Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PT AHB Dapat Izin Tambang Di Lahan Konsesi PT Inco

Kasus Korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara

Selasa, 19 Desember 2017, 11:32 WIB
PT AHB Dapat Izin Tambang Di Lahan Konsesi PT Inco
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam/Net
rmol news logo Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di atas lahan konsesi PT International Nickel Indonesia (Inco). Izin dikeluarkan sebelum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui pelepasan lahan konsensi Inco di Blok Malapulu, Pulau Kabanea.
Selamat Berpuasa

Hal itu terungkap di persidan­gan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ke­marin. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi Ratih Amrin, Direktur Legal dan Corporate Secretary PT Vale Indonesia (dulu Inco).

Ratih mengungkapkan Nur Alam pernah meminta Inco untuk melepaskan lahan konsesi di Blok Malapulu. "Yang saya ketahui ada surat di bulan September dan Oktober 2009. Intinya Pemda minta kalau tidak ada rencana pembangunan (di Blok Malapulu), minta dilepas­kan," ungkapnya.

Inco memiliki beberapa lahan konsesi di Sulawesi Tenggara. Yakni Blok Lasolo (4.086 hek­tare), Blok Paopao (6.785 hek­tare), Blok Torobulu (13.817 hektare) dan Blok Malapulu (3.329 hektare).

Menyikapi permintaan Nur Alam, Inco mengajukan per­mohonan penciutan lahan kons­esi ke Kementerian ESDM. "Permintaan itu baru dipu­tus Kementerian ESDM pada Oktober 2010," kata Ratih.

Restu Kementerian ESDM belum turun, Nur Alam telah lebih dulu menerbitkan persetujuan pen­cadangan wilayah pertambangan 3.329 hektare di Blok Malapulu untuk PT AHB. Persetujuan diber­ikan November 2009.

Lantaran persetujuan yang dibuat Nur Alam, menurut Ratih, terjadi tumpah tindih lahan kon­sensi di Blok Malapulu antara Inco dengan PT AHB sebelum terbit keputusan Kementerian ESDM. Tumpang tindih la­han konsesi itu diketahui dari petugas lapangan Inco di Blok Malapulu.

Setelah menyetujui pencadan­gan wilayah pertambangan PT AHB, Nur Alam lalu mener­bitkan IUP Eksplorasi pada 17 Desember 2009 dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 815 Tahun 2009.

IUP PT AHB seharusnya baru keluar setelah ada persetujuan penciutan wilayah konsesi PT Inco dari Kementerian ESDM.

Lahan eksplorasi PT AHB ternyata berada di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana. Untuk itu perlu rekomendasi dari Bupati Buton dan Bupati Bombana sebelum IUP diter­bitkan.

Bupati Buton Sjafei Kahar dan Bupati Bombana Atikurahman dikirimi surat rekomendasi IUP PT AHB yang dikemudian di­teken dengan tanggal mundur (backdated).

Setelah mendapatkan IUP Eksplorasi, PT AHB diambil alih PT Billy Indonesia melalui Widdi Aswindi, konsultan Nur Alam saat pemilihan gubernur.

PT Billy menguasai 95 persen saham PT AHB. Tiga persen saham milik Widdi. Sisanya, dua persen atas nama Ikhsan Rifani. Saham dua persen atas nama Ikhsan sebenarnya bagian Nur Alam.

Pada Juli 2010, Nur Alam menerbitkan IUP Operasi Produksi untuk PT AHB. Perusahaan itu menambang nikel hingga 7,1 juta metrik ton kurun 2011 hingga 2014. Hasilnya dijual ke PT Richcorp International Ltd dan Well Victory International di Hongkong.

Perbuatan Nur Alam dianggap merupakan negara Rp4,32 triliun atau setidaknya Rp 1,59 triliun. Sebaliknya, memperkaya PT Billy Indonesia Rp1,5 triliun.

Izin PT AHB Digugat


Keputusan Nur Alam yang menerbitkan persetujuan pen­cadangan wilayah pertambahan PT AHB bukan hanya terjadi di lahan konsesi Inco. Tapi juga dengan lahan konsesi PT Prima Nusa Sentosa.

PT Prima Nusa Sentosa pun menggugat ketiga izin yang dike­luarkan Nur Alam untuk PT AHB. Bukan hanya persetujuan pen­cadangan wilayah pertambangan, tapi hingga izin usaha pertamban­gan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi PT AHB.

PT Prima Nusa Sentosa me­nang telak di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. Nur Alam mengajukan banding ke PTUN Makassar. Namun putusan PTUN Makassar justru menguatkan putusan PTUN Kendari.

PTUN Makassar menilai keputusan Nur Alam mener­bitkan izin-izin kepada PT AHB secara prosedural formal dan substansi materiil bertentan­gan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor: 1603.K/40/M.EM/2003, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA