Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Yasonna Hamonangan Laoly: Pasca Kasus Mako Brimob, Kami Tangani Narapidana Teroris Dengan Sangat Canggih

Minggu, 03 Juni 2018, 08:30 WIB
Yasonna Hamonangan Laoly: Pasca Kasus Mako Brimob, Kami Tangani Narapidana Teroris Dengan Sangat Canggih
Yasonna Hamonangan Laoly/Net
rmol news logo Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menjelaskan pokok-pokok kerjasama yang dirintis kemen­teriannya dengan BNPT dalam hal penanganan para narapidana terorisme (napiter). Saking ban­yaknya, kata Yasonna, limpahan napiter dari Mako Brimob, lapas baru yang sedang dibangun kementeriannya yang awalnya dialokasikan untuk tahanan narkoba, terpaksa sementara menampung para napiter.

Berikut penjelasan Menteri Yasonna terkait penanganan para napiter dan beberapa pen­jelasan lainnya di luar penan­ganan para napiter yakni terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait larangan nyaleg bagi para bekas narapi­dana kasus korupsi.

Dengan adanya MoU ini, harapan Anda ke depannya seperti apa?

Ini kan merupakan lanjutan kerja sama kami. Selama ini kerja sama Kemenkumham dan BNPT sudah berjalan cukup baik. Kami punya lapas khusus terorisme di Sentul, yang pen­gelolaannya bersama-sama di­lakukan, program deradikalisasi di sana, maupun di Pasir Putih. Nanti kami akan punya lagi di lapas Batu. Karena memang pen­anggulangan terorisme, apalagi kami baru menyelesaikan revisi Undang-Undang Antiterorisme yang saat ini dalam proses pe­rundangan, di mana undang-un­dang Ini juga akan memperkuat peran BNPT.

Apa saja sih porsi peran dari Kemenkumham dalam Undang-Undang Antiterorisme itu?
Tentu secara sistem perun­dang-undangan, kami sebagai pihak yang diberikan kewenan­gan untuk menangani warga binaan. Dalam hal kewenangan itu tentunya kami tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karenanya, kami akan terus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Kerja sama dengan Polri, BNPT, Imigrasi harus terus kami ting­katkan. Karena potensi teroris tidak hanya dari warga negara kita. Ada potensi dari luar yang masuk. Dengan kerja sama ini ada data dari BNPT dan mana-mana, sehingga ancaman yang akan masuk ke Indonesia bisa diantisipasi.

Setelah peristiwa di Mako Brimob yang dilakukan para napiter, ke depan apa ada pen­ingkatan sistem pengamanan lapas teroris?

Ada, pasti ada. Lapas Pasir Putih itu yang kami sebut se­bagai lapas high risk maximum security. Di sana satu orang, satu sel. Itu high risk pengamanan­nya, baik bloknya maupun kelil­ingnya. Di Nusakambangan itu masuk ada beberapa lapis. Ada anggota TNI-Polri yang jaga di sana. Jadi memang betul-betul kami jaga di sana. Lalu kami su­dah kerja sama dengan Kominfo supaya sinyal handphone itu diblokir. Itu sudah dibuat di Nusakambangan. Karena per­nah ada kasus di mana sinyal kami blokir, lalu penduduk yang ada di sekitar komplain, karena terkena dampak juga. Maka Nusakambangan ini jadi tempat yang lebih tepat untuk itu. Kemudian bertemunya juga diatur sedemikian rupa supaya tidak bertemu secara fisik. Jadi antara napi dengan pengunjung tidak bisa kontak fisik. Jadi ada tempat untuk bertemunya.

Berapa kapasitas lapasnya?
Kapasitasnya kalau yang sedang kami bangun itu 520 napi. Sekarang Lapas Pasir Batu itu 224 napi. Nanti yang di Karanganyar, yang mudah-mudahan selesai akhir tahun itu bisa 520 napi. Itu betul-betul sangat canggih dibuatnya.

Lapas baru yang berka­pasitas 520 napi itu nantinya hanya akan dihuni oleh para napiter saja atau dicampur dengan napi kasus lainnya?
Iya (hanya akan dihuni oleh napiter saja). Itu maximum se­curity. Seharusnya lapas Batu itu kan untuk bandar narkoba, terpaksa kami mengalah dulu, karena ada teroris yang masuk dari Mako Brimob. Bandar narkoba kami masukan ke Lapas Gunung Sindur, napi teroris ke Lapas Batu.

Soal lain. KPU keukeuh akan menerbitkan PKPU tentang larangan nyaleg bagi bekas napi korupsi. Apa tang­gapan Anda terkait hal ini?
Jadi gini, saya konsisten, kalau tanggapan saya ini bertentangan dengan sikap KPU. Karena ada juga keputusan MK terkait hal tersebut. Dan itu di luar kewenangan PKPU. PKPU itu harusnya teknis pelaksanaan. Kalau boleh buat aturan sendiri nanti bahaya sekali.

Bahayanya di mana?
Bahayanya begini, kalau nanti setiap lembaga membuat pera­turan yang bisa nabrak undang-undang di atasnya itu membuat persoalan. Nanti KPU mau buat wanita jadi 60 persen, bisa saja dia karena bisa nabrak undang-undang.

Suka-suka akulah nanti ba­gaimana mengaturnya. Masalahnya itu bertentangan dengantata cara pembentukan peraturan perundangan. Jadi kami diletakan dalam dilema. Kalau kami mengundangkan, berarti kan kami menyetujui satu ketentuan dibawah perun­dang-udangan.

Lalu apa saran Anda terkait hal ini?

Kalau saya sarankan KPU janganlah seperti ini menabrak undang-undang. Buat saja surat edaran yang meminta partai politik supaya tidak mengaju­kan kader yang bermasalah. Atau kalau tidak umumkan saja yang mantan-mantan itu. Tapi jangan dengan cara seperti ini. Mengatur hak orang itu kewenangan undang-undang, persoalannya di situ. Ini ide yang sangat baik, dan kami mendukung, tapi caranya jangan salah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA