Mereka menuntut kenaikan tarif. Soalnya, tarif dinilai seÂmakin tidak berpihak kepada para pengemudi.
Sejak pukul 11.00 WIB, ribuan pengemudi telah berkumpul di sepanjang Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, semÂbari terus berteriak demi mengaÂjak rekan sepekerjaannya untuk bergabung dan melakukan aksi.
Mereka berkumpul di pinggir jalan sambil membawa berbagai macam bendera dan atribut beruÂkuran besar. Atribut berwarna putih itu bertuliskan "Naikkan tarif dasar ojek online atau Grab keluar dari NKRI," tulis Garda Roda Dua Negara Kesatuan RI (GARDA NKRI).
Sembari menunggu massa berkumpul, sebagian dari merÂeka melakukan aksi teaterikal kuda lumping dari bahan kertas kardus warna hijau. Maksud dari aksi teaterikal ini, bahwa tarif yang sebesar Rp 1200 per km tidak manusiawi dan sangat murah bagi pengemudi. Tarif itu dianggap tidak mencukupi untuk biaya perawatan kendaraan dan kebutuhan hidup.
Setelah massa kumpul berÂjumlah ribuan, mereka lanÂtas berkonvoi dan menggelar aksi long march menuju depan Gedung DPR. Seluruh peserta aksi kompak mengenakan seÂragam kebesaran mereka warna hijau bertuliskan, Grab dan Go- Jek. Aksi mereka terus dipandu dengan mobil komando yang berada di depan. Sementara di dalam gedung DPR, ratusan personel telah siap dan berjaga-jaga tanpa membawa pengaman. Namun, di belakang mereka, sudah siap dua mobil Baracuda dan water canon untuk menganÂtisipasi jika aksi berjalan rusuh.
Setelah sampai di depan Gedung DPR, orator yang suÂdah siap di atas mobil komando meminta seluruh peserta aksi terlebih dahulu menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian, dilanjutkan lagu Satu Nusa Satu Bangsa dengan hikmat.
Usai menyanyikan lagu terseÂbut, orator lantas meneriakÂkan tiga tuntutan yang diiringi teriakan massa. Pertama, penÂgakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi nasional. Kedua, penetapan tarif standar dengan nilai yang wajar, yaitu Rp 3.000-Rp 4.000 per kiÂlometer, dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi agar tarif penumpang tetap murah dan terjangkau. Ketiga, perlindÂungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri.
Aksi yang berlangsung hingga pukul 15.30 WIB ini, berlangÂsung di tengah rintik hujan yang membasahi kawasan Ibukota. Namun, tidak semua peserta aksi berdiri di dekat komando. Sebagian besar dari mereka memilih duduk santai di tenÂgah jalan dan juga tangga peÂnyeberangan. Jalan di depan Gedung DPR telah ditutup oleh petugas kepolisian dan hanya menyisakan satu lajur busway yang bisa digunakan oleh seluÂruh kendaraan dari arah Gatot Subroto menuju kawasan Slipi.
Di tengah aksi unjuk rasa sempat terjadi keributan kecil. Soalnya, beberapa pengemudi ojek online ada yang tetap meÂnarik penumpang dan lewat di tengah aksi unjuk rasa. Tak pelak, aksi tersebut mengundang cemoohan dari ribuan peserta aksi. Bahkan, driver yang memÂbawa penumpang itu nyaris dipukul massa aksi, namun berÂhasil diamankan oleh komandan aksi dan juga sejumlah personel kepolisian.
Namun, ada penumpang semÂpat pingsan di tengah kerumunan massa karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. "Mereka pengecut, tetap ngambil penÂumpang di tengah-tengah driver lain menjalankan aksi," keluh Amir salah satu pengemudi ojek online di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Amir mengeluhkan tarif ojek online yang terlalu murah, hanya sebesar Rp 1200 per km. Padahal waktu awal-awal tarifnya sebeÂsar Rp 4 ribu per km. "Ini sama saja menindas driver," keluh warga Angke, Jakarta Utara ini.
Pria yang sudah bergabung menjadi driver ojek online seÂlama 2,5 tahun ini, mengeluhkan pendapatannya yang menurun drastis akhir-akhir ini. "Sekarang dapat Rp 2 juta setiap bulan saja setengah mati," ucapnya.
Padahal, saat awal-awal diÂrinya bergabung di Grab, begitu mudah mendapat uang sebesar Rp 4 juta setiap bulan. "Kalau tidak ada pendapatan lain, mana bisa menghidupi anak istri," keluh pria yang memiliki usaha toko kelontong ini.
Untuk itu, dia berharap operaÂtor bisa menaikkan tarif sebesar Rp 3500 per km. "Tarif sebesar itu juga harus bagi dua, 80 persen untuk pengemudi dan 20 persen untuk operator," sebut dia.
Selain itu, Amir mengungkapÂkan, aksi unjuk rasa di depan DPR kemarin, sudah dipersiapÂkan matang selama sebulan lebÂih. Pasalnya, kata dia, tuntutan di depan Gedung Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Istana Kepresidenan belum juga direspon operator. "Jadi, kami gelar aksi unjuk rasa di tangÂgal yang mudah diingat, 234. Maksudnya tanggal 23 bulan 4. Semoga tuntutan hari ini terkaÂbul," tutupnya.
Komisi V Akan Sampaikan Tuntutan Pengojek Ke Menhub Beberapa perwakilan driver online juga menemui sejumlah anggota Komisi V DPR yang membidangi masalah transporÂtasi. Mereka diterima Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis serta jajaran anggota Komisi V DPR.
"Kami siap mendengarkan karena apa yang menjadi bahan di Rapat Dengar Pendapat ini akan disampaikan ke Menteri Perhubungan (Menhub). Nanti rapat kerja, Menhub akan kaÂmi undang khusus membahas masalah ini," kata Djemy di ruang rapat.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia, Krisna meminta Komisi V DPR agar mendesak pemerintah segera memberikan payung hukum bagi para ojek online sebagai angkutan berbasis apÂlikasi.
Sebab, kata dia, dengan tidak adanya regulasi atau payung hukum terhadap angkutan online tersebut, terjadi penolakan di berbagai daerah karena dianggap ilegal. "Sampai sekarang peÂmerintah belum memiliki sikap yang jelas terhadap pelindungan transportasi online," protes Krisna.
Selain itu, ia juga meminta kejelasan terkait perusahaan apÂlikasi yang menjadi mitra dalam bekerja. Sebab, ia mempertanyaÂkan status perusahaan tersebut, apakah memang benar-benar perusahaan aplikasi atau hanya merupakan perusahaan berbasis aplikasi.
"Kejelasan tersebut sangat penting karena mitra driver merasa tidak memiliki kewenanÂgan yang cukup untuk ikut serta dalam pengaturan kebijakan perusahaan," ucapnya.
Selain itu, Krisna menekankÂan, pihaknya hanya bisa menjadi penerima tanpa dilibatkan dalam pengaturan kebijakan baru. Hal ini sangat memberatkan para pengemudi ojek online. "Kami dipaksa bekerja, namun perusaÂhan tidak memikirkan kondisi para pengemudi," tandasnya.
Menghadapi keluhan pengeÂmudi ojek online, Fary Djemi mengaku telah merangkum apa yang disampaikan oleh perwakilan kelompok tersebut. "Beberapa catatan lain menyangkut status aplikator, apakah perusahaan aplikator atau angkutan umum, ini kita dengar dan kita catat," pungkasnya. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.