Salah satu inisiator permohonan judicial riview, Achmad Nur Hidayat, mengatakan permohonan diajukan terhadap dua aspek sekaligus, yaitu uji formil dan uji materil.
“Para Pemohon melihat bahwa UU No 3/2022 bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 baik dari sisi Pembentukannya maupun Materi muatannya. Dalam pengujian formil, para pemohon melihat pembentukan UU No 3/2022 memiliki cacat formil yang bersifat serius karena berimplikasi pada inkonstitusionalitas UU IKN dari sisi pembentukannya,†kata Achmad dalam keterangan tertulis, Selasa (1/3).
Sementara itu, tim advokat judicial riview Prof Syaiful Bakhri menambahkan bahwa tim advokasi memiliki alasan formil kuat serupa dengan gugatan UU Omnibuslaw Cipta Kerja.
“Berkaca pada Putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Cipta Kerja yang untuk pertama kalinya mengabulkan permohonan uji formil, Pengujian atas UU IKN juga mendalilkan aspek formil ini dengan argumentasi yang kuat, termasuk merujuk kepada beberapa pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020,†ujar Guru Besar Hukum UMJ itu.
“Adapun aspek materi muatan yang akan diuji lewat permohonan ini terkait dengan format Otorita sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus penyelenggara Ibu Kota Negara bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18A ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945,†tandasnya menekankan.
Dalam UU IKN, keberadaan otorita mengandung ketidakjelasan/dualisme karena disatu sisi disebut sebagai pemerintahan daerah khusus namun disisi yang lain otorita merupakan lembaga setingkat Menteri.
“Dualisme ini jelas menimbulkan kerancuan konsep otorita itu sendiri, dan karenanya sangat beralasan untuk diuji konstitusionalitasnya, khususnya terhadap norma pemerintahan daerah dalam UUD 1945,†jelas Syaiful.
Prof Syaiful juga mengatakan bahwa di samping alasan konstitusionalitas di atas, aspek lain yang juga turut mendasari permohonan ini adalah tentang waktu pemindahan Ibu Kota Negara dalam UU IKN.
BERITA TERKAIT: