Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid unÂtuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk meÂmecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang teÂlah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak daÂhulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). JanÂganlah kamu shalat di dalam masjid itu selaÂma-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didiÂrikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersemÂbahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (Q.S. al- Taubah/9:107).
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Juz 2, halaman 288-292 dikisahkan panjang lebar tentang latar belakang turunnya dua ayat tersebut di atas. Masjid Dhirar disebut sebagai masjid provokaÂtif yang dikuasai oleh kaum munafik di bawah pimpinan seorang pendeta bernama Abu 'Amir al-Rahib. Masjid ini pada mulanya diakui oleh baginda Nabi Muhammad Saw ketika bersaÂma para prajuritnya menuju ke medan Perang Tabuk, tetapi sekembalinya dari Tabuk Nabi mendengarkan informasi yang negatif tentang masjid itu. Akhirnya Nabi membentuk dan mengÂutus tim investigasi untuk mengecek kebenaran informasi itu. Di antara anggota tim itu ialah MaÂlik bin Dukhsyum, Ma'an bin Adi,' Amir bin As- Sakan dan Wahsyi. Setelah tim ini melaporkan kebenaran informasi tentang keberadaan Masjid Dhirar betul-betul masjid yang berbahaya dan berpotensi memecah belah umat, maka Nabi menginstruksikan: Pergilah kalian ke masjid yang didirikan orang-orang zalim itu kemudian hancurkan dan bakar. Peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober 630 Masehi.
Pembakaran Masjid Dhirar dilatarbelakangi adanya niat busuk tersembunyi di balik pemÂbangunan masjid itu. Kelompok munafiq berÂharap Masjid Dhirar bisa melemahkan umat IsÂlam dari dalam, seraya mereka mempersiapkan rencana penyerangan ke komunitas Nabi MuÂhammad Saw. Dalam riwayat disebutkan Amir al-Rahib sempat mendekati Raja Heraklius unÂtuk berkolaborasi melawan kekuatan Nabi MuÂhammad Saw. Ia juga tercatat pernah berada di dalam barisan kaum musyrikin melawan Nabi Muhammad saw dan pasukannya di Perang, yang satu-satunya perang di mana Nabi dan pasukannya dikalahkan.
Pada mulanya Nabi sudah memiliki rencana untuk mengunjungi masjid itu karena informaÂsi yang sampai kepadanya masjid itu dibangun untuk orang-orang sakit, orang-orang tua dan lemah tidak sanggup pergi ke Masjid Quba, masjid yang dibina langsung oleh Nai MuhamÂmad Saw. Sebelum Nabi berkunjung ke masjid itu Allah swt menurunkan wahyu sebagaimana dikemukakan di atas (Q.S. al-Taubah/9:107- 108), yang mengingatkan bahwa masjid itu buÂkan masjid biasa tetapi masjid yang didirikan untuk memecah belah umat Islam.
Perintah Nabi untuk membakar Masjid DhiÂrar yang mendapatkan dukungan dari dua ayat dalam surah al-Taubah di atas, mengingatkan kita agar umat tidak boleh terkecoh dengan keÂhadiran simbol-simbol agama seperti masjid, karena ternyata tidak semua simbol-simbol suci itu dimaksudkan untuk tujuan-tujuan suci. Kita harus memelihara dan menjunjung tinggi simÂbol-simbol keagamaan Islam. Akan tetapi jika ternyata kehadiran simbol itu bukannya untuk memperkuat posisi dan keberadaan umat tetapi malah melemahkan maka keberadaa simbol dan atribut keagamaan itu perlu ditinjau keÂberadaannya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.