Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Cerita Keluarga Kasat Reskrim Wonogiri Yang Jadi Korban Pengeroyokan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Jumat, 18 Oktober 2019, 22:40 WIB
Cerita Keluarga Kasat Reskrim Wonogiri Yang Jadi Korban Pengeroyokan
Istri Kasat Reskrim Wonogiri Aditya Mulya, Dewi Setyawati (dua dari kiri)/Ist
rmol news logo Ketiga anak Kasat Reskrim Polres Wonogiri, Jawa Tengah Kompol Aditya Mulya berharap sang ayah cepat sembuh pasca menjadi korban pengeroyokan saat dua perguruan silat bentrok, pada Mei 2019 lalu.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

“Papi, ayo cepat sembuh, kita berenang lagi,” pinta ketiga anak Aditya, Junot (10), Calista (9) dan Bianca (8) di kediamannya, Tembalang, Kota Semarang, Jumat (18/10).

Sang ayah, Kompol Aditya hanya bisa terbaring di salah satu kamar rumah mereka usai menjalani beberapa operasi lantaran bagian tengkorak kepala pecah.

“Cita-cita saya jadi seperti papa (jadi polisi),” kata Bianca menyemangati ayahnya.

Sang istri, Dewi Setyawati bercerita. Pasca suaminya pulang dari perawatan di Singapura pada 17 September itu, ada sejumlah perkembangan bagus. Salah satunya, sudah bisa merespons walaupun cuma gerakan tangan ringan, senyum, ataupun respons mata.

“Biasanya kalau mereka selesai belajar, pada tiduran di samping papinya. Kalau mau berangkat sekolah juga pamitan, “pi, berangkat sekolah dulu”, pulang sekolah juga,” urai Dewi menceritakan.

Aditya, kata Dewi, merespons lewat gerakan mata atau tangan. Dewi menyebut, ketika awal-awal kejadian, dia tidak langsung menceritakan anaknya. Tetapi, informasi itu akhirnya didapat ketika anak-anak membuka YouTube, ada berita tentang kejadian yang menimpa ayahnya. 

Akhirnya, walau berat hati, Dewi menceritakan perlahan apa yang menimpa ayah mereka.

“Alhamdulillah mereka bisa menerima, bahkan terus menyemangati,” lanjutnya.

Hal itu juga yang menjadi penguat hati Dewi untuk terus bersabar dan telaten merawat suaminya. Dia meyakini itu adalah ibadah, termasuk ketika suaminya sedang bekerja juga adalah ibadah.

Sehingga, Dewi punya keyakinan apa yang menimpa suaminya adalah ketika sang suami sedang beribadah. Setiap pukul 05.00 WIB, Dewi memandikan suaminya kemudian membawa keluar agar terkena sinar matahari.

Tetapi tetap dalam pengawasannya, sebab saat ini belum bisa menghirup udara bebas, masih menggunakan alat bantu pernafasan. Setiap 3 jam sekali, Dewi mengganti pampers untuk sang suami.

Tiap 1 jam, terus memeriksa kondisinya, termasuk rutin memberikan nutrisi otak, sebab bagian itulah yang mengalami kerusakan akibat penganiayaan.

“Alhamdulillah sekarang terus bagus perkembangannya. Bisa merespons, kalau ada teman-temannya yang datang yang dia kenal, dia merespons walaupun hanya gerakan tangan,” sambung Dewi.

Sementara itu, pihak Polri sendiri perhatian terus diberikan. Baik dari Polda Jawa Tengah maupun Mabes Polri. Seperti pada hari ini Jumat (18/10), sejumlah perwira dari Mabes Polri, di antaranya AKBP M. Iqbal juga dari Polda Jawa Tengah, datang ke rumah Kompol Aditia untuk membesuk.

Sejumlah dokter, baik dokter umum maupun spesialis dari RS Bhayangkara Semarang juga datang. Mereka memang rutin melakukan pemeriksaan dengan kunjungan rumah.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam di RS Bhayangkara Semarang, dr Niken Diah, mengatakan alasan Kompol Aditya dirawat di rumah karena kondisinya sudah stabil.

“Juga dekat dengan keluarga, harapannya agar cepat memulihkan kondisi psikologinya,” kata Niken.

Dia menyebut, dokter umum dan tim dokter spesialis di antaranya spesialis bedah, mata, syaraf, THT hingga penyakit dalam, juga rutin memantau kondisi Kompol Aditya.

“Memang perkembangannya sudah bagus, sudah bisa merespons. Misal kalau tidak nyaman di pegang di bagian mananya, tangannya menarik atau bergeser, itu merespons,” ungkap Niken.

Dokter Spesialis Bedah RS Bhayangkara Semarang, dr Adi Purnomo, menjelaskan selain masih dipasang alat bantu nafas, juga dipasang alat untuk memasukan nutrisi makanan. Dari dinding perut langsung ke lambung. Alat bantu nafas itu diganti tiap 3 bulan, sementara alat bantu untuk memasukkan nutrisi makanan diganti tiap 6 bulan.

“Saat ini dua alat ini vital untuk kelangsungan hidup Kompol Aditia. Masih perlu dipasang karena kondisi kesadarannya yang belum memungkinkan melakukan sendiri,” tambah dr Adi.

Soal respons, dr Adi juga mengatakan hal yang sama.

“Beliau (Kompol Aditya) sebenarnya tahu (bisa merespons), buka mata, menggerakan sedikit anggota geraknya (tubuh), jadi kalau ada yang masuk (membesuk) beliau tahu,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA