Hal itu baru terungkap dalam rapat kerja (raker) Komisi III DPR dengan KPK, kemarin. Dalam kesempatan itu, lembaga anÂtirasuah membeberkan sejumlah kasus yang menarik perhatian publik.
Salah satunya, kasus suap pengadaan satellite monitorÂing di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Basaria Panjaitan menjelaskan perkemÂbangan kasus yang diawali penangkapan terhadap Eko Susilo Hadi, Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla.
Dalam paparan yang ditampilÂkan di layar proyektor, Basaria mengungkapkan, perkara Eko sudah diputus di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Begitu pula perkara Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus. Fahmi adalah pemilik pengendali PT Melati Technofo Indonesia dan pengendali PT Merial Esa. Kedua perusahaan itu adalah pemenang proyek pengadaan satellite monitoring dan drone di Bakamla.
Di pengadilan, Eko terbukti menerima suap dan dijatuhi hukuman 4 tahun 3 bulan penÂjara. Adapun Fahmi, Adami dan Hardy terbukti memberikan suap. Fahmi divonis 2 tahun 8 bulan penjara. Sedangkan Adami dan Hardy dihukum masÂing-masing 1,5 tahun penjara. Keduanya telah bebas bersyarat sejak Desember 2017.
Basaria melanjutkan, perkaÂra Nofel Hasan, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang juga didakwa menerima suapómasih disidanÂgkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pekan ini masuk tahap pembacaan tuntutan jaksa.
Di akhir paparan mengenai kasus ini, Basaria menyebutkan masih ada pihak lain yang diusut. "Satu lagi FAmasih dalam proses tingkat penyidikan," sebutnya.
FAyang disebut Basaria diÂduga Fayakhun Andriadi. Nama bekas anggota Komisi I DPR itu disebut-sebut dalam persidangan kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Fayakhun telah dicegah beperÂgian ke luar negeri sejak Juni 2017. Kemudian diperpanjang untuk enam bulan kedua sejak Desember 2017.
Pada Desember itu pula, KPK mengumumkan telah membuka penyelidikan baru kasus suap proyek satellite monitoring Bakamla.
Fayakhun pun dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. "Dalam kasus Bakamla ada fakta-fakta yang muncul di persidangan. Kita membutuhkan beberapa informasi tambahan untuk kebuÂtuhan pengembangan perkara," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Untuk diketahui, nama Fayakhun sudah disebut-sebut sejak sidang terdakwa Fahmi Darmawansyah tahun lalu.
Politisi Partai Golkar yang kini duduk di Komisi III DPR itu diduga ikut mengawal pembaÂhasan anggaran proyek satellite monitoring dan drone Bakamla di Senayan.
Perannya dibeberkan dalam persidangan terdakwa Nofel Hasan. Jaksa KPK menampilÂkan tangkapan layar percakaÂpan (screenshot) percakapan WhatsApp antara Fayakhun dengan Erwin Arief, Managing Director Rohde & Schawrz Indonesia.
Rohde & Schwarz adalah venÂdor yang akan digandeng dalam proyek satellite monitoring dan drone Bakamla.
Screenshot percakapan itu lalu dikirim ke Adami, bagian operasional PT Melati Technofo Indoensia. Adami kemuÂdian meneruskan pesan dari Erwin ke pamannya, Fahmi Darmawansyah.
Kilas Balik
Rekening Dikelola Account Manager, Fayakhun Minta Bukti Transfer Uang Bekas Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi meminta uang 300 ribu dolar Amerika (USD) untuk keperluan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar. Uang lalu ditransÂfer ke rekening di luar negeri.
Hal itu terungkap dalam persidangan perkara suap proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacaÂkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Erwin Arif, Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia. Kemudian menampilkan percakapan Erwin dengan Fayakhun via aplikasi WhatsApp.
Dalam percakapan 4 Mei 2016, Fayakhun menulis pesan mengenai rencana pengiriman uang. Ia meminta agar uang dikirim sebelum Munas Golkar. "Bro, kalau dikirim Senin, maka masuk di tempat saya Kamis atau Jumat depan. Padahal, Jumat depan sudah Munas Golkar," Fayakhun menulis pesan ke Erwin.
Dilanjutkan, "Apa bisa dipecah: yang cash di sini 300 ribu, sisanya di JP Morgan? 300 ribuÂnya diperlukan segera untuk petÂinggi-petingginya dulu. Umatnya menyusul minggu depan."
Jaksa KPK mengonfirmasi percakapan itu kepada Erwin yang dihadirkan sebagai saksi. "Terkait Munas Partai Golkar tersebut Saudara Fayakhun membutuhkan dana makanya Fayakhun agar dicairkan terÂlebih dahulu 300 ribu dolar AS untuk diberikan petinggi Partai Golkar, sedangkan sisanya unÂtuk umatnya atau pejabat partai kelas bawah bisa ditransfer ke rekening JP Morgan. Ini benar?" tanya Jaksa Kiki Ahmad Yani. "Iya benar," jawab Erwin.
"Kalau menurut Fayakhun, transfer hari Senin masuk ke akunnya hari Jumat. Sedangkan, mereka membutuhkan hari Jumat, jadi permintaan Fayakhun sebelum hari Senin sudah dilakuÂkan (transfer)," jelas Erwin.
Dalam percakapan WA itu, Erwin sempat menanyakan apakah rekening di luar negeri masih aktif. "
Account masih
on," jawab Fayakhun.
"Saya tolong diberi salinan perintah transfernya ya bro untuk beritahu account manager saya," pesan lanjutan dari Fayakhun.
Erwin menjelaskan uang untuk Fayakhun disediakan Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dan PT Merial Esa yang akan menggarap proyek satellite moniÂtoring dan drone Bakamla.
Fahmi pun dihadirkan di persidangan untuk dikonfronÂtasi mengenai transfer uang ke Fayakhun. "Waktu itu benar dijanjikan anggaran Bakamla itu sebesar Rp 1,22 triliun dan diminta (Fayakhun) adalah sebeÂsar 1 persen jadi satu persen itu sebesar Rp 12 miliar. Betul?" tanya jaksa KPK.
"Iya," jawab Fahmi.
"Pengirimannya itu benar tidak direalisasikan ke Fayakhun ini?" lanjut jaksa.
"Adami tuh yang tahu perÂsis," jawab Fahmi. Adami yang dimaksud adalah Muhammad Adami Okta, keponakan Fahmi yang juga bagian operasional PT MTI.
Jaksa KPK lalu memperliÂhatkan bukti transfer uang ke rekening di luar negeri. Yakni ke rekening JP Morgan Chase Bank, N.A, New York,
Swift code CHASUS33 ABA021-000-021, Favour account 400-928582. Kemudian rekening JP Morgan International Bank Limited, Brussels (JPMGBEBB)
for Further Credit to account name Forestry Green Investments Ltd Account number 9890360. Total uang yang ditransfer ke rekening-rekening itu 900 ribu dolar Amerika. "Saudara Dami waktu itu bilang sudah dikirim," sebut Fahmi.
Uang itu diduga fee untuk Fayakhun menggolkan anggaÂran proyek Bakamla di Komisi I DPR. Anggaran proyek drone direncanakan Rp 722 miliar. Sedangkan proyek satellite moniÂtoring (satmon) Rp 500 miliar. Total Rp 1,22 triliun.
Fayakhun diduga meminta "fee" 1 persen dari total proyek itu. Jumlahnya Rp 12,2 miliar kemudian dikonversi menjadi 927.756 dolar Amerika.
Adami mengaku sudah menÂtransfer uang sebagaimana perÂmintaan Fayakhun yang disamÂpaikan lewat Erwin. "Pada saat itu kami transfer kurang lebih hampir 1 juta dolar," tandasnya. "Ada bukti transfernya." ***
BERITA TERKAIT: