WAWANCARA

Nila F Moeloek: Uji Kehalalan Vaksin Menghabiskan Waktu, Sementara Kita Tak Punya Obat

Senin, 15 Januari 2018, 09:25 WIB
Nila F Moeloek: Uji Kehalalan Vaksin Menghabiskan Waktu, Sementara Kita Tak Punya Obat
Nila F Moeloek/Net
rmol news logo Penolakan sebagian orangtua terhadap vaksinasi anak bukan hal yang baru. Argumen para penolak vaksin pun beragam, dari yang mengatasnamakan kebebasan indi­vidu, perintah agama, maupun ketakutan atas apa yang mereka anggap sebagai bahaya vaksin.

 Menteri Kesehatan Nila F Moeloek prihatin. Eksistensi gerakan antivaksin di Indonesia dinilainya semakin parah, terutama saat kejadian luar biasa (KLB) difteri merebak. Menteri Nila Moeloek secara terbuka memang tak mempersoalkan gerakan antivaksin tersebut, namun dia berharap kelompok antivaksin tidak menyebarkan dan memaksakan pandangannya kepada orang lain. Sebab jika dipaksakan, jelas berbahaya bagi masyarakat.

Lantas seperti apa keamanan dari vaksin difteri? Apakah benar vaksin difteri diragukan kehalalannya? Lalu perlukan masyarakat memandang halal di tengah status KLB virus difteri? Berikut pemaparan lengkapnya;

Sebenarnya seperti apa sih keamanan dari vaksin dif­teri?
Vaksin difteri aman diguna­kan. Vaksin produksi Bio Farma telah digunakan di 136 negara yang sebagian besar negara mus­lim. Penyakit difteri adalah pe­nyakit yang berbahaya. Bakteri bisa menyebarkan toksin atau racun yang menyerang jantung. Saya mengimbau warga yang belum divaksin, segera melaku­kan vaksin.

Belum lama ini di media so­sial ramai gerakan antivaksin, bagaimana itu?

Memang ada beberapa pihak yang menolak imunisasi ulang atau response immunization alias ORI difteri, lantaran mereka meragukan kehalalan vak­sin tersebut. Saya tegaskan agar masyarakat lebih memperhatikan dan mementingkan dampak serius yang disebabkan oleh bakteri ini. Kami memiliki majelis pertimbangan kesehatan dan syara, untuk kehalalan kami sudah sepakat dari awal sebenarnya menyoal kehalalan vaksin itu tidak termasuk.

Apakah Kementerian Kesehatan memperhatikan soal kehalalan dari vaksin yang ditawarkan kepada masyarakat?
Kementerian Kesehatan sebe­narnya concern juga dengan isu halal dan nonhalal dari vaksin antivirus untuk imunisasi. Tapi masalahnya, hal itu sangat mem­butuhkan waktu, materi, dan tenaga yang besar. Kandungan tak halal bukan hanya ada dalam vaksin, tetapi juga pada obat-obatan. Maka dari itu masyarakat justru harus memikirkan juga tentang kesehatan. Kalaupun nanti diuji kehalalannya, ini harus diuji dulu, betapa tidak gampang itu. Diriset lagi, habis waktu. Sementara kita enggak punya obat, matilah kita.

Memangnya tidak kordinasi terlebih dulu dengan ahlinya, seperti Majelis Ulama Indonesia atau Kementerian Agama?
Kami sudah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, khususnya terkait dengan perdebatan yang menyoal halal dan nonhalal vaksin. Pada su­rat tersebut, Kemenkes juga meminta Presiden untuk bisa menyampaikan kepada pihak Kementerian Agama. Maka kita buat surat kepada Presiden, be­tapa ruginya jika ini hadir lagi.

Kalau dengan MUI yang memiliki kewenangan fatwa halal atau haram bagaimana kerjasamanya?
Kami juga selalu bekerjasama dengan badan terkait, seperti Kementerian Agama, MUI, hingga Badan Produksi Jaminan Halal dalam agenda-agenda kesehatan yang berkaitan dengan vaksin dan obat. Bayangkan saja kalau tidak halal baik obat atau vaksin, kita mau apa? Kalau kita sakit, kita tidak bisa diobati.

Bagaimana Kemenkes me­mandang gerakan antivaksin yang ramai di media sosial, apakah itu menjadi hambatan bagi lembaga pimpinan Anda?
Saya tak mempermasalahkan orang yang berpikiran antivak­sin. Namun saya berharap kel­ompok atau orang-orang yang antivaksin tersebut tidak menye­barkan dan memaksakan pan­dangannya kepada orang lain. Ini bisa merugikan orang lain bahkan negara. Seseorang yang sengaja menyebarkan antivaksin atau pemahamannya maka dirin­ya membuat seseorang menjadi korban. Bagaimana bisa masuk surga, masuk neraka orang itu. Apalagi orangnya atau korban antivaksin mati, langsung bisa mengadu sama Tuhan.

Sebenarnya masyarakat yang enggan untuk memvak­sinasi anaknya bukan hanya lantaran gerakan antivaksin tersebut, tapi juga ada karena adanya keluhan anak mereka sakit demam setelah divaksin. Bagaimana itu?
Sehabis disuntik vaksin bi­asanya panas. Jadi jangan ber­pikir seolah-olah habis disuntik di Puskesmas karena vaksinnya gratis, pemerintah kasih yang tidak bagus.

Sebenarnya berapa sih ang­garan yang dialokasikan pe­merintah untuk vaksinasi difteri ini?
Anggarannya begitu besar karena suntik vaksinnya diberi­kan gratis kepada masyarakat. Namanya kalau anak kan tidak bisa bicara, kita sebagai orang tua harus bijak.

Kabarnya Anda juga akan akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan terkait program vaksinasi ini?
Kemenkes akan berkoordi­nasi dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar setiap anak yang akan masuk sekolah disuntik vaksin terlebih dahulu. Tapi bukan artinya yang belum imunisasi tidak bisa masuk sekolah, bukan. Namun suntik dia sebelum masuk sekolah.

Sejauh ini apakah ditemu­kan kembali daerah yang terjangkit virus difteri?
Terakhir dari tanggal 9 Januari terdapat 85 kabupaten/kota dari 170 kabupaten/kota sudah tidak ditemukan kasus baru.

Jadi, tidak ada lagi vaksinasi difteri?

Imunisasi terus dilakukan untuk memastikan kita imun. Untuk ta­hun 2018 Kemenkes menargetkan akan melakukan imunisasi difteri sebesar 90 persen. Stok vaksin difteri lebih dari cukup. Karena produsen vaksin difteri, yakni perusahaan milik negara PT Bio Farma untuk sementara menghen­tikan ekspor ke-136 negara. Jadi tidak ada alasan kita kekurangan vaksin. Saya ingatkan pentingnya imunisasi, yakni untuk menjaga kekebalan tubuh. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA