Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengungkapkan, Tarmizi diduga meminjam rekÂening Tedy untuk menampung duit suap. "Pemeriksaan saksi TJbertujuan mengklarifikasi asal-usul dana di rekeningnya," katanya.
Rekening Tedy diduga dipakai untuk menerima transfer dari penÂgacara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI), Akhmad Zaini sebesar Rp 425 juta.
Akhmad Zaini tiga kali melakukan transfer dana ke rekening Tedy. Pertama, pada 22 Juni 2017 sebesar Rp 25 juta sebagai dana operasional.
Transfer kedua pada 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta. Untuk menyamarkan transaksi itu, Akhmad Zaini mengisi kolom keterangan pada slip transfer seÂbagai "DP pembayaran tanah".
Transfer ketiga ke rekening Tedy dilakukan pada 21 Agustus 2017. Jumlahnya Rp300 juta. Akhmad Zaini mengisi kolom keterangan transfer sebagai peÂlunasan pembelian tanah.
Hari itu juga, KPK menciduk Akhmad Zaini. Disusul Tarmizi. Tedy pun ikut digelandang ke KPK untuk diperiksa.
Penyidik akhirnya menetapÂkan Akhmad Zaini, Tarmizi dan Yunus Nafik, Direktur Utama PT ADI sebagai tersangka kasus ini. Ketiganya kemudian ditahan. Sementara Tedy dilepas.
Kasus ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini ditujukan kepada PT Aquamarine Divindo Inspection yang dianggap wanÂprestasi atau cidera janji.
Dalam gugatannya, Eastern Jason menuntut Aquamarine Divindo Inspection membayar denda 7,6 juta dolar Amerika dan 130 ribu dolar Singapura.
Perkara perdata ini ditanÂgani majelis hakim yang terÂdiri dari Djoko Indiarto (ketua), Agus Widodo (anggota) dan Sudjarwanto (anggota).
Akhmad Zaini, pengacara Aquamarine meminta bantuan Tarmizi agar majelis hakim menolak gugatan Eastern Jason. Keduanya menjalin komunikasi dan membicarakan soal uang suap dengan menggunakan sandi "sapi" dan "kambing".
Sandi "sapi" untuk menyebut uang dalam jumlah ratusan juta rupiah. Sedangkan "kambing" puluhan juta rupiah. Transaksi uang dilakukan dengan cara transfer ke rekening.
"Dari kegiatan OTT (Operasi Tangkap Tangan), KPK mengaÂmankan barang bukti peminÂdahan dana antar rekening BCAmilik AKZ (Akhmad Zaini) ke rekening milik TJ (Teddy Junaedi)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat keterangan pers 22 Agustus 2017.
Entah kebetulan atau dipengaruhi suap, majelis hakim akhirnya menolak gugatan Eastern Jason. KPK pun menyelidiki kaitan pemberian suap dengan putusan yang dibuat majelis hakim. "Kasus ini masih dikembangkan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang. "Nanti kita pelajari sejauh apa seseorang berbuat apa, dan apa perannya serta (siaÂpa) pihak terkait. Penyidik akan mendalaminya," katanya.Tak laÂma setelah penangkapan Tarmizi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Aroziduhu Waruwu melapor ke Mahkamah Agung (MA). Tarmizi ternyata kerabat salah satu hakim agung.
MA tak menolerir aparat peradilan yang main perkara. Tarmizi pun dinonaktifkan dari jabatannya. "MA tidak akan perÂnah memberikan toleransi segala pelanggaran, apalagi menyangÂkut gratifikasi. MA akan selalu bekerja sama dengan KPK," tandas Ketua Muda MA Bidang Pengawasan, Sunarto.
Kilas Balik
Raoul Aditya Dipenjara 5 Tahun Menyuap Panitera PN Jakpus
Advokat Raoul Aditya Wiranatakusumah divonis bersalah menyuap Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, M Santoso.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Menyatakan menghukum terdakwa (Raoul) dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta atau subsider 3 bulan kurungan," ujar ketua majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 9 Januari 2017.
"Terdakwa terbukti memberiÂkan sejumlah uang dalam dua buah amplop melalui asistennya (Ahmad Yani), untuk selanjutÂnya diserahkan kepada panitera pengganti M Santoso," ucap maÂjelis hakim dalam pertimbangan putusan.
Raoul memutuskan pikir-pikir atas putusan ini Begitu pula jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Sebelumnya, Raoul ditunÂtut 7,5 penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Raoul didakwa meÂnyuap hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya lewat Santoso sebesar 28 ribu dolar Singapura. Rinciannya, 25 ribu dolar Singapura untuk hakim. Sisanya 3 ribu dolar Singapura untuk Santoso.
Pemberian suap itu agar haÂkim menolak gugatan PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP). Raoul adalah kuasa hukum PT KTP. Namun maÂjelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Raoul hanya terbukti menyuap Santoso.
Kemarin, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga membacakan vonis terhadap asisten Raoul, Ahmad Yani.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider," kata ketua majelis hakim, Ibnu Basuki Widodo.
Yani didakwa dengan dua dakwaan. Pada dakwaan primer, disebut bahwa ia bersama-sama dengan Raoul menyuap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea.
Namun, majelis hakim meÂnilai dakwaan tersebut tidak terbukti. Sehingga, majelis membebaskannya dari dakwaan primer, yakni Pasal 6 ayat 1 huÂruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, maÂjelis menyebutkan Yani bersama-sama dengan Raoul memberikan suap 28 ribu dolar Singapura kepada Santoso. Yani pun diangÂgap terbukti melanggar dakwaan subsider yakni Pasal 5 ayat 1 Undang-undang 31/1999 seÂbagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Hakim akhirnya menghukum Yani dipenjara selama 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan karÂena menyuap Santoso.
"Saya menerima, Yang Mulia Hakim," kata Yani menanggapi vonis terhadap dirinya. Sementara JPU KPK memutuskan pikir-pikir selama 7 hari. ***
BERITA TERKAIT: