Amarah para pejuang Indonesia menggelegak ketika Belanda melakukan agresi militernya -yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II- pada 1 Desember 1949 dan meranpas Kota Yogyakarta yang saat itu adalah ibu kota negara RI.
Kota Yogyakarta menjadi kacau. Peristiwa tersebut menelan banyak korban jiwa dari kalangan militer dan sipil. Balas dan rebut kembali Yogyakarta, itu yang ada di kepala dan dada para pejuang, dan serangan Umum 1 Maret 1949 adalah respon dari tindakan Belanda itu.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, selaku Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sangat marah atas apa yang dilakukan Belanda. Pada laman Museum Vrederburg, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim surat kepada Jenderal Soedirman agar diadakan serangan balasan.
TNI mulai menyusun strategi. Dari mulai menyerang konvoi Belanda, merusak jalur kereta api, dan memutuskan jaringan telepon.
Ketika itu, Belanda meluaskan rumor bahwa TNI sudah tidak ada, sehingga menimbulkan ketakutan pada rakyat. Belanda kemudian memperbanyak pos-pos di sepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki.
Namun, dengan posisi pasukan Belanda yang tersebar, pasukan Indonesia justru lebih mudah memulai gerakan gerilyanya dan melakukan serangan terhadap Belanda.
Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang dilakukan secara serentak dimulai, melingkupi seluruh wilayah Divisi III/GM III. Para pejuang fokus melakukan serangan kepada Ibu kota Republik Indonesia saat itu, Yogyakarta.
Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah kota Solo. Ini dilakukan agar tentara Belanda tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.
Pagi pukul 06.00, terdengar sirene dibunyikan yang menandakan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Pasukan yang telah merayap sejak malam hari langsung menyerbu ke arah titik-titik yang telah disepakati.
Letkol Soeharto memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan.
Serangan yang serentak dan tiba-tiba itu akhirnya berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia dan para tentaranya masih ada. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam.
Pukul 12.00 siang, seperti yang dikomandokan, pasukan TNI segera mundur meninggalkan Yogyakarta, karena Belanda telah mendatangkan bala bantuan dengan mengirim pasukannya yang berada di Magelang.
BERITA TERKAIT: