Di Malaysia persahabatan Mahatir Muhammad dengan Anwar Ibrahim telah berhasil memajukan negerinya, sampai membuat puak Melayu memiliki rasa percaya diri dan kebanggagaan tersendiri terhadap negerinya berhadapan dengan bangsa-bangsa maju lain.
Kedua tokoh ini lalu pecah kongsi, bahkan sampai membuat Anwar Ibrahim menghabiskan usianya selama bertahun-tahun di balik jeruji besi. Malaysia kemudian terpuruk. Kini keduanya bersatu kembali. Semoga Malaysia segera bangkit, dan semoga keduanya tidak pecah kembali serta tetap bersatu demi bangsa dan negaranya.
Di Mesir, Ikhwanul Muslimin (IM) yang didirikan tahun 1928 sebagai organisasi dakwah yang bergerak di bidang pendidikan dan pelayanan sosial. Tahun 1938 berubah menjadi gerakkan politik. Tahun 1948 IM mengirim banyak relawan dan bahu-membahu dengan tentara Kerajaan Mesir, berperang menentang berdirinya negara Israel di tanah Palestina. Tahun 1949 Hasan Albana sang Ketua sekaligus pendiri IM dibunuh oleh konspirasi antara Kerajaan Mesir dan Penjajah Inggris.
Sejak saat itu para petinggi IM terbelah, antara yang menginginkan IM kembali ke gerakkan dakwah dengan mereka yang menginginkan IM bertahan menjadi gerakkan politik.
Meskipun telah menimbulkan banyak korban nyawa, baik di pihak IM maupun penguasa Mesir, karena kerasnya dinamika yang mewarnai perjalanan sejarah IM di Mesir. Sampai saat ini dua kelompok di tubuh IM ini sama kuat, dan belum menemukan kata sepakat.
Di Turki saat partai Refah yang didirikan dan dipimpin Necmettin Erbakan jatuh, kemudian ditempatkan sebagai partai terlarang. Seorang murid kesayangannya bernama Recep Tayyip Erdogan mendirikan partai baru bernama AKP. Antara murid dan guru kemudian tidak pernah akur, sampai Erbakan kembali menghadap sang maha kuasa.
Berkat dukungan teman barunya bernama Fethullah Gulen yang memimpin organisasi dakwah cukup besar bernama Hizmet, AKP memenangkan pemilu tahun 2002. Karir politik Erdogan kemudian melesat, mulai menjadi Walikota Istanbul, anggota Parlemen, Perdana Mentri, dan kini menjadi Presiden dengan kekuasaan sangat besar.
Kini sejumlah teman politik Erdogan meninggalkannya atau ditinggalkannya, termasuk Fethullah Gulen. Padahal Gulen dan organisasi dakwah yang dipimpinnya Hizmet tidak pernah berubah menjadi partai politik. Akan tetapi keterlibatan para pengikut Gulen yang terlalu jauh dalam dunia politik, khususnya yang menangani media massa telah memicu perpecahan dua tokoh penting ini. Akibatnya, seluruh aset Hizmet disita negara dan para aktivisnya menjadi buronan serta masuk dalam daftar teroris.
Di Indonesia sejak 1955 Nahdatul Ulama (NU) berubah dari organisasi dakwah menjadi partai politik. Perubahan ini menimbulkan perpecahan internal yang tidak berkesudahan, sampai NU kembali menjadi organisasi dakwah yang dimotori oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui muktamarnya di Situbondo tahun 1984. Kembali ke Khittah NU tahun 1926 saat Jamiah ini didirikan, demikianlah semangat yang digelorakan waktu itu.
Muhammadiyah meskipun mampu bertahan dari godaan politik, para aktivisnya banyak yang melibatkan diri di kancah politik praktis, khususnya di masa kejayaan Masyumi. Saat Mayumi bubar, tokoh-tokoh Muhammadiyah kembali ke Persyarikatan menekuni dakwah. Meskipun tidak aktif di politik praktis, sebagai persyarikatan Muhammadiyah sangat peduli dengan perkembangan bangsa dan negara.
Partai Masyumi yang menjadi partai Islam terbesar dan pernah menyatukan seluruh kekuatan politik Islam di tanah air, setelah dibubarkan tahun 1960, tokoh-tokoh sentralnya mendirikan organisasi dakwah bernama Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII). Sampai saat ini DDII tetap istiqamah sebagai organisasi dakwah, meskipun terbuka jalan untuk kembali menjadi partai politik.
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang muncul sebagai organisasi kaum cendekiawan Islam perkotaan kelas menengah ke atas, meskipun memiliki pengaruh politik sangat kuat sejak berdirinya, tidak pernah berfikir untuk menjadi partai politik. ICMI terus mengembangkan dakwahnya dengan tema besar Imtaq & Iptek (Iman, taqwa, ilmu pengetahuan, dan teknologi) yang menjadikan perguruan tunggu sebagai basis dakwahnya.
Organisasi-organisai dakwah Islam ini ditambah ormas dakwah Islam lain yang lebih kecil dan beroperasi di daerah tertentu, menjadi masyarakat sipil (civil soceity) yang sangat kokoh dan sangat penting dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Muhammadiyah dan NU mengambil posisi menjadi partner pemerintah dalam menjaga keutuhan bangsa, khususnya saat menghadapi situasi genting ketika berbagai kekuatan politik bertarung.
Bagi Muhammadiyah dan NU, politiknya sudah sampai pada makam politik kenegaraan, sehingga tidak penting siapapun yang berkuasa sepanjang dipilih secara demokratis. Bagaimana menjaga NKRI, memajukan bangsa dan negara menjadi agenda satu-satunya.
Sebagai negara muslim yang dinilai sukses dalam mengawinkan Islam dengan demokrasi, Indonesia bisa menjadi model bagi negara-negara muslim lain, yang kini sedang mencari rujukan.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.
BERITA TERKAIT: