Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lagi Umroh, Bekas KSAU Minta Tunda Pemeriksaan

Kasus Korupsi Pembelian Heli AW 101

Rabu, 29 November 2017, 11:01 WIB
Lagi Umroh, Bekas KSAU Minta Tunda Pemeriksaan
Helikopter Agusta Westland (AW) 101
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101 setelah menang praperadilan.
Selamat Berpuasa

Kemarin penyidik komisi antirasuah memanggil bekas Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna untuk menjadi saksi tersangka Irfan Kurnia Saleh, bos PT Diratama Jaya Mandiri. Namun Agus tak datang.

"Kami ditugasin sebagai kuasa hukum untuk menyampaikan kepada KPK bahwa Pak AS sudah menerima panggilan itu. Kami sudah beritahu ke KPK bahwa Pak ASsedang umroh," kata Teguh Samudra.

Teguh menjanjikan, Agus akan memenuhi panggilan pe­meriksaan penyidik KPK setelah kembali. "Insya Allah setelah pulang umroh baru bisa diper­iksa," katanya.

KPK bisa menerima alasan ketidakhadiran Agus lantaran se­dang di luar. "Penasihat hukum saksi datang dan memberikan informasi permintaan penjad­walan ulang pemeriksaan," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Menurut Febri, penyidik be­lum menetapkan jadwal pemang­gilan ulang terhadap Agus.

Penyidikan kasus heli AW 101 yang dilakukan KPK sempat tersendat lantaran Irfan mem­persoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka. Ia menggu­gat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun hakim tunggal PN Jaksel Kusno, menolak seluruh gugatan praperadilan yang diaju­kan Irfan. Dalam pertimbangan­nya, Hakim Kusno menganggap petitum yang diajukan pihak termohon (Irfan) tidak beralasan secara hukum.

"Mengingat, seluruh petitum pemohon telah ditolak karena tidak beralasan hukum maka permohonan praperadilan juga harus ditolak seluruhnya," putus Kusno.

Dalam gugatannya, tim pen­gacara Irfan mempermasalahkan penyelidik yang bukan berasal dari kepolisian dan kejak­saan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Pihak Irfan menggunakan dasar putusan praperadilan be­kas Ketua BPK Hadi Purnomo, dimana gugatannya atas status penyidik KPK dikabulkan.

Namun, menurut Kusno, putu­san itu telah dibatalkan putusan Mahkamah Agung sehingga pu­tusan tersebut tidak bisa dijadikan alasan hukum. Ia pun menolak petitum soal status penyidik.

Kemudian, tim pengacara Irfan juga menganggap peneta­pan tersangka tidak sah karena tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka.
 
KPK membeberkan bukti-bukti berupa Berita Acara Permintaan Keterangan sejumlah saksi, ahli dan dokumen yang menguatkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan heli.

Dokumen tersebut meliputi surat kontrak kerja antara TNI Angkatan Udara dengan PT Diratama Jaya Mandiri, surat kontrak jual-beli heli, hingga su­rat pernyataan pembatalan pem­belian heli oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Irfan juga pernah dimintai keterangan di tingkat penye­lidikan. Menurut hakim, bukti-bukti tersebut dapat dianggap memenuhi bukti permulaan yang mengarah ke tindak pidana.

"Dengan demikian, saat pemohon ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah menemu­kan bukti permulaan dan ada pe­meriksaan atas pemohon berupa berita acara," kata Kusno.

"Sehingga penetapan tersangka oleh KPK telah memenuhi per­syaratan sebagaimana disyaratkan MK(Mahkamah Konstitusi)," putus Kusno.

Kilas Balik
Dari Pabrikan Rp 514 M, Dijual Ke TNI AU Rp 738 M


 Pusat Polisi Militer TNI be­rencana meminta keterangan bekas Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101.

Agus menjabat sebagai KSAU saat pembelian heli itu dilaku­kan, sehingga diduga pensiunan jenderal bintang empat itu mengetahui proses pembelian heli pabrikan Inggris-Italia tersebut.

"Nanti kalau memang diper­lukan pasti kita mintain keteran­gan," kata Komandan Puspom TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko.

Soal waktu pemeriksaan Agus, Dodik belum bisa memastikan. Namun dia menyatakan bakal menyampaikan jadwal pemerik­saan tersebut. jika sudah diten­tukan. "Nanti kalau sudah ada kita sampaikan. Kalau belum ya belum," tuturnya.

Dodik mengungkapkan sejauh ini Puspom TNI sudah memer­iksa 28 saksi untuk dimintai ket­erangan dalam kasus pembelian heli tersebut. Namun, jenderal bintang dua itu tak merinci siapa saja dan terkait apa saksi-saksi itu diperiksa.

Ia memastikan Puspom TNI akan mengembangkan penyidi­kan untuk mengungkap sejum­lah oknum militer yang terlibat pembelian heli yang sebenarnya sudah ditolak Presiden Joko Widodo ini.

Dodik menyebutkan ada ban­yak kejanggalan dalam pembe­lian heli yang kini disimpan di Lanud Halim Perdanakusuma. Diduga heli yang didatangkan merupakan pesanan negara lain yang dibatalkan.

"Kita akan mengecek sampai ke pabrik di mana heli dibuat," tutur Dodik.

Prajurit matra Angkatan Darat itu memastikan penyidikan kasus pembelian heli yang di­duga merugikan negara hingga Rp 224 miliar ini tak berhenti pada empat tersangka yang sudah dijerat. Hal tersebut juga sebagai komitmen Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memberantas korupsi. "Rekan-rekan jangan khawatir, ini tak berhenti sampai di aini, masih sangat mungkin muncul ter­sangka baru," tuturnya.

Empat tersangka dari militer di antaranya, bekas Kepala Dinas Pengadaan TNI AU Marsekal Pertama Fachri Adamy yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pem­belian heli, Kepala Unit Layanan Pengadaan TNI AU Kolonel FTS, Letnan Kolonel WW se­laku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua SSyang berperan memberikan uang ke sejumlah pihak.

Puspom TNI bekerja sama dengan KPK dalam mengusut kasus korupsi pembelian heli ini. KPK menangani pelaku dari kalangan sipil.

Sejauh ini, KPK baru men­etapkan satu tersangka dari ka­langan sipil. Yakni Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM).

PT Diratama adalah rekanan TNI AU dalam pembelian heli AW 101. Irfan diduga ikut da­lam skandal yang merugikan negara ratusan miliar rupiah ini. "Setelah dilakukan ekspose, ditetapkan seorang tersangka IKS, selaku Direktur PT DJM," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Basaria menjelaskan pada April 2016, TNI AU membuka lelang pengadaan helikopter AW 101. Lelang hanya diikuti dua perusahaan: PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang.

Berdasarkan hasil penyidikan, proses lelang diduga sudah dia­tur agar proyek ini jatuh ke tan­gan PT Diratama Jaya Mandiri. "Baik PT DJM atau PT KCG, dia (Irfan) sudah menentukan. Dia sudah tahu bahwa yang akan dimenangkan adalah PT DJM," beber Basaria.

Sebelum pelaksanaan lelang, Irfan telah mengadakan kontrak kerja sama pembelian dengan produsen heli AW 101 dengan harga Rp 514 miliar per unit.

Sedangkan nilai kontrak pembelian 1 unit heli dengan TNI AU adalah Rp 738 miliar. Sehingga terjadi selisih harga Rp 224 miliar yang dianggap sebagai kerugian negara.

Di tempat terpisah, Ketua KPKAgus Rahardjo menya­takan korupsi dalam pembelian heli ini sangat kentara. "Di internet harganya 21 juta dolar Amerika (per unit). Tapi kon­traknya mencapai 56 juta dolar Amerika," sebutnya.

Memang ada penambahan spesifikasi heli yang awalnya untuk angkutan VVIP itu. "Ya (ada penambahan) meski tidak banyak," ujar Agus.

Agus memastikan tersangka kasus korupsi kelas kakap ini bakal bertambah. "Baru satu tersangkanya dari swasta," ka­tanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA