Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hanjeli, Biji-Bijian Pengganti Beras Jadi Favorit Warga Wado Sumedang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 05 Januari 2018, 05:06 WIB
Hanjeli, Biji-Bijian Pengganti Beras Jadi Favorit Warga Wado Sumedang
Biji Hanjeli/net
rmol news logo Terhitung dari awal tahun 2018, Kementerian Pertanian mulai menjalankan program percepatan diversifikasi pangan yang pencanangannya telah dilaksanakan pada Oktober 2017 lalu.

Demikian dikatakan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Liferdi Lukman, Jumat (5/1).

“Salah satu upaya penyediaan pangan alternatif dimaksud adalah melalui peningkatan kapasitas produksi pangan di dalam negeri dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal,” ujat Liferdi.

Menurut Liferdi, Indonesia dengan mega  biodiversity yang tersebar di seluruh daerah menjadi berkah dan potensi tersendiri untuk pengembangan pangan lokal dengan ciri ciri mudah tumbuh, mudah dipelihara, mudah ditemukan di banyak daerah secara spesifik lokasi, dan memiliki kandungan gizi seimbang.

Salah satu sumberdaya lokal yang berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pangan pokok adalah hanjeli. Hanjeli merupakan tumbuhan biji-bijian tropis dari suku padi-padian dengan nama latin Coix lacyma. Hanjeli diketahui memiliki nilai gizi yang tidak kalah kualitasnya dibanding beras dan jagung serta memiliki kandungan lemak dan protein yang tinggi diantara tanaman serealia lainnya.  

Berdasarkan penelitian Tati Nurmala tahun 2007 lalu diketahui biji hanjeli mengandung gizi setara dengan beras, yakni dalam 100 gr bahan terdapat karbohidrat (76,4 %), protein (14,1 %), bahkan kaya dengan kandungan lemak nabati (7,9 %) dan kalsium yang tinggi (54,0 mgr).  Tidak heran kalau hanjeli baik untuk dikonsumsi penderita penyakit diabetes.

”Hanjeli telah dikembangkan di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat dengan memanfaatkan lahan-lahan tegalan. Melalui kegiatan Rintisan Model Pengembangan Diversifikasi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, telah diupayakan pertanaman pada luasan 5 hektare di tahun 2016.  Pada tahun 2017 meningkat menjadi 20 hektare,” katanya.

Masyarakat Sukajadi Wado menurut Liferdi harus lebih dulu menikmati manfaat dan khasiat hanjeli sebelum masyarakat luar. Oleh karena itu hanjeli yang ditanaman harus dikonsumsi. Dengan prinsip ini model pengembangan diversifikasi pangan berbasis hanjeli di Desa Sukajad, Kecamatan Wado akan berhasil mengubah pola makan harian secara bertahap. Liferdi membeberkan bila di tahun 2016 30 petani telah mengganti makan malam mereka yang biasanya nasi (beras) dengan nasi hanjeli.

“Tahun 2017 ditingkatkan lagi menjadi 100 orang petani mengganti makan nasi selama satu hari dengan nasi hanjeli berselang seling setiap hari, sehingga diharapkan mampu mengurangi konsumsi beras di wilayah sasaran kegiatan hingga 50%,” jelasnya.

Ke depan, lanjut Liferdi, model diversifikasi pangan akan ditingkatkan dengan 2 pola konsumsi menganti nasi dengan hanjeli untuk mengurangi kebutuhan akan nasi cukup dengan cukup signifikan, walau di tingkat rumah tangga.  Dengan mengganti sarapan pagi dan makan malam dengan hanjeli, konsumsi beras  dari rata-rata 130 menjadi 41 kg/org/thn, ini sdh sama dgn Korea bahkan dibawah Jepang yg 50 kg/kapita/thn. Thn 2018 diharapkan pola konsumsi ini diterapkan pada seluruh masyarakat Desa Sukajadi. Untuk itu dibutuhkan 100 ha tanaman hanjeli.

Meski demikian Lierdi tidak memungkiri bahwa ekonomi komunitas hanjeli juga harus hidup. Untuk itu Ia mengimbau agar komunitas hanjeli wado menanam untuk memenuhi dua kebutuhan. Dimana setengah untuk dikonsumsi dan sisanya untuk dijual.  

Diwawancara terpisah, Nisa, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Pantastik mengatakan bahwa petani di desanya juga diajak melakukan diversifikasi produk olahan dari beras dan tepung hanjeli menjadi berbagai macam makan ringan.

“Ada yang mengolahnya jadi brownis, bolu kukus, tape, kerupuk, teng teng, sereal, dan lain-lain,” jelas Nisa.

Kaya Nisa, anggota KWT di desanya mendapat bantuan dari pemerintah untuk mengolah bahan pangan hanjeli. Mereka yang terlibat adalah UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian seperti BB Pasca Panen, serta institusi lain yakni Universitas Pajajaran. Atas bantuan Pemprov Jabar, pihaknya sudah memiliki sertifikasi halal MUI.

“Dengan pengembangan olahan hanjeli menjadi berbagai produk  yang sudah dipasarkan ke luar Sumedang, minat petani setempat untuk menanam lahan-lahan tegalannya  dengan hanjeli semakin meningkat," demikian Nisa. [san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA