Hingga akhir pekan lalu, terÂhitung sudah empat kali tanggulyang berada di wilayah RT 3 RW 6 itu jebol. Kini, tanggul Kali Pulo kembali diperbaiki. Pada Senin lalu, puluhan petugasdari Dinas Tata Air Jakarta Selatan membangun tangguldi kali tersebut. Tanggul dibangun dari batu kali. Jika sebelumnya batu kali hanya diperkuat ikaÂtan kawat, kali ini diperkuat adukan semen.
Tanggul sepanjang sekitar 20 meter dan tinggi dua meter itu, dibangun di aliran kali yang berada di sekitar Mushola Sabili. Mushola itu berada di pinggir Kali Pulo. Posisi tanggul pun berbeda dengan posisi tanggul sebelumnya. Tanggul tersebutsatu meter lebih lebar dari tangÂgul sebelumnya. Sehingga, aliran Kali Pulo pun bertambah lebar di tempat tanggul yang jebol.
Di sisi lain, warga yang tadinÂya mengungsi di Mushola Sabili dan Masjid Al-Ridwan sudah kembali ke rumah masing-masing. Aktivitas warga sudah berÂlangsung seperti biasa. Namun, bekas banjir di lingkungan terseÂbut masih tampak jelas. Tanah dan lumpur masih digenangi air pada Senin lalu. Dinding rumah warga pun masih terdapat bekas air. Bau tak sedap tercium.
Ada cukup banyak warga yang jadi korban saat tanggul jebol. Hanifah salah satunya. Kata dia, jebolnya tanggul Kali Pulo cukup membuat repot dia dan keluarganya. Selain harus menyelamatkan semua harta benda, dia pun mesti mengungsi ke rumah tetangganya.
Saat kejadian lagi Sabtu lalu, dia sedang di rumah bersama ibunya. Ketika itu airnya deras. Mau keluar rumah, Hanifah bingung. "Akhirnya, saya bisa keluar, tapi ibu saya terjebak di dalam. Harus pecahkan jendela untuk mengeluarkan ibu," tutur Hanifah.
Tak seperti sejumlah warga lain yang mengungsi di Mushola Sabili dan Masjid Al Ridwan, Hanifah dan keluarganya memiÂlih mengungsi di rumah tetanggÂanya yang merupakan bangunan dua lantai. Rumah tetangganya pun sebenarnya ikut terkena banjir. "Rumahnya tingkat, jadi saya ngungsi di atas, sama anak dan ibu saya."
Dia ingin agar tanggul Kali Pulo dibuat kuat dan permanen, sehingga meminimalisir keÂmungkinan jebol lagi. Hanifah pun berharap, normalisasi Kali Pulo segera dilaksanakan.
"Kalau jangka pendek mungÂkin pakai tanggul bisa aman, tapi jangka panjang lebih bagus normalisasi," ucapnya.
Kali Pulo yang berada di wilayah tersebut, tidak lagi selebar sebelumnya. Saat ini, bagian palÂing lebar Kali Pulo kurang dari lima meter. Bahkan makin ke hilir, aliran semakin menyempit. Lebarnya bahkan hanya sekitar satu meter. Lebih mirip got atau saluran pembuangan rumah tangga daripada kali.
Menurut Arief Syarifuddin, Ketua RW setempat, ada cukupbanyak warga sekitar Jati Padang, Jakarta Selatan, yang membangun rumah di bantaran dan di atas Kali Pulo. Arief pun berharap agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan segera melakukan normalisasi.
Arief menjelaskan, ratusan bangunan permanen di bantaran dan di atas Kali Pulo sudah lama berdiri. Awalnya, warga mendirikan rumah di bantaran, namun sekitar 2010 banyak yang mendirikan tempat tinggal di atas kali.
"Kebetulan 2010 itu saya beÂlum jadi Ketua RW. Makanya, Pak Gubernur menanyakan, ini RT-RW kok bisa mengizinkan," kata Arief yang jadi Ketua RW sejak 2014.
Arief menambahkan, ada seÂbagian warga yang memiliki serÂtifikat hak milik (SHM). Dia pun mempertanyakan hal itu, karena seharusnya tidak ada legalitas kepemilikan lahan bagi warga yang mendirikan bangunan di bantaran dan di atas kali.
"Kan begini, kadang RT RW itu gimana lurah, Pak. Kalau lurah sudah menyatakan salah, harusnya kan tidak diteken itu surat. Sertifikat itu kan rekoÂmendasi dulu, rekomendasi lurah dan camat. Harusnya kan lurah, camat itu cek dulu, sebeÂlah timur misalnya perbatasanÂnya kali," ucapnya.
Dia pun menampik jika seÂlama ini dikatakan diam. Arief mengaku pernah menegur warga yang mendirikan bangunan di bantaran dan di atas kali. Namun, tegurannya tak mengÂhasilkan apa-apa.
"Pernah kita tegur bahwa itu menyalahi aturan, tapi tetap saja 'ditabrak.' Saat kita mau gusur istilahnya, warga minta ganti untung, bukan ganti rugi," ujar Arief.
Menurut Arief, dirinya sudah menyampaikan langsung ke Anies bahwa warga Jati Padang sebenarnya sudah siap menghadapi normalisasi Kali Pulo. Namun, warga meminta ganti rugi.
"Sudah saya sampaikan ke Pak Gubernur, beberapa hari lalu kita sudah kumpulkan warga yang terkait di bantaran kali maupun di atas kali. Mereka siap dinormalisasi dengan catatan ada ganti untung, bukan ganti rugi. Kalau ganti rugi sesuai NJOP, kalau ganti untung mungkin di atas NJOP," ujarnya.
Menurut Arief, Anies saat itu menjawab akan ada penggantian kepada warga sesuai ketentuan. Ketentuannya seperti apa, nanti dibahas lagi oleh Anies bersama para kepala suku dinas terkait. Setelah itu, baru Anies akan bertemu warga yang akan terÂdampak normalisasi.
Arief menambahkan, dirinya juga sudah bicara dengan camat dan lurah. Sebelum ada perÂtemuan lanjutan dengan Anies, dia berharap warga dikumpulkan dan melakukan pembahasan agar satu suara terkait normalisasi.
Dijelaskan, di RW 06 tersebut, terdapat tujuh RT yang lokasinya berada di sepanjang aliran Kali Pulo. Masing-masing, yakni RT 11, RT 3, RT 4, RT 14, RT 10, RT 6, RT 13.
Terkait normalisasi, kata dia, saat ini ada 121 rumah permanen di wilayah RW 6 yang dibangun di bantaran dan di atas Kali Pulo. Hal tersebut akan dibahas lagi, sesuai ketentuan yang berlaku.
"Itu kalau bicara normalÂisasi lebarnya lima meter. Aturan normalisasi menurut Kasudin Sumber Daya Air 20 meter. Kalau begitu, berarti bisa lebih. Tapi tadi saya bicara dengan Pak Gubernur, bisakah lima meter saja. Nanti dibahas, ketentuan-ketentuan itu akan disampaikan segera," ucap Arief. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.