Sosiologi Terorisme (1)

Mempertanyakan Definisi Terorisme

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Sabtu, 19 Mei 2018, 11:04 WIB
Mempertanyakan Definisi Terorisme
Nasaruddin Umar/Net
HINGGA saat ini belum ada suatu definisi terorisme yang standar dan disepakati semua pihak. Dua orang pengamat terorisme yaitu Schmid dan Jongman pernah mengemukanan 109 definisi terorisme. Di antara sebanyak itu diklas­ifikasikan seorang militer dari AS bernama Jef­frey Record menjadi sebanyak 22 perbedaan prinsip satu sama lain. The Oxford Dictionary (US English). Dalam kamus ini, terrorism per­nah diartikan sebagai "the use of violence and intimidation in the pursuit of political aims," yet The Oxford Dictionary (British & World English (Penggunaan kekerasan dan tekanan di dalam mengejar tujuan-tujuan politik). Namun Pe­merintah Amerika Serikat sendiri tidak meng­gunakan definisi ini sebagaimana tercantum di dalam kamus standar mereka. Jika diguna­kan maka pemerintah AS juga dapat disebut teroris berdasarkan kajian analisis yang sering mendapatkan tekanan. Bahkan dalam kamus itu dinyatakan: "terrorism was defined as gov­ernment by intimidation (terorisme ditentukan oleh pemerintah melalui tekanan".

Kini definisi terorisme sudah mengalami evolusi makna yang sangat radikal. Jika da­hulu kala pelaku atau subjek terorisme lebih banyak dilakukan oleh negara atau pejabat­nya. Sekarang disepakati untuk tidak menge­sankan negara sebagai bagian dari terorisme. Yang penting saat ini, isu terorisme tidak lagi menjadi alat negara untuk menekan kelompok kecil yang sering melakukan tindakan tirani. Dalam literatur klasik, pemerintahan yang ke­jam seperti Firaun yang tega membunuh para perempuan hamil dan anak-anak kecil demi untuk menyingkirkan bakal saingannya dis­ebut the reign of terror (pemerintahan yang kejam). Termasuk teroris dalam arti klasik jika ada sebuah rezim menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya, atau siapapun yang melakukan abuse of power dis­ebut teroris. Salah satu isu Revolusi Perancis dalam abad ke-19 ialah menyingkirkan pemer­intahan teroris, dengan mengedepankan mot­to: Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, kea­dilan, persaudaraan). Motto ini sesungguhnya merupakan antitesa dari kata terorisme.

Belakangan ini, definisi terorisme mulai bergeser, terutama setelah kelompok Alqaeda dan ISIS merajalela melakukan aksi kekerasan atas nama agama. Kini terorisme berubah menjadi "The use of violence, or the threat of violence, to frighten people in order to achieve a political, so­cial, or religious goal." (menggunakan cara-cara kekerasan, menakut-nakuti masyarakat untuk meraih kepentingan yang bersifat politik, sosial, dan agama). Dengan kata lain, terorisme seba­gai cara-cara tidak terpuji (illegal tactics) yang dilakukan seseorang atau kelompok di dalam mencapai tujuan yang dilakukan, terutama oleh non-state groups. Pengertian seperti ini mempu­nyai risiko bahwa jika seseorang atau kelompok berusaha memerotes sistem dan gaya politik pe­merintah bisa saja diklaim menjadi teroris. Pa­dahal mungkin saja ada yang melancarkan kriti­kan yang bertujuan baik dan luhur, hanya karena tidak sejalan dengan rezim penguasa maka mereka bisa dilabelkan sebagai teroris. Jika ini terjadi maka definisi teroris sebagai antitesa dari motto: Liberté, égalité, fraternité terjadi lagi.

Aksi terorisme tidak ada tempatnya di da­lam dada muslim dan di bumi Pancasila. Terorisme adalah tindakan terkutuk dan musuh ke­manusiaan dan seluruh agama. Namun kita juga harus berhati-hati memberikan cap teroris terhadap kelompok-kelompok kritis den­gan menggunakan bahasa agama. Boleh jadi mereka tidak memiliki ideologi tertentu seperti kelompok Alqaeda dan ISIS, tujuannya tiada lain kecuali menyuarakan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diserukan oleh Q.S. Ali 'Imran/3:104. Kita tidak boleh menyamakan antara kelompok kritis dengan kelompok ter­oris. Selama kelompok kritis itu tidak memili­ki ideologi lain selain NKRI dan mereka tidak melakukan aksi yang dapat dikategorikan me­langgar hukum maka tidak bisa disebut teror­is. Terorisme memang menakutkan tetapi tidak kalah menakutkan ialah menuding orang tero­ris padahal sesungguhnya bukan teroris. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA