Airin terlihat keluar dari gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan menjelang senja. Ia mengaku baru menjalani pemeriksaan.
Bergegas menujuk Toyota Innova yang telah menunggunya, Airin tak bersedia menjelaskan isi pemeriksaannya. "Tanya saja penyidik, eh penyelidik," elaknya.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah membenarkan Airin diperiksa KPK. "Memang ada proses klarifikasi terhadap yang bersangkutan terkait penanganan perkara di KPK," ujarnya. Namun Febri tak meÂnyebutkan perkara yang tengah diusut komisi antirasuah.
Sebelumnya dikabarkan, tim dari KPK sempat mendatangi Puspemkot Tangsel pada Agustus lalu. Tim yang beranggotakan empat orang itu mendatangi Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Tangsel yang berada di lantai 1 Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.
Tim mencari dokumen terkait proyek yang dikerjakan pada 2013 lalu. Usai dari Kantor LSPE, tim meninjau proyek bangunan yang mangkrak di komÂpleks Puspemkot Tangsel.
Tak lama setelah kedatangantim KPK, Walikota Airin mengaku adanya penyelidikan proyek pembangunan Puspemkot Tangsel. "Kami persilakan KPK membongkar praktik korupsi pembangunan Puspemkot ini, karena memang harus seperti itu agar semua jera," katanya.
Proyek Puspemkot dikerjaÂkan PT Brantas Abipraya sejak 2013. Lokasinya di bekas kanÂtor pembantu bupati wilayah Ciputat dan sempat jadi kanÂtor Kecamatan Ciputat. Luas Puspemkot Tangsel mencapai 3 hektar.
Hingga kini, pembangunan gedung II, gedung III, gedung IV, gedung parkir dan masjid di Puspemkot Tangsel belum rampung. Menurut Airin, proyek yang sudah selesai hanya gedung Walikota. "Selebihnya belum selesai dikerjakan," katanya.
Lantaran banyak gedung yang belum selesai, sejumlah SKPD masih mengontrak. "Karena kantornya masih ngontrak maÂkanya kami bangun balaikota ini. Dikonsep dengan pendanaan multiyears karena menelan angÂgaran Rp 203 miliar, jadi bertaÂhap dikerjakan. Untuk termin pertama dikerjakan BUMN, seÂdangkan gedung yang lain oleh kontraktor lain yang memenangi tender," ungkapnya.
Airin mengaku telah beberapa kali memanggil Dinas Tatakota, Bangunan dan Pemukiman (DTBP) terkait lambatnya proses pembangunan beberapa gedung di Puspemkot Tangsel.
"Saya sudah tegur dengan keras soal ini. Waktu itu kadisÂnya bilang akhir 2017 semua rampung. Kami juga harus memÂpertanggungjawabkan uang negÂara, risikonya sangat besar jika ada sedikit kesalahan kerja," ujarnya.
Ia menuding, kontraktor pelaksana proyek ini tak kompeten. Untuk dilakukan lelang ulang dan mencoret kontraktor yang belum juga menyelesaikan pemÂbangunan gedung.
Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie membantah terjadi korupsi dalam proyek pembangunan Puspemkot.
"Hanya keterlambatan kerja saja, bukan ada korupsi dan lain sebagainya," akunya.
Benjamin mengakui proyek ini harus dilelang ulang. "Kalau tidak dilelang ulang berisiko kami juga. Prosesnya memang cukup lama dan butuh perÂtimbangan. Banyak yang ikut lelang, tapi kami punya kriteria khusus. Karena, banyak juga peÂserta yang lelang yang tidak bisa memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan," ungkapnya.
Menurut dia, pembangunan tiga gedung masih terus berjalan. "Sering ada catatan yang kami bahas agar pembangunannya cepat selesai," ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang itu memÂpersilakan KPK turun tangan jika menemukan bukti dugaan korupsi dalam proyek ini.
"Silakan diselidiki. Kami sangat mendorong itu," kata Benjamin.
Kilas Balik
Kepala Dinkes Tangsel Sebut Walikota Terima THR Rp 50 Juta Dari SKPD
Nama Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany disebut-sebut ikut menerima tunjangan hari raya (THR) dari Dinas Kesehatan Tangsel sebeÂsar Rp 50 juta.
Hal tersebut terungkap saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, 1 September 2015. Dalam perÂsidangan itu dihadirkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangsel Dadang M Epid dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Kota Tangsel, Mamak Jamaksari.
Keduanya menjadi saksi perkara korupsi pengadaan alat kedokteran umum dengan terdakwa Dadang Prijatna. Dadang adalah Manager Operasional PT Bali Pasific Pragama. Perusahaan ini milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang tak lain suami Airin.
Dalam kesaksiannya, Dadang M Epid menyebut ada "setoran liar" berupa uang THR unÂtuk Walikota Tangsel Airin Rachmy Diany dan sejumlah pejabat di sana.
Selain Airin, Wakil Walikota Tengsel Benjamin Davnie disebut juga mendapat Rp 30 juta, Sekrtaris Daerah (Sekda) Kota Tangsel Dudung Erawan Direja Rp 20 Juta, dan Ketua DPRD Tangsel Bambang P Rachmadi mendapat Rp 20 juta.
"Di rapat ploting besaran setoran sudah ditentukan, ada arahan wali kota, namun terkait prioritas pembangunan saja, infrastruktur, pendidikan, pokoknya ada enam SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang sudah di-ploting," kata Dadang memberikan kesaksian di sidang yang dipimpin hakim Jasden Purba.
Lebih lanjut Dadang menyeÂbut fee dari proyek pengadaan alat kesehatan APBD-P 2012 sebesar Rp 700 juta disetorÂkan ke Sekda secara bertahan. Setoran pertama Rp 400 juta untuk dibagikan kepada pimpiÂnan pemerintahan Tangsel, dan Rp300 juta untuk THR rumah sakit serta Dinas Kesehatan.
"Sekda mendesak setor. Dinkes dibebani Rp 8 miliar untuk opreasional Sekda. Saya hanya kasih Rp 700 juta dan diberikan bertahap oleh staf, dan saya sendiri sama dengan SKPD besar lainnya," ungkap Dadang.
Dadang menceritakan, dirinya dan sejumlah Kepala SKPD "gemuk" kerap mengeluhkan permintaan jatah dari para peÂjabat teras tersebut. Namun, keluhannya tak pernah mendapat respons positif pimpinannya.
"Jatah itu saya tidak tahu untuk apanya, sudah sering mengeluh, bikin pusing kita," katanya menÂjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum KPK Sugeng.
Dalam perkara ini, Dadang didakwa melakukan korupsi karenamengatur proyek-proyek di Dinas Kesehatan Kota Tangsel. Dadang akhirnya divonis berÂsalah. Ia dihukum 4 tahun penjaÂra, membayar denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 103,5 juta subsider satu tahun kurungan. ***
BERITA TERKAIT: