Rekonstruksi melibatkan dua pelaku kembar berinisial RI dan RU (16), yang kini berstatus sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Kegiatan tersebut turut disaksikan pihak Kejaksaan Negeri Gunung Sugih dan LPA Kabupaten Lampung Tengah.
Sebanyak 37 adegan diperagakan, menggambarkan kronologi kejadian secara utuh—mulai dari pertemuan awal, pemukulan, hingga korban dijerat dan dibuang ke saluran irigasi di Kampung Sidomulyo, Kecamatan Punggur.
Mewakili Kapolres AKBP Alsyahendra, Kasi Humas Iptu Tohid Suharsono menjelaskan bahwa rekonstruksi ini bertujuan memperkuat alat bukti serta mengonfirmasi peran masing-masing pelaku.
“Total ada 37 adegan yang diperagakan, dan adegan krusial terjadi pada adegan ke-18, 20, dan 31,” ujar Iptu Tohid.
Pada adegan ke-18, RU mencekik korban yang sudah terjatuh, sementara RI memegangi kaki korban. Di adegan ke-20, RU menjerat leher korban dengan tali tambang, disusul adegan ke-31, saat jasad korban dibuang ke saluran irigasi.
Korban diketahui merupakan santri asal Kabupaten Lampung Barat yang menimba ilmu di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Punggur.
Korban dianiaya hingga tewas oleh dua pelaku yang masih berstatus pelajar di sekolah swasta setempat. Motif pembunuhan dipicu persoalan sepele, yakni sandal pelaku yang diambil korban dan tak kunjung dikembalikan.
Jasad korban ditemukan warga pada Sabtu 26 April 2025, sekitar pukul 10.15 WIB. Polisi kemudian menangkap kedua pelaku pada 14 Mei 2025 di kediaman mereka di Kecamatan Punggur.
Keduanya dijerat dengan Pasal 80 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Rekonstruksi ini bentuk komitmen kami untuk menegakkan hukum secara profesional dan transparan kepada publik,” kata Iptu Tohid dikutip dari
RMOLLampung.
BERITA TERKAIT: