Picu Perceraian, Istri Pelototi Harta Suami

Sisi Lain Tax Amnesty

Jumat, 07 Oktober 2016, 08:05 WIB
Picu Perceraian, Istri Pelototi Harta Suami
Foto/Net
rmol news logo Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi masih gencar menyosialisasikan program tax amnesty. Hanya saja, di periode ke dua ini, materi yang disampaikan Pak Ken tak lagi bikin kening berkerut seperti di awal-awal periode pertama. Keberhasilan tax amnesty di periode pertama sepertinya membawa perubahan pada gaya Pak Ken.

Kali ini, dia menyampaikan materi dengan lebih santai malah diselingi guyonan. Kemarin misalnya, saat dia mengugkap sisi lain dari program amnesti pajak. Kata dia, ternyata program ini memicu banyak perceraian karena si istri sadar bahwa suaminya banyak memiliki harta dan "simpanan".

Kemarin, sosialisasi disampaikan Ken kepada Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Hotel Bidakara, Jakarta. Apa yang disampaikan? Materinya masih serius, tapi dengan guyonan di sana sini. Misalnya, saat dia mengungkap keberhasilan program tax amenesty di periode pertama. Kata dia, keberhasilan itu berkat gotong royong.

Semua lapisan masyarakat mendukung program ini dengan berpartisipasi. Tak hanya pengusaha tajir, "Tukang sayur depan rumah saya juga ikutan. Bayar (tebusan) 20 ribu," kata Ken yang disambut tawa hadirin.

Kata dia, program ini tak hanya mendatangkan dana segar, besar dari para pengusaha. Tapi yang juga penting adalah tumbuhnya kesadaran membayar pajak di masyarakat bawah. Yang dulu malas, kini rajin dan antusias berpartisipasi. Karena itu ada banyak peserta yang hanya membayar uang tebusan Rp 5 ribu-10 ribu. Meski yang ratusan miliar hingga triliunan pun banyak juga.

Nah, lanjut Ken, di balik keberhasilan tax amnesty periode pertama itu ternyata ada cerita lain. Kata dia, program ini memicu banyak perceraian. Bagaimana bisa? Ken kemudian menceritakan saat ada perempuan yang menelponnya. Si perempuan ini ternyata ingin mengetahui data laporan tax amnesty yang dilaporkan suaminya. Dia curiga, si suami selama ini ngumpetin hartanya.

"Suami saya melaporkan harta rumahnya banyak, tapi yang dilaporkan ke saya beda," kata Ken, mengutip si perempuan. Hadirin yang mendengarkan senyum-senyum sebagian lagi mesam-mesem.

Si perempuan itu lalu minta kepada Ken agar bisa mengintip harta suaminya. Namun karena data wajib pajak bersifat rahasia, Ken tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Singkat cerita, Ken mengetahui suami istri tersebut kemudian bercerai. Penyebabnya, si istri curiga ada banyak "simpanan" yang dimiliki suaminya.

"Akhirnya mereka berantem dan bilang Pak saya sudah cerai ternyata suami saya banyak simpanannya. Ya benar saja karena itu kan hartanya dideklarasi," kata Ken memplesetkan "simpanan" diikuti hadirin yang tertawa.

Karena itu, lanjut Ken, di akhir-akhir periode pertama banyak asosiasi himpunan wanita melakukan sosialisasi tax amnesty. Hal itu dilakukan untuk mengetahui "simpanan" suaminya.

Hadirin kembali tertawa. Ken menambahkan, kesimpulan progam ini memicu perceraian juga terbukti dari nominal pajak dari bea materai yang melonjak. "Kan kalau cerai pakai materai," kelakar Ken.

Yang serius, ada juga. Dia mengatakan program tax amnesty sudah mulai menggoyang keuangan perbankan Singapura. Sebab, dari total dana warga negara Indonesia (WNI) yang pulang ke Tanah Air sebesar Rp 37 triliun, lebih dari separuhnya berasal dari Negeri Singa tersebut.

Jika WNI memulangkan seluruh hartanya ke Indonesia, Ken menduga perbankan Singapura bakal kelabakan. "Kalau likuiditas (perbankan) ditarik ke sini, goyang juga mereka. Dan benar saja," kata Ken.

Dia merinci, dari total Rp 137 triliun dana repatriasi terkait program tax amnesty, sebanyak 57,7 persen berasal dari negeri Merlion itu.

Ke depan, Ken berharap minat repatriasi bakal makin besar. Apalagi, sejauh ini baru dua persen dari total 20 juta wajib pajak yang mengikuti program tax amnesty.

Keyakinannya didasarkan pada program ini yang dinilai apik. Dia mengistilahkan program tax amnesty sebagai 'barang bagus harga murah'. Sebab, dosa pajak bisa dihapus seluruhnya hanya dengan tarif tebusan yang rendah.

Ken melanjutkan periode pertama masih didominasi wajib pajak baru. Namun belum sukses menjaring wajib pajak lama. "Angkanya hanya 2 persen, artinya masih ada 98 persen yang belum ikut," kata dia.

Menurutnya tingkat kepesertaan dari wajib pajak ini masih rendah. Namun, dia menjelaskan alasan kenapa banyak wajib pajak lama tak mengikuti tax amnesty. Dia hanya mengatakan Direktorat Jenderal Pajak akan tetap berusaha menjaring semua wajib pajak lama untuk ikut program ini.

"Pokoknya kami mau kejar semuanya, kalau bisa yang 98 itu," ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA