Para perwira TNI-Polri yang ikut bertarung di pilkada memang belum resmi mundur, tapi pengunduran diri mereka sedang diproses bukankah boleh seperti itu? Tetap saja tidak boleh. Sepanjang para calon kandidat TNI-Polri ini masih aktif, seÂharusnya mereka tidak boleh melakukan kampanye dan peÂmasangan atribut politik. Itu adaÂlah bagian dari berpolitik. Tentu saja ini menjadi kekhawatiran banyak pihak karena berbahaya bagi kehidupan demokrasi.
Sebelumnya juga kan ada calon dari TNI-Polri. Kenapa baru sekaÂrang dipermasalahkan? Kali ini beda. Kalau sebelumnya calon-calon yang maju itu sudah resmi mengundurkan diri. Kalau sekarang kan masih aktif tapi sudah maju, sudah ikut berpolitik praktis. Sebagai calon kepala daerah, mereka mengikuti acara partai politik, dengan menÂgenakan seragam partai politik. Bahkan, ada pula yang sudah menyatakan ketertarikan masuk partai politik, padahal saat itu ia belum resmi mengundurkan diri sebagai anggota TNI atau Polri.
Siapa calon yang melakukan hal itu? Tidak etis lah kalau saya sebut namanya. Tapi teman-teman bisa cari tahu sendiri siapanya. Yang jelas itu sebuah pelanggaran, dan sangat disesalkan bisa terjadi seperti itu. Ini sama saja mengÂgoda TNI atau Polri untuk kemÂbali berpolitik secara praktis.
Bisa dijelaskan aturan apa yang mereka langgar? Larangan anggota TNI dan Polri aktif tidak boleh berpoliÂtik diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, dan Undang-undang Nomor 2 taÂhun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang TNI menyebutkan menyatakan bahwa Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Sedangkan dalam Undang-undang Polri Pasal 28 Ayat 1 meÂnyebutkan bahwa "Kepolisian negara republik Indonesia berÂsikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis."
Dengan adanya aturan tersebut, menurut Anda keÂnapa mereka masih bisa maju di pilkada? Ini tidak lepas dari lemahnya aturan dalam Undang-Undang Pilkada. Tidak ada ketentuan yang tegas melarang pelibatan militer dan polisi aktif sebagai calon kepala daerah di sana. Meski demikian, seharusnya hal itu tidak dijadikan ruang untuk melegitimasi bagi anggota TNI dan Polri aktif untuk berpolitik. Payung hukum tentang larangan bagi anggota TNI dan Polri aktif tidak boleh berpolitik cuÂkup jelas diatur dalam Undang-undang TNI dan Polri, sehingga dalih lemahnya Undang-undang Pilkada tidak bisa dijadikan celah bagi para anggota TNI dan Polri aktif untuk ikut pilkada.
Anggota TNI dan Polri itu memiliki jiwa esprit de corps dan struktur hirarki komando, sehingga sepanjang mereka masih berstatus sebagai anggota TNI atau pun Polri aktif, maka akan potensial mengakibatkan terjadinya penyÂalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Hal ini akan membuka kemungkinan terjadinya pengerahÂan kekuatan militer, atau pun polisi untuk memenangkan pilkada.
Lalu apa saran Anda terkait masalah ini? Ada lima hal yang kami minta. Pertama, kami mendesak seluÂruh kandidat calon kepala daerah yang berasal dari TNI dan Polri aktif harus mengundurkan diri sebelum terjun dalam arena politik, alian mencalonkan diri di pilkada.
Kedua, Kapolri dan Panglima TNI harus memastikan setiap calon Kepala Daerah yang berasal dari TNI-Polri tidak menggunakan kekuatan, sumÂber daya, jejaring teritori TNI/ Polri dalam kontestasi pilkada. Tindakan yang tegas, terbuka dan transparan harus dilakukan terhadap anggota TNI-Polri yang terbukti berpolitik praktis, dan atau memberikan dukungan baik secara terbuka atau pun diam-diam kepada calon tertentu.
Ketiga, Komisi Komilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan pengawasan atas potensi abuse of power,dan penyimpangan fasilitas jabatan berkaitan dengan pencalonan kepala daerah dari TNI-Polri.
Apa saran selanjutnya? Keempat, terkait dengan ketenÂtuan dalam undang-undang yang hanya mengatur tentang kewaÂjiban mundur anggota TNI-Polri aktif, apabila mengikuti pilkada atau pun pemilu sejak ditetapkan sebagai calon dalam pilkada atau pemilu. Perlu dilakukan pengaturan yang lebih jelas dan spesifik, khususnya berkenaan dengan tenggang waktu pengunduran diri harus jauh sebelum proses pencalonan di tingkat partai dan pendaftaran di KPU. Itu untuk mencegah berkembangnya poliÂtik praktis di tubuh TNI-Polri, dan memastikan netralitas, proÂfesionalisme sektor pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum tidak tergerus oleh kepentingan �" kepentingan politik.
Kelima, partai politik sebagai salah satu mesin demokrasi untuk secara serius menjaga marwah demokrasi yang meruÂpakan amanat serta cita-cita reformasi dengan memendesak kepada calon anggota TNI dan Polisi aktif untuk mengundurÂkan diri sebelum maju dalam pilkada. ***
BERITA TERKAIT: