Idul Adha
Dimensy.id Mobile
Selamat Idul Adha Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengemudi Ojek Online Teatrikal Kuda Lumping

Tuntut Kenaikan Tarif Per Kilometer

Selasa, 24 April 2018, 10:44 WIB
Pengemudi Ojek Online Teatrikal Kuda Lumping
Foto/Net
rmol news logo Ribuan pengemudi ojek daring atau online melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Mereka menuntut kenaikan tarif. Soalnya, tarif dinilai se­makin tidak berpihak kepada para pengemudi.

Sejak pukul 11.00 WIB, ribuan pengemudi telah berkumpul di sepanjang Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, sem­bari terus berteriak demi menga­jak rekan sepekerjaannya untuk bergabung dan melakukan aksi.

Mereka berkumpul di pinggir jalan sambil membawa berbagai macam bendera dan atribut beru­kuran besar. Atribut berwarna putih itu bertuliskan "Naikkan tarif dasar ojek online atau Grab keluar dari NKRI," tulis Garda Roda Dua Negara Kesatuan RI (GARDA NKRI).

Sembari menunggu massa berkumpul, sebagian dari mer­eka melakukan aksi teaterikal kuda lumping dari bahan kertas kardus warna hijau. Maksud dari aksi teaterikal ini, bahwa tarif yang sebesar Rp 1200 per km tidak manusiawi dan sangat murah bagi pengemudi. Tarif itu dianggap tidak mencukupi untuk biaya perawatan kendaraan dan kebutuhan hidup.

Setelah massa kumpul ber­jumlah ribuan, mereka lan­tas berkonvoi dan menggelar aksi long march menuju depan Gedung DPR. Seluruh peserta aksi kompak mengenakan se­ragam kebesaran mereka warna hijau bertuliskan, Grab dan Go- Jek. Aksi mereka terus dipandu dengan mobil komando yang berada di depan. Sementara di dalam gedung DPR, ratusan personel telah siap dan berjaga-jaga tanpa membawa pengaman. Namun, di belakang mereka, sudah siap dua mobil Baracuda dan water canon untuk mengan­tisipasi jika aksi berjalan rusuh.

Setelah sampai di depan Gedung DPR, orator yang su­dah siap di atas mobil komando meminta seluruh peserta aksi terlebih dahulu menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian, dilanjutkan lagu Satu Nusa Satu Bangsa dengan hikmat.

Usai menyanyikan lagu terse­but, orator lantas meneriak­kan tiga tuntutan yang diiringi teriakan massa. Pertama, pen­gakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi nasional. Kedua, penetapan tarif standar dengan nilai yang wajar, yaitu Rp 3.000-Rp 4.000 per ki­lometer, dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi agar tarif penumpang tetap murah dan terjangkau. Ketiga, perlind­ungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri.

Aksi yang berlangsung hingga pukul 15.30 WIB ini, berlang­sung di tengah rintik hujan yang membasahi kawasan Ibukota. Namun, tidak semua peserta aksi berdiri di dekat komando. Sebagian besar dari mereka memilih duduk santai di ten­gah jalan dan juga tangga pe­nyeberangan. Jalan di depan Gedung DPR telah ditutup oleh petugas kepolisian dan hanya menyisakan satu lajur busway yang bisa digunakan oleh selu­ruh kendaraan dari arah Gatot Subroto menuju kawasan Slipi.

Di tengah aksi unjuk rasa sempat terjadi keributan kecil. Soalnya, beberapa pengemudi ojek online ada yang tetap me­narik penumpang dan lewat di tengah aksi unjuk rasa. Tak pelak, aksi tersebut mengundang cemoohan dari ribuan peserta aksi. Bahkan, driver yang mem­bawa penumpang itu nyaris dipukul massa aksi, namun ber­hasil diamankan oleh komandan aksi dan juga sejumlah personel kepolisian.

Namun, ada penumpang sem­pat pingsan di tengah kerumunan massa karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. "Mereka pengecut, tetap ngambil pen­umpang di tengah-tengah driver lain menjalankan aksi," keluh Amir salah satu pengemudi ojek online di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Amir mengeluhkan tarif ojek online yang terlalu murah, hanya sebesar Rp 1200 per km. Padahal waktu awal-awal tarifnya sebe­sar Rp 4 ribu per km. "Ini sama saja menindas driver," keluh warga Angke, Jakarta Utara ini.

Pria yang sudah bergabung menjadi driver ojek online se­lama 2,5 tahun ini, mengeluhkan pendapatannya yang menurun drastis akhir-akhir ini. "Sekarang dapat Rp 2 juta setiap bulan saja setengah mati," ucapnya.

Padahal, saat awal-awal di­rinya bergabung di Grab, begitu mudah mendapat uang sebesar Rp 4 juta setiap bulan. "Kalau tidak ada pendapatan lain, mana bisa menghidupi anak istri," keluh pria yang memiliki usaha toko kelontong ini.

Untuk itu, dia berharap opera­tor bisa menaikkan tarif sebesar Rp 3500 per km. "Tarif sebesar itu juga harus bagi dua, 80 persen untuk pengemudi dan 20 persen untuk operator," sebut dia.

Selain itu, Amir mengungkap­kan, aksi unjuk rasa di depan DPR kemarin, sudah dipersiap­kan matang selama sebulan leb­ih. Pasalnya, kata dia, tuntutan di depan Gedung Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Istana Kepresidenan belum juga direspon operator. "Jadi, kami gelar aksi unjuk rasa di tang­gal yang mudah diingat, 234. Maksudnya tanggal 23 bulan 4. Semoga tuntutan hari ini terka­bul," tutupnya.

Komisi V Akan Sampaikan Tuntutan Pengojek Ke Menhub

 
Beberapa perwakilan driver online juga menemui sejumlah anggota Komisi V DPR yang membidangi masalah transpor­tasi. Mereka diterima Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis serta jajaran anggota Komisi V DPR.

"Kami siap mendengarkan karena apa yang menjadi bahan di Rapat Dengar Pendapat ini akan disampaikan ke Menteri Perhubungan (Menhub). Nanti rapat kerja, Menhub akan ka­mi undang khusus membahas masalah ini," kata Djemy di ruang rapat.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia, Krisna meminta Komisi V DPR agar mendesak pemerintah segera memberikan payung hukum bagi para ojek online sebagai angkutan berbasis ap­likasi.

Sebab, kata dia, dengan tidak adanya regulasi atau payung hukum terhadap angkutan online tersebut, terjadi penolakan di berbagai daerah karena dianggap ilegal. "Sampai sekarang pe­merintah belum memiliki sikap yang jelas terhadap pelindungan transportasi online," protes Krisna.

Selain itu, ia juga meminta kejelasan terkait perusahaan ap­likasi yang menjadi mitra dalam bekerja. Sebab, ia mempertanya­kan status perusahaan tersebut, apakah memang benar-benar perusahaan aplikasi atau hanya merupakan perusahaan berbasis aplikasi.

"Kejelasan tersebut sangat penting karena mitra driver merasa tidak memiliki kewenan­gan yang cukup untuk ikut serta dalam pengaturan kebijakan perusahaan," ucapnya.

Selain itu, Krisna menekank­an, pihaknya hanya bisa menjadi penerima tanpa dilibatkan dalam pengaturan kebijakan baru. Hal ini sangat memberatkan para pengemudi ojek online. "Kami dipaksa bekerja, namun perusa­han tidak memikirkan kondisi para pengemudi," tandasnya.

Menghadapi keluhan penge­mudi ojek online, Fary Djemi mengaku telah merangkum apa yang disampaikan oleh perwakilan kelompok tersebut. "Beberapa catatan lain menyangkut status aplikator, apakah perusahaan aplikator atau angkutan umum, ini kita dengar dan kita catat," pungkasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA