Pelaksana Tugas Kepala Auditorat III B itu memiliki deÂlapan mobil: Mini Cooper SF57 Cabrio, Mercedez Benz C250, Toyota Fortuner VRZ, Jeep Wrangler Rubicon, Honda CRV, Mercedez Benz A45 AMG, Toyota Alphard Vellfire, dan BMW M2 Coupe F87.
Yudy Ayodya Baruna, anak buah Ali mengaku diminta Wuryanti Yustianti, istri Ali menyembunyikan mobil-mobil itu. Permintaan itu setelah Ali ditangkap KPK lantaran menerima suap terkait pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Desa tahun 2016.
"Iya (ada permintaan). Maksudnya agar mobil Ali Sadli tidak ditaruh di satu tempat saja," ungkap Yudy ketika menÂjadi saksi sidang perkara suap, gratifikasi dan pencucian uang Ali Sadli di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Mobil yang dipindahkan Jeep Wrangler Rubicon, Mini Cooper, Honda CRV dan Vellfire. "Saya taruh di kediaman almarhum kakak saya, Ivan," aku Yudy.
Setelah menyembunyikan mobil-mobil itu, Yudy diminta menjualnya. Yudy meminta bantuan temannya, Ardi. Vellfire berhasil dilego ke showroom Rp 550 juta.
Uang hasil penjualan diserÂahkan kepada Supriyadi, orang dekat Ali. "Ali ditangkap Jumat malam itu. Hari Sabtu (mobil) saya serahkan ke Ardi. Selasa sudah laku lagi. Jam 8 malam saya kasih uangnya semua ke Supriyadi," tutur Yudy.
Saksi Rasyid Syamsuddin mengungkapkan istri Ali juga meminta tolong menjualkan Toyota Fortuner VRZ. Mobil itu lalu ditawarkan ke showroom. Laku Rp 420 juta.
Uang hasil penjualan mobil juga diserahkan ke Supriyadi atas perintah istri Ali. Rasyid mengaku tak diberi persenan atau komisi.
Widi, pensiunan BPK ikut membantu menyembunyikan mobil. Apriyadi Malik alias Yaya mengaku pernah dihubungi Widi untuk menyimpan mobil-mobil Ali.
"Waktu itu Pak Widi, pangÂgilannya Puang, telepon saya bilang ya kalau bisa mobilnya dipindahin ke rumah saya aja. Itu Pak Widi, temannya Pak Ali," tutur Yaya.
"Saya awalnya memindahkan mobil tiga tapi ternyata ada lima," lanjutnya. Semua mobil itu pun diboyong ke rumah Yaya yang tak jauh dari kediaÂman Ali.
Setelah semua mobil dipinÂdahkan, Yaya bertemu dengan istri Ali, Yanuar (kakak ipar Ali) dan Yudy. Yaya memberitahukan ada lima mobil di rumahnya.
Belakangan, Yaya meminta semua mobil di rumahnya ditarÂik. Sopir Ali lalu memindahkan mobil-mobil itu.
"Saya enggak mau ketumpuan aja," dalihnya.
Majelis hakim heran dengan keterlibatan Yaya memindahÂkan mobil-mobil Ali. "Apa sih alasannya mobil dipindahin?" tanya ketua majelis hakim Ibnu Basuki. "Saya prihatin saja Pak. Enggak ada maksud apa-apa," jawab Yaya.
Hakim Ibnu tak percaya beÂgitu saja alasan Yaya. "Lho ini enggak rasional, kenapa harus mindahin mobil orang lain? Maksudnya apa?" cecarnya kepada Ali.
"Karena Pak Ali ketangkap," jawab Yaya. Ia akhirnya berterus terang mobil-mobil itu dipindahÂkan untuk dijual.
Giliran jaksa KPK menanÂyakan hubungan Yaya dengan Ali. Yaya mengaku wiraswasta. Kenal beberapa orang di BPK.
Jaksa KPK lalu membeberkan rekaman percakapan Yaya denÂgan Yanuar, kakak ipar Ali.
Pada sidang sebelumnya, Supriyadi, Direktur Utama PT ABP Nusantara mengaku ikut membantu menjual mobil Ali. "Saya bawa ke rumah, saya tawarkan. Tetangga saya punya showroom, habis diperbaiki lalu dibawa. Saya tawarkan ke tetangga saya Rp 950 juta laku," ujar Supriyadi.
Supriyadi telah menyerahkan uang hasil penjualan mobil Ali kepada penyidik KPK. "Setelah itu kami dipanggil KPK, ditÂanya-tanya, saya jawab semua. Saya serahkan (uang) yang ada di saya," katanya.
Kilas Balik
Ngaku Pengusaha Minyak, Ali Gaet Dua Perempuan Sekaligus
Auditor BPK Ali Sadli memiÂliki hubungan asmara dengan Salli Okilia dan Dwi Futhuayuni. Mengaku pengusaha minyak, Ali tebar pesona dan uang kepada kedua perempuan itu.
Hal itu terungkap dalam perÂsidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Rio Kurniawan, agen properti mengungkapkan, perÂnah menyewakan 1 unit aparteÂmen Cassa Grande Residence di Kota Kasablanka kepada Salli.
"Februari 2017, Ibu Salli menÂcari apartemen dengan 2 kamar tidur di Apartemen Casa Grande Residence. Ada dua kamar tidur, dua kamar mandi. Yang sewa atas nama Salli," kata Rio.
Rio mengungkapkan pernah bertemu sekali dengan Ali. Salli memperkenalkan Ali sebagai suaminya. Biaya sewa aparteÂmen 1.300 dolar Amerika per bulan. Salli menyewanya untuk 12 bulan dan dibayar tunai. "Total Rp 207 juta," tuturnya.
Setelah transaksi, Rio memÂberikan kunci apartemen ke Salli. Rio tak pernah lagi berÂtemu Salli maupun Ali setelah serah-terima kunci.
Salli yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan itu pun dikorek mengenai hubungannya dengan Ali. "Ada Saudara pacaran dengan terÂdakwa (Ali Sadli)?" tanya ketua majelis hakim Ibnu Basuki.
Sambil menundukkan kepala, Salli mengakuinya. "Iya," kaÂtanya dengan suara pelan.
"Sudah menikah?" cecar haÂkim Ibnu. Salli mengaku belum menikah dengan Ali.
Tak puas dengan jawaban itu, hakim Ibnu kembali mengonÂfirmasi apakah Salli sudah meÂnikah dengan Ali. "?Tidak Yang Mulia," kata Salli yang bersaksi menggunakan cadar itu.
Hakim terus mengorek hubungan asmara ini lantaran Ali membiayai hidup Salli. Sebelum pindah ke apartemen, Salli mengaku tinggal di rumas kos dengan harga sewa Rp 3 juta per bulan. "Alamat saya di Tebet Dalam waktu itu kos-kosan. Kenapa ngobrol apartemen, karena tiap bulan enggak tentu dapat gaji. Ali kasihan sama saya, terus ngebantu saya untuk sewa apartemen," tutur Salli.
Ali lalu mengirim uang via transfer kepada Salli untuk sewa apartemen. "Pertama Rp 20 juta, ada yang Rp 25 juta. Ada Rp 15 juta, Rp 20 juta, Rp 15 juta. Seingat saya totalnya Rp 120 juta. Saya cari-cari apartemen, memang harganya segitu Rp 200 juta (per tahun). Kemudian saya sampaikan ke dia (Ali). Dua hari setelahnya, saya pergi ke agenÂnya untuk bayar apartemen itu," ujar Salli.
Setelah transaksi sewa aparÂtemen dengan Rio, Salli memÂberikan salah satu kuncinya kepada Ali. "Ada dua kunci, satu kuncinya saya kasih ke Ali," kata Salli.
Tak hanya menyewakan aparteÂmen, Ali juga memberikan uang keÂpada Salli untuk umroh. Jumlahnya Rp 40 juta pada April 2017. "Tiga bulan setelah perkenalan," aku Salli.
Meski kerap disawer uang, Salli tak tahu pekerjaan Ali. Ketika berkenalan di gerai kopi di Plaza Senayan pada akhir Januari 2017, Ali mengaku pengusaha. "Yang bersangkutan mengaku pengusaha minyak. Dia bilang itu waktu pertama ketemu," kata Salli.
Keduanya lalu bertukar noÂmor telepon. Setelah menjalin komunikasi intens, Salli dan Ali kembali bertemu di Tebet. Salli mengaku hubungannya dengan Ali semakin dekat.
Belakangan, Salli baru mengetahui pekerjaan Ali setelah ditangkap KPK. "Saya tahu pekerjaan dia (Ali) setelah baca berita, OTT (operasi tangkap tangan) KPK," ujar Salli.
Sama seperti Salli, Ali juga pernah memberi uang kepada Dwi Futhiayuni, caddy golf Palm Hill Sentul Circuit, untuk umroh. "Saya rencana umroh tanggal 10 Juli (2017). Biayanya kurang tahu. Jadi saya tinggal berangkat saja sama ibu saya, dibiayai Pak Sadli. Namun, setelah (OTT) itu terjadi, enggak ada kabar lagi," kata Dwi.
Dwi mengaku Ali pernah memberikan kartu ATM dengan saldo Rp 75 juta saat bertemu di Hotel Santika Bintaro pada 26 Mei 2017.
"Selain uang itu saya juga pernah diberi cash Rp 10 juta, di Senayan, setelah makan malam," ujar Dwi.
Sebelum berangkat umroh, Dwi sempat curhat kepada Ali mengenai utang keluarganya. "Saya kan tulang punggung keluarga. Saya bilang ada kepÂerluan sekitar Rp 25 juta. Kalau misalkan saya umroh, enggak enak dengar omongan orang jadi harus saya lunasi dulu keperluan keluarga saya sebelum umrah," tutur Dwi. ***
BERITA TERKAIT: