"HSG sudah ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Polres Jakarta Selatan," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Hery diduga memberi suap kepada Rita untuk mendapatkan izin lokasi perkebunan sawit inti dan plasma di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Pria yang biasa dipanggil Abun itu diduga menggelontorÂkan Rp 6 miliar pada Juli hingga Agustus 2010 agar PT Sawit Golden Prima itu mengantongi izin tersebut.
Hery diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, atau Pasal 5 ayat 1 huruf a, atau Pasal 13 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi.
Hery telah membantah meÂnyuap Rita. Ia berdalih urusan dengan Rita terkait jual-beli logam mulia. "Itu hanya jual beliemas. Hal ini juga sebeÂnarnya sudah pernah diperiksa KPK, yang saat itu pimpinan KPK sebelumnya. Semua saksi juga sudah diperiksa," katanya dalam keterangan pers di Kota Samarinda, 3 Oktober 2017 lalu.
Ia menjelaskan pada 2010 membeli 15 kilogram emas milik Rita seharga Rp 6 miliar lebih. Jual-beli itu dilakukan legal, dan uang pembayaran ditransfer lewat bank.
"Makanya, hal ini juga sudah saya jelaskan ke pimpinan KPK lama. Hasil pemeriksaannya juga masih ada. Saat itu ada pemerikÂsaan dari Dinas Perkebunan hinggaDinas Pertanahan," katanya.
Hery mengungkapkan perusaÂhaannya PT Sawit Golden Prima sudah lama tak menghasilkan untung. "PT SGP itu perusahaan merugi. Tak bisa diapa-apakan. Masih menunggu izin, dari awal hingga sekarang. Izinnya sama sekali belum selesai," katanya.
Rita juga membantah pernahmenerima uang dari Abun. "Saya dituduh menerima uang dari Bapak Abun ini tanggal 22 Juli 2010 melalui transfer dan 5 Agustus 2010. Saya tanda tangan izin Abun 8 Juli, seminggu pasca menjadi Bupati (periode) pertama," jelas Rita dalam akun media sosialnya.
Rita mengungkapkan, Abun pada saat pilkada adalah pendukung calon lain. Ia menandaskan tidak mau menerima apapun dari yang bersangkutan.
"Karena (ini) jual beli emas saya minta ditransfer, dan itulah saya dikatakan terima gratifikasi," tandasnya lagi.
Rita yakin, tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada diÂrinya tidak akan terbukti. "Saya katakan sekali lagi, penetapan saya sebagai tersangka terlalu terÂburu-buru. Saya akan sampaikan pada dunia saya tidak bersalah, saya tidak korupsi," katanya.
Namun dalih itu tak mengubah pendirian KPK. Proses hukum terhadap Rita dan Hery tetap berjalan. KPK lebih dulu menaÂhan Rita usai menjalani pemerikÂsaan perdana sebagai tersangka pada 8 Oktober 2017.
Sebelumnya, KPK telah menggeledah kantor Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, ruang kerja Bupati Rita dan meÂmeriksa sejumlah saksi. KPK juga menggeledah rumah Hery dan Hotel Golden miliknya di Samarinda.
Kini, Hery menyusul ditahan usai menjalani pemeriksaan perÂdana sebagai tersangka di KPK.
Kemarin, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Khairuddin, Komisaris PT Media Bangun Bersama. Khairuddin bersama Rita menjadi tersangka kasus penerimaan gratifikasi.
Rita diduga menerima gratifikasi 775 ribu dolar Amerika atau setara Rp 6,97 miliar dariPT Citra Gading melalui Khairuddin.
Kilas Balik
Abun Dijerat Kasus Suap Izin SawitLolos Dari Kasus Pungli
Pengadilan Negeri Samarinda memvonis bebas Hery Susanto Gun alias Abun dan Noor Asriansyah alias Elly. Keduanya dinyatakan tidak terbukti melakukan pungutanliar (pungli) di Terminal Petikemas Pelabuhan Palaran, Kota Samarinda.
Putusan itu diketuk ketua maÂjelis hakim Joko Sutrisno yang didamping Burhanuddin dan Henry Dunant pada 12 Desember 2017. Pembacaan putusan berÂlangsung selama satu jam.
"Mengadili satu, menyatakan terdakwa Hery Susanto alias Abun tidak terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti secara sah bersama melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan ke satu Pasal 368 ayat (1) KUHP juncto pasal 55," putus Joko.
"Dua, membebaskan terdakwa Hery Susanto dari semua dakÂwaan penuntut umum. ?Tiga, membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan ini diucapkan," lanjut Joko membaÂcakan amar putusan.
Putusan ini mementahkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, JPU menÂganggap Abun dan Elly terbukti melakukan pungli di Terminal Petikemas Pelabuhan Palaran Samarinda.
Lantaran itu JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider enam bulan penjara. Sementara Elly dituntut hukuman enam tahun penjara.
Abun yang menjabat Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) dan Elly, Sekretaris PDIB ditetapkan terÂsangka setelah Badan Reserse Kriminal Polri bersama Polda Kalimantan Timur melakukan operasi pemberantasan pungli di Pelabuhan Palaran.
Keduanya melakukan pemerasan dengan menarik bea masuk kepada sopir truk petikemas Rp6 ribu pada 2012. Pada 2014 naik jadi Rp10 ribu. Pada 2017 menÂjadi Rp 20 ribu.
Sopir truk sempat berdemo menolak pungutan ini. Aksi itu dilawan dengan menggerakkan kelompok bersenjata tajam. "Akibat ada ancaman itu sopir merasa takut dan mengakibatkan ancaman psikis hingga terpaksa membayar biaya masuk," kata JPU dalam tuntutannya.
Kurun 2012 hingga 2017, PDIB meraup Rp9 miliar dari pungli kepada sopir petikemas. "Di antaranya ada yang diserÂahkan ke Saudara Terdakwa (Abun). Sempat dibelikan batu untuk menguruk tempat bongkar muat, usaha kayu sengon dan kandang ayam milik terdakwa," urai JPU.
Lolos dari kasus pungli, Abun tak bisa menghindari penyidikan kasus suap perizinan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan KPK. Kemarin, KPK menahan Abun usai menjalani pemerikÂsaan perdana sebagai tersangka kasus suap itu.
Kasus pungli di Pelabuhan Palaran juga menyeret Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Jaffar Abdul Gafar dan Sekretaris Komura Dwi Hari Winarno. Keduanya dituntut hukuman 15 tahun penjara.
Selain itu, Jaffar dan Dwi juga dituntut membayar denda masÂing-masing Rp2 miliar subsider enam bulan penjara.
Tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dan Kejaksaan Negeri Samarinda menganggap kedua terdakwa terbukti melangÂgar Pasal 368 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal yang memperberat tuntuÂtan lantaran perbuatan kedua terÂdakwa meresahkan masyarakat, terutama pengguna jasa tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pelabuhan Palaran. Keduanya juga tak mengakui perbuatan mereka melanggar hukum.
Komura diduga melakukan pungli sejak 2010 hingga 2017 dengan jumlah mencapai Rp 2,46 triliun. ***
BERITA TERKAIT: