Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hasil Gelar Perkara, Bareskrim Hentikan Kasus Perusahaan Properti

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Selasa, 12 Juli 2022, 22:39 WIB
Hasil Gelar Perkara, Bareskrim Hentikan Kasus Perusahaan Properti
Tim kuasa hukum dari PT MPIP dan PT MPIS/Net
rmol news logo Gelar perkara khusus atas tiga Laporan Polisi (LP) dengan jumlah korban pelapor 28 orang yang diduga dilakukan PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) dan PT Mahkota Properti Indo Senayan (MPIS), merupakan peristiwa perdata sehingga kasusnya tidak bisa dilanjutkan dan harus dihentikan, karena sudah menempuh keperdataan melalui putusan Homologasi No. 76/PD.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jkt.Pst.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan tim kuasa hukum dari PT MPIP dan PT MPIS, Adek Erfil Manurung, Surya Simbolon dan Hilmi F Ali kepada wartawan di Bareskrim Polri, Selasa (12/7).

Penjelelasan Adek Manurung disampaikan usai mengikuti gelar perkara khusus di Biro Wassidik, Bareskrim Polri yang dihadiri oleh pelapor, yakni Ronny Sumenep, Verawaty Sanjaya dan Maria Jene beserta kuasa hukumnya, Alvin Lim dan tim.

Acara gelar perkara khusus ini juga mengahadirkan ahli bisnis pasar modal dan pidana, Ekawaty Kristianingsih. Adapun dari Kepolisian dihadiri oleh perwakilan dari Itwasum, Bidkum, Propam, tim Penyidik Mabes Polri dan tim Penyidik Subdit Fismondev Polda Metro Jaya.

Adek Manurung menyebut saat gelar perkara tersebut, terungkap adanya keinginan dari salah satu pelapor, yakni Maria Jene yang memilih opsi untuk dilakukannya pembayaran berdasarkan putusan Homologasi.

Namun, dua pelapor lainnya, yakni Verawaty Sanjaya dan Ronny Sumenep yang merupakan pasangan suami istri, lebih memilih dilakukannya proses hukum pidana.

"Pasangan suami istri ini menginginkan Pak Raja Sapta Oktohari untuk dipenjara ketimbang uangnya kembali," kata Adek.

Padahal, lanjut Adek, fakta pada saat dilakukannya gelar tersebut, Raja Sapta Oktohari tidak mengenal keduanya.

"Bagaimana mungkin Pak Okto menawarkan kepada keduanya, hal ini membuktikan mereka ini ingin mengkriminalisasi dan mencemarkan nama baik Pak Okto," ujar Adek Manurung.

Adek melanjutkan bahwa hingga saat ini PT MPIP dan PT MPIS telah melaksanakan sebanyak 20 persen dari total tagihan kreditur yang ada dari keputusan Homologasi yang berakhir di tahun 2026.

"Saya tidak melihat adanya keinginan (Verawaty dan Ronny) untuk dibayar. Mereka bukan niat baik, tapi ada niat buruk terhadap klien saya," tegas Adek Manurung.

Adek bahkan merasa Verawaty dan Ronny bermain-main dan tidak ada itikad baik menyelesaikan masalahnya. "Awalnya keduanya mau berdamai. Ketika ditawarkan penawaran berupa pergudangan di daerah Banten sesuai dengan total tagihan senilai Rp18 miiar, tetapi kedunya menolak. Alasannya sertifikatnya bodong," ujar Adek Manurung.

Sambil memperlihatkan bukti sertifikat asli kepada wartawan, Adek Manurung dengan spontan melontarkan, "Siapa sebenarnya yang tidak baik itu, Verawaty dan Ronny atau klien saya?"

"Mana yang dibilang sertifikat bodong? Ini buktinya," lanjut Adek Manurung.

Kuasa hukum PT MPIP dan PT MPIS lainnya, Hilmy F Ali, menjelaskan terkait gelar perkara tersebut bahwa, PT MPIP dan PT MPIS tidak menghimpun dana sehingga tidak memerlukan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dikarenakan PT MPIP dan PT MPIS menjual produk, yakni MTN dan revo saham yang diikat oleh perjanjian. Bukan menghimpun dana dari masyarakat, jadi peristiwa tersebut adalah peristiwa perdara antara debitur dan kreditur," terang Hilmy.rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA