Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Science dan Filsafat Bersahabat

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Senin, 22 November 2021, 19:45 WIB
<i>Science</i> dan Filsafat Bersahabat
Jaya Suprana/Ist
SERIAL video maupun naskah opini Ketua Umum Satu Pena, Denny JA melanjutkan pengabdian Nasir Tamara seperti biasa selalu seru menampilkan peristiwa peradaban yang menarik disimak.

Polemik


Kali ini yang ditampilkan sang tokoh serba bisa adalah kemelut polemik antara kaum pendukung science dengan kaum pendukung filsafat. Polemik itu diawali dengan pernyataan kaum pro science memetik pernyataan sang mahascientist Stephen Hawkings bahwa filsafat sudah mati mirip pernyataan Friedrich Nietzsche bahwa Tuhan sudah mati atau klaim Karl Marx bahwa agama adalah opium manusia.

Para die hard pendukung science meyakini bahwa Stephen Hawking memang tega menyatakan filsafat sudah mati. Stephen Hawking menganggap para filosof tidak lagi mampu mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir.

Penjelasan lebih kredibel soal alam semesta kini tergantung dari ilmuwan yang didukung oleh dana dari pemerintah atau perusahaan multi-nasional.

Sementara dari kubu para filosof tentu saja menampik segenap tudingan para antipatisan filsafat dengan segala cara tanpa peduli haram atau halal.
Sokrates

Menarik adalah fakta sejarah sejak dahulu berkisah tentang sejak para filosof memang selalu dimusuhi oleh mereka yang merasa terancam oleh pemikiran mereka yang disebut sebagai filosof.

Contoh klasik adalah Sokrates yang bukan cuma dianggap mati namun malah benar-benar nyata sengaja dihukum mati dengan memaksa Sokrates minum racun yang konon diramu oleh penguasa Athena.

Para penguasa gereja juga kerap alergi terhadap para filosof yang dianggap membahayakan kewibawaan dogma agama. Maka melecehkan filsafat sama sekali bukan perilaku modern sebab sejak dahulu kala sudah dilakukan oleh manusia.

Ojo Dumeh

Saya sama sekali bukan filosof namun sekadar sesosok insan manusia yang sedang berupaya belajar berpikir.

Mahaguru utama berpikir saya adalah ayah dan ibu saya yang mewariskan kearifan leluhur Jawa terutama ojo dumeh yang keadiluhurannya bersifat vertikal. Sekaligus horisontal mau pun diagonal sekaligus sentrifugal bahkan metaversal itu.

Menyadari kedangkalan daya pikir saya maka saya tidak berani melibatkan diri ke dalam kemelut polemik antara kubu pendukung science melawan kubu pendukung filsafat itu.

Berbekal ojo dumeh saya hanya memberanikan diri mengingatkan para pihak yang sedang asyik berseteru bahwa pada hakikatnya mubazir membenturkan science dengan filsafat.
Baik science mau pun filsafat sama-sama merupakan karsa dan karya pemikiran manusia hanya beda dalam hal arah dan sasaran pemikiran saja.

Sukma science lebih cenderung das Sein sementara sukma filsafat lebih cenderung das Sollen. Namun sebagai sama-sama sekedar hasil pemikiran manusia yang mustahil sempurna sebaiknya science dan filsafat jangan saling melecehkan akibat masing-masing mustahil sempurna.

Sinergi

Selaras dengan makna adiluhur di dalam ojo dumeh maka sebaiknya baik science mau pun filsafat jangan satu sama lain saling bersikap takabur dan jumawa merasa diri lebih unggul.

Ketimbang menjadi suatu antienergi saling berbenturan adalah lebih baik bahkan lebih indah apabila science dan filsafat menjadi sinergi saling mengisi, saling mendukung, saling melengkapi.

Science dan filsafat bersatu-padu menjadi suatu perpaduan energi peradaban siap didayagunakan sebagai bekal perjalanan umat manusia. Tujuannya, agar dapat damai hidup bersama di planet bumi nan gemah ripah loh jinawi tata tentram kerta raharja.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA