Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajuÂkan permohonan ke Kejaksaan Agung agar Edward bisa diÂhadirkan dalam persidangan kasus pemalsuan akta otentik di Pengadilan Negeri Bandung.
Edward adalah salah satu terdakwanya. Selama ini, Edward tak pernah menghadiri sidang dengan alasan sakit. Belakangan, Kejagung bisa menahan Edward yang menjadi tersangka kasus korupsi Dana Pensiun Pertamina.
"Kami tetap berupaya makÂsimal untuk menghadirkan terÂdakwa," kata Suhardja, Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara pemalsuan akta otentik.
Ia mengungkapkan, permoÂhonan untuk meminjam Edward untuk keperluan sidang kasus itu sudah disampaikan ke Kejagung sejak 5 Desember 2017. "Kami masih menunggu jawaban dari Kejagung," kata Suhardja.
Sidang kasus pemalsuan akta notaris di PN Bandung sudah berlangsung 17 kali. Kamis peÂkan lalu sudah masuk agenda peÂmeriksaan ahli dari pihak JPU. Sidang itu berlangsung tanpa kehadiran terdakwa Edward.
Dalam perkara ini, Edward menjadi terdakwa bersama Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy. Edward dan Maria selalu mangkir sidang dengan dalih sakit. JPU akhirnya melanÂjutkan sidang dengan hanya terdakwa Gustav yang duduk di kursi pesakitan.
Kejagung belum menjelaskan alasan menolak menghadirkan Edward di PNBandung. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Adi Toegarisman dan Direktur Penyidikan JAMPidsus Warih Sadono tak memÂbalas permintaan konfirmasi mengenai hal itu.
Untuk diketahui, kasus yang menjerat Edward bermula pada 2011 ketika Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang mengaku sebagai kelanjutan atau penerus dari Perkumpulan Belanda Het Christelijk Lyceum (HCL).
Pada zaman penjajahan Belanda dulu, perkumpulan ini adaÂlah pemilik lahan SMA Kristen Dago di Jalan Ir H Djuanda Nomor 93 Kota Bandung.
Setelah aset bekas Belanda diÂnasionalisasi, termasuk SMAK Dago, maka lahan tersebut menjadi milik negara. Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (BPSMK-JB) mengklaim telah membeli lahan dari negara seÂcara resmi. Lahan SMAK Dago ditempati sejak 1952 hingga sekarang.
Yayasan lalu mengajukan permohonan sertifikat tanah atas lahan itu. Sertifikat tanah pun terbit atas nama Yayasan. PLK lalu mengajukan gugatan pembatalan sertifikat tanah atas nama Yayasan BPSMK-JB ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Versi PLK, Yayasan menyewa lahan dari pihaknya sejak 1974. Hingga masa sewa berakhir, Yayasan tak mengembalikan mauÂpun mengosongkan lahan itu.
Untuk membatalkan sertifikat tanah atas nama Yayasan itu, PLK menggunakan alat bukti Akta Notaris Resnizar Anasrul SH MH Nomor 3 tanggal 18 November 2005.
Belakangan, terkuak pengurus PLK memberikan keterangan palsu di akta notaris itu. Polisi pun menetapkan pengurus PLK Edward, Maria dan Gustav seÂbagai tersangka.
Kilas Balik
Uang Hasil Jual Saham Sugih Dipakai Buat Bayar Utang
Kejaksaan Agung menahanEdward Soeryadjaya sejak Senin 20 November 2017 sebagaitersangka kasus korupsi Dana Pensiun PT Pertamina (Persero).
Penahanan karena Edward yang menjabat Direktur Ortus Holding Ltd, pemegang saham mayoritas PT Sugih Energi Tbk dianggap sering mangkir dari pemeriksaan.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung sendiri sudah menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai penÂgelolaan dana pensiun Pertamina tahun anggaran 2014-2015, khususnya pada penempatan investasi saham Sugih.
Auditor Utama Investigasi BPK I Nyoman Wara mengatakan hasil audit tersebut sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa waktu lalu, sehingga substansi hasil auditnya di Kejagung. "Memang kami sudah melakukan audit atas kasus itu, dan hasilnya sudah ke Kejagung," kata Wara.
Informasi yang dihimpun, kaÂsus itu bermula pada 2014. Pada waktu itu Edward Soeryadjaya selaku Direktur Ortus Holding, Ltd yang merupakan pemegang saham mayoritas PT. Sugih Energy Tbk. berkenalan denganMuhammad Helmi Kamal Lubis yang menjabat sebagai Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina dengan maksud meminta agar Dana Pensiun Pertamina memÂbeli saham Sugih.
Selanjutnya Edward Soeryadjaya telah menginisiasi Muhammad Helmi Kamal Lubis (saat ini sebagai terdakwa) untuk melakukan pembelian saham Sugih total senilai Rp 601 miliar melalui PT. Millenium Danatama Sekuritas.
Atas permintaan Ortus Holding, Ltd, uang yang diterima PT. Millenium Danatama Sekuritas dari hasil transaksi penjualan saÂham Sugih kepada Dana Pensiun Pertamina tersebut telah diperÂgunakan untuk menyelesaikan pembayaran kewajiban pinjaÂman/kredit dari Ortus Holding, Ltd milik Edward.
Adapun pinjaman atau kredit itu mencakup pembayaran pinjaÂman dengan jaminan repo saham Sugih milik Ortus Holding, Ltd, total sejumlah Rp 51,7 miliar, pembayaran pinjaman dengan jaminan repo saham Sugih milik Ortus Holding, Ltd, total sejumÂlah Rp 10,6 miliar.
Pembayaran pinjaman denganjaminan repo saham Sugih milik Ortus Holding, Ltd, yang dipimpin Edward Soeryadjaya, total sejumlah Rp52,6 miliar dan pembayaran kewajiban Sunrise Aseet Grup Limited kepada Credit Suisse total sejumlah Rp29,2 milar, pembayaran pinÂjaman dengan jaminan repo saham Sugih dari Ortus Holding, Ltd, total sejumlah Rp461,4 miliar.
Perbuatan Muhammad Helmi Kamal Lubis selaku Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina dalam pembelian saham Sugih tersebut diduga mengakibatÂkan kerugian keuangannegara sebesar Rp 599,4 miliar atau sesuai laporan hasil pemeriksaaninvestigatif dalam rangka perhitungan kerugian keuangan Negara atas kegiatan penempaÂtan investasi pengelolaan Dana Pensiun Pertamina Tahun 2013-2015 pada saham Sugih.
Kejagung menganggap ada pelanggaran hukum dalam investasi saham yang akhirnya merugikan Dana Pensiun Pertamina itu. "Di situ ada kaitan hubunganyang sangat jelas antara investasi oleh Dapen Pertamina oleh Lubis (MHelmi Kamal Lubis, Presiden Direktur Dapen Pertamina) ke PT Sugih dan itu ada prosesnya tidak benar," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo
"Kalau dilakukan dengan niat yang baik sesuai prosedur boleh saja. Tapi ini kan prosedurnya enggak benar, sudah jelas sahaÂmnya enggak bagus, dijual seoÂlah sahamnya bagus, dan setelah itu ternyata (dana investasi) raib dan itu dana pensiun punya angÂgota Dapen Pertamina jumlahnya cukup signifikan Rp 500 miliar lebih," lanjut Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan, penyidikan terhadap Edward merupakan pengembangan dari kasus Helmi. "Tentunya pihak lain yang jadi bagian dari perkara itu juga harus diproses hukum, kebetulan namanya Edward Soeryadijaya itu terjadi enggak ada yang luar biasa," tandasnya. ***
BERITA TERKAIT: