Logika Doktrin trinitas sesungguhnya bisa diÂjelaskan melalui logika Ahadiyah-Wahidiyah daÂlam teosofi Islam, Ein Sof-Sefirod dalam KabbaÂla Yahudi, Atma-Brahma dalam agama Hindu, Yang-Yin dalam teologi Taoisme. Sesuatu yang berganda atau berbilang tidak mesti harus dipertentangkan dengan konsep keesaan. KonÂsep Asma' al-Husna berjumlah 99 tidak mesti bertentangan dengan keesaan Allah Swt.
Suatu saat seorang muslim mendebat seÂorang pendeta dengan mempertanyakan konÂsep keesaan Tuhan dengan kehadiran Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Sang pendeta mengaÂtakan, kami masih mending karena hanya tiga. Bagaimana dengan Islam Tuhannya berjumlah 99. Dengan tegas dijawab bahwa 99 nama itu tetap Tuhan Yang Maha Ahad itu. Lalu dijawab, apa bedanya dengan agama kami. Yang tiga itu tetap yang satu itu.
Dalam diskusi lain, seorang murid mengadu ke mursyid (guru spiritual), bagaimana saudara kita yang beragama Kristen mengaku berketuhanan YMEtetapi memiliki doktrin Trinitas, atau sauÂdara kita yang beragama Hindu memiliki doktrin Trimurti? Sang mursyid menjawab, di situlah keÂlirunya mereka karena membatasi Tuhan hanya tiga, padahal semua yang ada adalah Dia, tidak ada yang ada (maujud) selain Dia. Sang mursyÂid mengutip sebuak ayat: Wa lillah al-masyriq wa al-magrib fa ainama tuwallu fa tsamma wajh AlÂlah (Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al- Baqarah/2:115). Setelah mendengarkan panjang lebar penjelasan mursyid barulah murid itu lega. Akan tetapi kembali bertanya, kalau saudara kita tadi keliru karena hanya membatasi Tuhan hanÂya tiga, bagaimana dengan saya yang hanya membatasi Tuhan hanya satu. Sang mursyid menjawab: Sesungguhnya mungkin tidak ada yang salah, termasuk anda, karena yang banÂyak itu ialah yang satu itu dan yang satu itulah yang memiliki wajah yang banyak (al-wahdah fi al-katsrah wa al-katysrah fi al-wahdah/the one in te many and the many in the one).
Bagi umat Kristiani doktrin Trinitas sama sekali tidak mengganggu konsep kemahaeÂsaan Tuhan dan Ketuhanan YME. Hanya orang-orang luar Kristen sering sulit memaÂhami Tuhan mempunyai anak, karena dalam benak masyarakat kata "Anak" masih selalui diÂhubungkan dengan anak biologis. Padahal daÂlam Bahasa Arab kata "Ibn" atau "Son" dalam Bahasa Inggris tidak selamanya berarti anak biÂologis. Kata "anak" bisa berarti simbol kedekaÂtan atau representatif, seperti kata "anak-anak Indonesia di luar negeri" berarti anak-anak yang menampilkan ciri khas dan karakteristik bangsa Indonesia. Seorang anak lebih menciriÂkan karakter bapaknya sering diistilahkan "anak bapaknya". Begitu dekatnya hubungan dan banyaknya persamaan sifat dan karakter seseÂorang dengan sesuatu sering diistilahkan anak dari sesuatu itu. Persoalan semantik sering kali menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan mendasar, bahkan menjadi sumber konflik.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.