Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

3 Kali Mangkir, Akhirnya Bupati Takalar Ditahan

Kasus Korupsi Penjualan Lahan Transmigrasi

Selasa, 07 November 2017, 10:15 WIB
3 Kali Mangkir, Akhirnya Bupati Takalar Ditahan
Bupati Takalar, Burhanuddin Baharuddin/Net
rmol news logo Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menahan Bupati Takalar, Burhanuddin Baharuddin. Tersangka kasus korupsi penjualan lahan transmigrasi itu telah tiga kali mangkir diperiksa jaksa.
Selamat Berpuasa

Burhanuddin akhirnya da­tang ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar siang kemarin. Lima pengacara terlihat mendampingi.

Burhanuddin langsung digir­ing ke ruang penyidik pidana khusus di lantai lima untuk menjalani pemeriksaan. Selang tiga jam, pemeriksaan berakhir. Burhanuddin keluar dari ruang penyidik mengenakan rompi tahanan warna merah jambu.

Tak ada komentar yang keluar dari mulutnya ketika digiring ke luar gedung Kejati. Burhanuddin hanya membalas pertanyaan wartawan dengan senyuman. Pengacara yang mendampingi juga tak bersedia memberikan keterangan.

Mobil Kejati lalu membawa Burhanuddin ke tempat men­jalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Makassar.

Asisten Pidana Khusus Kejati Sulsel, Tugas Utoto mengatakan, untuk tahap awal Burhanuddin di­tahan hingga 25 November 2017.

Ia menjelaskan, Burhanuddin ditahan karena dianggap tak kooperatif. "Tiga kali dipanggil untuk diperiksa dalam kapasitas­nya sebagai tersangka tapi tidak pernah dipenuhi," kata Tugas.

Burhanuddin juga mengajukan gugatan terhadap kejaksaan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar.

"Syarat-syarat penahanan terhadap tersangka Burhanuddin sebagaimana yang diatur dalam KUHAP (Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana) telah ter­penuhi," tandas Tugas.

Sebelumnya, Burhanuddin ditetapkan sebagai tersang­ka berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel nomor 425/R.4/Fd.1/07/2017, yang diterbitkan 20 Juli 2017.

Burhanuddin diduga melakukan korupsi dalam penjualan lahan transmigrasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 17 miliar.

Keterlibatan Burhanuddin dalam kasus ini karena mener­bitkan izin prinsip untuk zona industri seluas 150 hektar di lahan pencadangan transmi­grasi negara. Lahan itu terletak di Desa Laikang dan Punaga, Kecamatan Mangarabombang.

"Tersangka melawan hukum dan melanggar ketentuan Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi dengan anca­man pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak Rp 1 miliar rupiah," kata Tugas.

Dalam penyidikan kasus ini, pe­nyidik kejaksaan juga menetapkan Camat Mangarabombang M Noor Uthari, Kepala Desa Laikang Sila Laidi dan Sekretaris Desa Risno Siswanto, sebagai tersangka.

Perkara Camat Mangarabombang M Noor Uthari telah diputus di Pengadilan Tipikor Makassar, 2 November 2017 la­lu. Majelis hakim yang diketuai Bonar Harianja dengan anggota Razak dan Syafri menyatakan M Noor bersalah.

Majelis hakim kemudian men­jatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada M Noor.

Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan pikir-pikir atas pu­tusan ini. Pasalnya, vonis yang dikenakan kepada M Noor di bawah tuntutan. Sebelumnya, JPU meminta majelis hakim menghukum M Noor dipenjara 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam persidangan ini, M Noor didakwa korupsi karena melakukan penjualan lahan pen­cadangan transmigrasi kepada PT Insan Cirebon.

Bersama-sama dengan kepala dan sekretaris Desa Laikang, M Noor merekayasa seolah-olah tanah yang dijual kepada industri itu adalah milik masyarakat den­gan alas hak tanah garapan dan akta jual beli (AJB).

Kilas Balik
Di Tambun, Tanah Negara Dijual, Kejagung Usut Pejabat Adhi Karya
 

Kejaksaan Agung telah men­gantongi nama calon tersangka kasus penjualan lahan negara di Tambun, Kabupaten Bekasi oleh PT Adhi Karya. Penetapan tersangka baru dilakukan setelah penyidik gedung bundar mengan­tongi hasil perhitungan kerugian negara.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arminsyah mengung­kapkan, pihaknya segera meram­pungkan penyidikan kasus ini. "Tunggu hasil penyidikannya, sebentar lagi selesai," katanya.

Namun, dia bersedia men­gungkapkan siapa pihak yang bakal dimintai pertanggung­jawaban dalam kasus ini.

Keterangan yang sama disam­paikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum. Dia menjelas­kan, penyidikan kasus ini sudah masuk tahap final. Menurut dia, sudah ada yang dibidik untuk ditetapkan sebagai tersangka.

"Sudah diidentifikasi peny­idik, sejumlah nama yang diduga terlibat," ujarnya.

Sama seperti Arminsyah, Rum masih menutup rapat informasi mengenai orang yang dijadikan tersangka. Sebelum mengumum­kan tersangka, lanjut Rum, peny­idik akan melengkapi bukti-bukti mengenai adanya kerugian negara dalam kasus ini.

"Penyidik sudah berkoordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) gu­na memastikan besaran kerugian negara di sini," kata Rum.

Sejauh ini, menurut bekas Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI itu, hasil pemeriksaan sejumlah saksi menunjukkan adanya dugaan pelanggaran da­lam penjualan lahan negara itu.

Penjualan lahan negara yang disidik Kejagung terletak di Jalan Kali Malang, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Luasnya 4,8 hektar.

Awalnya, tanah ini mi­lik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera). Lalu dialihkan kepada Adhi Karya sebagai pe­nyertaan modal. Belakangan, tanah ini dilepas kepada Hiu Kok Ming pada 14 Desember 2012 dengan harga murah, Rp 15 miliar.

Dalam akta jual beli itu dis­ebutkan, Direktur Adhi Karya Giri Sudaryono bertindak me­wakili Adhi Karya dalam pen­galihan aset negara kepada Hiu Kok Ming.

Hiu Kok Ming kemudian men­jual tanah itu kepada Widjijono Nurhadi pengusaha asal Surabaya dengan harga Rp 1,5 juta per meternya. Penjualan tanah itu dilakukan Hiu Kok Ming di hada­pan Notaris Priyatno SH.Mkn.

Dalam perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Hiu Kok Ming dengan Widjijono Nurhadi itu dilakukan dengan sistem cicilan, dan sudah dilakukan pembayaran cicilan sebesar Rp 30 miliar.

Dari perjanjian ini terungkap adanya kongkalikong Hiu Kok Ming dengan oknum pejabat Adhi Karya untuk menjual tanah nega­ra. Hiu Kok Ming terlebih dahulu menawarkan kepada Widjijono Nurhadi, sebelum memperoleh tanah itu dari Adhi Karya.

Ada selisih harga dalam pen­jualan tanah negara itu yang di­anggap merupakan kerugian neg­ara. Hiu Kok Ming menjual tanah itu kepada Widjijono Nurhadi seharga Rp 77. 500.000.000. Sementara dia membelinya dari Adhi Karya hanya dengan harga Rp 15.858.050.000. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA