Kejaksaan Agung melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada 29 November 2017 lalu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) TM Pakpahan mendakwa Direktur Utama PT CSI Eka Widiyanti Liong dan Manajer PT CSI Mulyadi Supardi alias Hua Ping atau Aping, melakukan korupsi.
Dalam dakwaan primair, keduanya dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair melanggar Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan itu, Eka dan Mulyadi diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan pejabat Bank Mandiri yang ikut memuluskan kredit kepada CSI.
Namun hingga kini, Kejaksaan Agung belum menetapkan satu pun pejabat bank pelat merah itu sebagai tersangka. Apa alasanÂnya? "Penyidik masih mengemÂbangkan perkara tersebut," dalih Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, M Rum.
Menurut bekas Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKIitu, bukti-bukti mengenai keterlibatan oknum Bank Mandiri belum cukup kuat.
Menurut Rum, jika penyidik menemukan bukti kuat, oknum orang dalam Bank Mandiri bakal ditetapkan sebagai tersangka. "Bukti-bukti yang dihimpun penyidik tentu ditindaklanjuti denganupaya hukum," tandasnya.
Pada keterangan sebelumnya, Rum mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan orang dalam.Dari hasil pemeriksaan sakÂsi-saksi, penyidik menyimpulkan ada perbuatan melanggar hukum dalam proses pemberian kredit kepada PT CSI.
Perusahaan yang memprodukÂsi baja itu dianggap tidak memenuhi syarat mendapatkan pinjaÂman. Namun Bank Mandiri tetap mengucurkan pinjaman.
Saksi Anwar, Credit Risk Manager Authority Bank Mandiri saat diperiksa penyidik mengaku dirinya yang memeriksa permoÂhonan kredit PT CSI.
Anwar menerima dokumen permohonan kredit PT CSI dari Relationship Manager, Artanta Padmadewa. "Saksi Artanta Padmadewa mengaku yang mengusulkan pemberian kredit dengan membuat nota analisis kredit," sebut Rum.
Kepada penyidik, Artanta mengungkapkan, agunan atau jaminan PT CSI tidak cukup untuk membayar kredit.
Untuk memperoleh kredit, PT CSI menjaminkan piutang peruÂsahaan yang telah diikat melalui fidusia. Namun setelah dicek, piutang itu ternyata sudah tak ada. "Karena itu, PT CSI tidak memenuhi salah satu syarat kriÂteria analisa pemberian kredit," sebut Rum.
Saksi lainnya dari Bank Mandiri yang juga diperiksa adalah M Sigid Pambudi dan Nadia Kristanto. Keduanya dikorek mengenai alur pemberian kredit. Kemudian Eman Suherman yang menjabat
Head of Legal.
Kasus ini bermula ketika PT Central Steel Indonesia (CSI) mengajukan pinjaman ke Bank Mandiri pada 2011. Rencananya, pinjaman itu untuk membangun pabrik dan modal kerja. PT CSI berdomisili di Serang, Banten.
Permohonan kredit disetujui. Bank Mandiri mengucurkan Rp 350 miliar secara bertahap. Di tengah jalan, pembayaran cicilan kredit PT CSI tersendat. Bank Mandiri menawarkan reÂstrukturisasi utang pada 2013.
Lantaran pembayaran cicilan mandek, utang PT CSI kepada Bank Mandiri membengkak menjadi Rp 480 miliar. Angka itu akumulasi utang pokok, bunga dan denda hingga PT CSI menÂgajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 22 Juli 2016.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Warih Sadono mengatakan, pemeriksaan terhÂadap orang dalam terus diÂlakukan. Mulai dari level staf, manajer hingga pejabat yang memutuskan pemberian kredit kepada PT CSI.
"Bagaimana proses pengaÂjuan kredit hingga pihak yang bertanggung jawab atas risiko kredit yang diberikan, telah dimintai kesaksian," kata bekas Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Ia membantah penyidik hanya akan memperkarakan pihak debitur. "Semua diproses secara proporsional. Tidak ada yang dibedakan," tandas Warih. ***
BERITA TERKAIT: