Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lagi, Kejagung Tetapkan Pejabat BKKBN Tersangka

Kasus Korupsi Pengadaan Alat KB Rp 110 Miliar

Kamis, 18 Januari 2018, 10:53 WIB
Lagi, Kejagung Tetapkan Pejabat BKKBN Tersangka
Foto/Net
rmol news logo Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat KB di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).
Selamat Berpuasa

Tersangka baru itu Sanjoyo, bekas Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN. Dalam pengadaan alat KB II/implant tiga tahunan plus inserter tahun anggaran 2015, Sanjoyo bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

"Dari hasil pemeriksaan dan dihubungkan dengan fakta hukumyang lain dari hasil penyidikan selama ini, maka dinilai dan disepakati terhadap SJ me­menuhi syarat secara hukum ditetapkan sebagai tersangka," ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman di kantornya kemarin.

Sebagai KPA, Sanjoyo diang­gap ikut bertanggung jawab atas pengadaan yang merugikan negara Rp 110 miliar itu. Adi mengatakan, Sanjoyo ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa sebagai saksi dalam ka­sus tersebut. "Ini pengembangan perkara alat KB," katanya.

Sebelumnya, penyidik ge­dung bundar Kejaksaan Agung menetapkan Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty seba­gai tersangka. Penyidik pun harta Surya Chandra Surapaty untuk disita guna menutupi kerugian negara kasus ini mencapai Rp 110 miliar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Warih Sadono menyatakan tengah menginten­sifkan pengembalian kerugian negara dalam kasus ini.

"Nilai proyeknya mencapai Rp 190 miliar dengan kerugian Rp 110 miliar. Sedangkan penyidik baru menyita sebesar Rp 5 miliar belum sebanding dengan kerugian negaranya," kata bekas Deputi Penindakan KPK itu.

Uang Rp 5 miliar itu disita dari dua tersangka kasus ini, Yenny Wiriawaty (Direktur PT Triyasa Nagamas Farma) dan Luanna Wiriawaty (Direktur PT Djaja Bima Agung).

Belakangan, keduanya kem­bali menyerahkan uang masing-masing Rp 500 juta kepada pe­nyidik gedung bundar Kejaksaan Agung. Total kerugian negara yang dikembalikan kedua ter­sangka baru Rp 6 miliar.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan ke­pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Surya memiliki harta sebesar Rp 2.847.625.484 dana 83.609 dolar Amerika.

Dalam laporan 16 Mei 2014 itu, Surya memiliki rumah di Jakarta Timur bernilai Rp 516 juta, rumah di Palembang bernilai Rp 391 juta, rumah di Ogan Ilir ber­nilai Rp 40 juta, dan dua bidang tanah di Ogan Ilir yang berharga Rp 12 juta dan Rp 6 juta.

Bekas anggota DPR itu memiliki kendaraan yang bernilai Rp 495 juta, logam mulia Rp 25 juta, surat berharga Rp 5 juta, giro dan setara kas mencapai Rp 1,491 miliar dan 83.609 dolar Amerika.

Kuasa hukum Surya, Edi Utama mengatakan kliennya tak memiliki aset melimpah saat menjabat Kepala BKKBN. "Di BKKBN juga baru, sejak 2015," katanya.

Surya ditetapkan sebagai ter­sangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kontrasepsi KB II/implant tiga tahunan plus inserter 2014-2015 di BKKBN lantaran dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan hasil penyidikan Kejaksaan Agung, Surya dianggap mengabaikan hasil kajian ce­pat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut penyidik, sejak aw­al BPKP sudah memberi peringatan pada BKKBN mengenai pengadaan ini. Peringatan itu dikeluarkan setelah BPKP melakukan kajian anggaran proyek yang mencapai Rp191 miliar.

Selaku pimpinan BKKBN, Surya dianggap tak menerap­kan prinsip kehati-hatian da­lam pemanfaatan dana negara. Dicurigai, perbuatan itu dis­engaja.

Penyidik menemukan bukti terjadi pengangsiran dana negara di proyek ini dilakukan dengan modus menggelembungkan har­ga barang, sekaligus main mata dengan peserta tender dalam mengajukan harga penawaran.

Dalam penyidikan awal, penyidik menetapkan tiga tersangka. Dua dari kalangan swasta. Satu pejabat BKKBN. Mereka ada­lah Yenny Wiriawaty, Luanna Wiriawaty dan Karnasih Tjiptaningrum, Kepala Seksi Penyediaan Sarana Biro Program/ Kepala Seksi Sarana Biro Keuangan BKKBN.

Penetapan ketiga sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidik (sprindik) yang diterbitkan 4 Juli 2017. Saat itu, penyidik telah memeriksa 22 orang saksi.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Karnasih Tjiptaningrum pernah dipanggil penyidik pada 9 Februari 2017. Penyidik mencecar Karnasih soal penetapan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi pengadaan alat KB II/implan batang tiga tahunan plus inserter. Dalam pengadaan itu, Karnasih bertindak sebagai PPK.

Surya menyusul ditetapkan sebagai tersangka dan sejak awal November 2017 ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Kilas Balik
Rugikan Negara Rp 27 M, Rekanan BKKBN Dibui 8 Tahun Pengadaan Alat KB IUD


Bukan kali ini saja anggaranpengadaan alat KB di BKKBN dikorupsi. Tahun 2015, Kejaksaaan Agung mengungkap kasus korupsi pengadaan alat kontrasepsi jenis intrauterine device (IUD) Kit.

Dalam kasus ini Kejagung menetapkan lima orang ter­sangka dan perkaranya telah disidangkan. Para tersangka masing-masing Sudarto (Dirut PT Hakayo Kridanusa), Sobri Wijaya (Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan 2013), Wiwit Ayu Wulandari (Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan 2014), Slamet Purwanto (Manajer PT Kimia Farma) dan Sukadi (Kepala Cabang PT Rajawali Nusindo).

Kepala Cabang PT Rajawali Nusindo, Sukadi, Direktur PT Hakayo Kridanusa, Sudarto. Kemudian bekas Manager Institusi PT Kimia Farma, Slamet Purwanto, Kasubdit Akses & Kualitas Pelayanan KB Galciltas BKKBN, Sobri Wijaya dan Kepala Seksi Standarisasi Pelayanan KB Jalur Pemerintah BKKBN, Wiwit Ayu Wulandari.

Dalam kasus ini penyidik me­nyita uang diduga hasil korupsi sebesar Rp500 juta. Kerugian negaranya dalam kasus ini di­duga mencapai Rp 32 miliar.

Proyek pengadaan IUD kit pada Deputi Bidang Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi BKKBN ini dibagi tiga tahap penganggaran selama ku­run waktu 2013-2014. Pertama dianggarkan sebesar Rp 15 miliar, kedua Rp 13 miliar dan ketiga Rp 14 miliar.

Modus dugaan korupsi yang dilakukannya, berupa manipula­si pengadaan barang, serta tidak sesuainya spesifikasi barang dan standar kesehatan sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Pada 7 Agustus 2015, pe­nyidik memutuskan menahan tersangka Haruan Suarsono? (HS). Sedangkan lima tersangka tersangka lainnya yakni Sukardi, Sudarto, Slamet Purwanto, Sobri Wijaya dan Wiwit Ayu Wulandari lebih dulu dijeblos­kan ke sel.

"Akibat pengadaan IUD Kit di BKKBN, diperkirakan kerugian negara sebesar Rp 27 miliar untuk tiga tahap dari tahun 2013-2014," ungkap Tony Spontana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung saat itu.

Pada 2 Maret 2016, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara ke­pada Sudarto dan mewajib­kan Sudarto mengembalikan kerugian negara Rp 27 miliar. Apabila tidak mau membayar uang pengganti, maka hartanya dirampas. Jika tidak cukup har­tanya membayar uang pengganti itu maka hukumannya ditambah 2 tahun penjara.

Atas vonis itu, Sudarto tidak terima dan mengajukan banding. Tapi bukannya dapat keringanan, hukuman Sudarto malah diper­berat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

"Menjatuhkan pidana karenanya selama 8 tahun penjara," ucap majelis sebagaimana dilan­sir website Mahkamah Agung (MA). Hukuman uang pengganti Rp 27 miliar juga dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Menurut majelis, perbua­tan Sudarto yang mengedar­kan IUD KIT tanpa izin edar, merupakan contoh buruk bagi masyarakat. Patut disadari tidak hanya berdampak pada timbul­nya kerugian keuangan negara tetapi berdampak langsung pada kesehatan kaum ibu di Bumi Pertiwi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA