Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, wacana penundaan Pemilu adalah ide melakukan kudeta konstitusi. Sebab, konstitusi telah melarang Presiden melampaui dua periode.
Menurut CEO Narasi Institute ini, pernyataan Jokowi normatif dan memberikan sinyal agar pembantunya untuk terus menyuarakan ide presiden tiga periode dan menunda Pemilu. Padahal, sebagai kepala negara Jokowi seharusnya menghentikan.
"Normatifnya menanggapi respons tersebut, ini menjadi sinyalemen ada keinginan Jokowi untuk menjabat menjadi 3 (tiga) periode," demikian kata Nur Hidayat, Minggu (6/3).
Lebih lanjut, Nur Hidayat menganalisa, biasnya pernyataan Jokowi membuat publik bertanya apakah akan seperti pernyataan-pernyataan hal lainnya yang berubah-ubah.
Nur Hidayat menyebutken beberap contoh pernyataan inkonsisten, mulai tidak akan menambah utang luar negeri dan proyek kereta cepat yang tidak didanai oleh APBN yang belakangan akhirnya mengizinkan menggunakan anggaran negara.
"Berdasarkan fakta tersebut wajar bila publik skeptis dengan pernyataan Presiden Jokowi akan komit, tunduk dan taat pada 2 periode sementara pembantu presiden dibiarkan terus melakukan manuver untuk melawan konstitusi," terang Nur Hidayat.
Saat menjawab menguatnya wacana penundaan Pemilu, Jokowi mengaku akan taat dan patuh pada konstitusi.
Meski demikian, sikapnya berbeda dengan tahun 2019 silam, yang tegas menolak. Jokowi kali ini menyebutkan bahwa pendapat tentang penundaan Pemilu tidak bisa dilarang.
Kata Jokowi, sebagai negara yang menganut paham demokrasi, siapapun boleh berpendapat, termasuk tentang wacana penundaan Pemilu.
BERITA TERKAIT: