Belum lama, Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik turut menjadi salah seorang yang mengkritik pernyataan sosok yang kerap disapa Bamsoet itu.
Rachland menilai, pernyataan Bamsoet yang sebenarnya merespon kejadian tertembaknya Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha Karya, adalah bentuk
hate speech yang menggambarkan satu upaya mendiskriminasi orang dengan kekerasan.
Kritik Rachland ini dijadikan batu pijakan oleh Aktivis Kemanusian asal Papua, Natalius Pigai, membahas kejadian tertembaknya Brigjen Danny oleh KKB melalui perspektif hukum politik.
Natalius Pigai memulai pembahasannya dengan menyampaikan satu hal yang terkait dengan design politik Indonesia, yang erat kaitannya dengan perilaku politisi pada saat sudah terpilih dan memimpin.
"
Design politik satu orang, satu suara dan satu nilai telah menciptakan tirani mayoritas. Mereka bekuasa dengan uang dan jabatan membentuk tirani, merendahkan harkat, martabat manusia," ujar Natalius Pigai kepada redaksi
Kantor Berita Politik RMOLDari situ, mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini memandang wajar jika ada perlakuan dari pejabat negara yang tidak manusiawi kepada rakyat Papua. Namun, ujung dari perlakuan penguasa itu justru menciptakan momok di publik.
"Atas nama kekuasaan membantai bangsa Papua seperti binatang. Sudah terlalu lama orang-orang dari pulau ini hadir sebagai monster
leviathan mengobarkan kebencian rasisme dan Papua
phobia," tuturnya.
Kendati begitu, Natalius Pigai masih mengharapkan adanya perlakuan yang sebaliknya dari pemerintah. Alih-alih menganggap rakyat Papua sebagai bagian dari masyarakat yang mendapat kesamaan rasa dari penguasa.
"Harusnya sayang pada jutaan orang kecil dan miskinmu mencari sesuap nasi," ungkapnya.
"Semut kecil tidak pernah kalah lawan Gajah," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: