontribusinya," ucap dia.

Menurut dia, daya beli juga sudah mulai membaik. Hal ini terlihat dari catatan kinerja kuar­tal III yang terdapat peningkatan permintaan. Pada tahun lalu, ada 25 miliar liter air minum dalam kemasan yang berhasil dipasarkan. "Untuk tahun ini kalau target tercapai bisa sampai 27 miliar liter, mudah-mudahan segitu ya," ucapnya.

Dia mengakui, adanya penu­tupan berbagai ritel karena daya beli turut memukul industri air minum kemasan. Apalagi ritel merupakan tempat strategis di­mana produk beragam merek air kemasan dipasarkan.

"Penurunan daya beli juga pengaruh ke kita, sempat kan kita stagnan tidak tumbuh dalam beberapa waktu," ungkapnya.

Dia mengatakan perusa­haan air minum dalam ke­masan sangat tergantung pada infrastruktur. Apalagi transpor­tasi yang digunakan kebanyakan adalah kendaraan logistik yang mengangkut air dari pabrik ke konsumen.

"Infrastruktur bisa menjadi tenaga pendorong tambahan. Kita berharap dampak ke kita jadi lebih efisien," tuturnya.

Pertumbuhan bisnis air minum dalam kemasan akan makin moncer pada tahun depan jika tidak ada atiran yang mengham­bat. Apalagi, pada tahun depan daya beli akan lebih baik.

Namun masih ada yang menjadi momok bagi pengu­saha, yaitu Rancangan Undang- Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA). Dia meminta pemerintah dan DPR mengkaji lagi isi draf tersebut karena banyak kekeli­ruan yang mengancam pelaku usaha air minum kemasan.

"Nah ini jadi fokus, kita mencermati RUU SDA dan da­lam draf itu antara air kemasan dengan air pipa akan disamakan bagi kami ini adalah kekeliruan yang sangat fatal," terangnya.

Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, persaingan industri air minum dalam ke­masan di Indonesia relatif sehat karena ada lebih dari 700 pro­dusen dengan berbagai merek yang bersaing secara sehat untuk memperebutkan ceruk pasar AMDK yang masih sangat luas. "Tingkat persaingan cukup tinggi, namun hambatan usahanya tergolong rendah," ungkap Faisal. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA