Kini, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menelusuri keterÂlibatan Mayor Jenderal (purÂnawirawan) Haposan Silalahi dalam kasus tanah seluas 1.088 meter persegi yang dilego muÂrah itu.
Haposan adalah bekas Inspektur Jenderal (Irjen) Departemen Pertambangan dan Energi kini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia menempati posisi Irjen ketika Kementerian ESDM dipimpin Letnan Jenderal Ida Bagus Sudjana.
"Kita kejar terus," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Brigadir Jenderal Akhmad Wiyagus. Ia memastikan penyidikan kasus ini tak hanya berhenti di Gathot.
"Semua yang diduga terlibat pasti ditindak sesuai ketentuan hukum yang ada. Tidak boleh ada tebang pilih," tandas beÂkas penyidik dan direktur di KPK itu.
Tersangka Gathot menyerÂahkan diri ke Bareskrim pada Rabu, 21 Februari 2017. Setelah menjalani pemeriksaan, Gathot digiring ke tahanan.
Proses penahanan tersangÂka berliku. Pasalnya, Gathot menghilang ketika kasus ini mulai diusut Bareskrim awal 2017.
Pada 19 Juli 2017, kepolisian meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencegah Gathot bepergian ke luar negeri. Tak lama, Gathot ditetapkan sebagai tersangka.
Ia disangka melakukan koÂrupsi, melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu atau Pasal 56 KUHP.
Meski Gathot menghilang peÂnyidikan jalan terus dan berkas perkara dilimpahkan ke kejakÂsaan. Pada 10 November 2017, Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara lengkap atau P21.
Kejaksaan meminta Bareskrim melakukan pelimpahan tahap dua (barang bukti dan terÂsangka). Namun pelimpahan terkendala lantaran tersangka menghilang.
Upaya pencarian dilakuÂkan dengan menyatroni ruÂmah Gathot di Jalan Anggrek Roslaina I Blok H Nomor 10A, Slipi, Jakarta Barat. Namun yang dicari tak ada.
Bareskrim akhirnya meÂmasukkan Gathot dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). ìKeÂberadaan tersangka tak diketahui selama kurang lebih lima bulan,î kata Wiyagus.
Untuk diketahui, pelepasan aset tanah Pertamina di Simprug, Jakarta Selatan terjadi pada taÂhun 2011. Gathot menjual tanah seluas 1.088 meter persegi itu kepada Haposan dengan harga Rp 1,16 miliar.
Artinya, per meter tanah hanÂya dihargai sekitar Rp 1 juta. Padahal, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah itu sudah mencaÂpai Rp 9,65 miliar.
Dua bulan kemudian, taÂnah itu dijual Haposan kepada Lidia hampir sepuluh kali lipat: Rp 10,49 miliar. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara dalam penjualan tanah ini mencapai Rp 40,94 miliar.
Untuk menutupi kerugian negara itu, Bareskrim menyita lahan Pertamina itu dari keluarga mendiang Lidia. ***
BERITA TERKAIT: