"Ada. Tadi disebut, nanti saja deh, jangan mendahului penyidik. Nanti saya salah," kata Elza usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jumat (11/8).
Elza enggan mengungkapkan identitas tersangka baru itu. Ia beralasan hal itu kewenangan KPK. Namun dia membenarkan ketika dikonfirmasi apakah nama tersebut berasal dari pihak DPR. "Iya (DPR)," kata Elza.
Ia mengatakan bakal dipanggil KPK lagi untuk pemeriksaan lanjutan kasus ini. "Kan kasus e-KTP ada kasus e-KTP-nya sendiri, ada kasus menghalang-halangi penyidikan. Dua kasus ini dengan beberapa tersangka saya akan jadi saksi terus," akunya.
Saat ini KPK telah menetapkan enam orang tersangka terkait e-KTP di antaranya adalah Ketua DPR Setya Novanto, konsorÂsium pemenang tender e-KTP Andi Narogong, bekas angÂgota Komisi II DPR Miryam S Haryani, dan anggota DPR Markus Nari.
Sebelumnya sudah ada dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri yang juga dijerat dalam kasus ini, yakni Irman dan Sugiharto. Keduanya sudah menÂjalani proses persidangan dan sudah dinyatakan bersalah oleh hakim. Irman divonis selama 7 penjara sedangkan Sugiharto selama 5 tahun penjara.
Jumat lalu, Elza diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari, anggota DPR Fraksi Partai Golkar. Elza tiba di KPK sekitar pukul 09.26 WIB didampingi rekannya sesama advokat, Farhat Abbas.
"Saya diperiksa untuk Markus Nari. Untuk kasus menghalang-halangi penyidikan. Saya terus terang. Nggak kenal sama Andi Narogong dan Markus Nari. Jangankan kenal, mukanya saja saya nggak tahu," tandas Elza.
Pemanggilan kepada Elza ini merupakan pemanggilan ulang. Penyidik sebelumnya telah menÂjadwalkan dia sebagai saksi untuk Markus pada akhir bulan Juli, namun dia tidak dapat hadir dengan alasan sakit. "Waktu itu lagi sakit dirawat," kata Elza.
Markus diduga menjadi orang yang mengintimidasi bekas Anggota Komisi II DPR, Miryam S. Haryani agar memÂberikan keterangan yang tidak benar pada persidangan kasus e-KTP.
Selain diduga melakukan intimidasi, nama Markus juga muncul dalam kasus dugaan koÂrupsi proyek e-KTP lantaran dia diduga turut menerima uang.
Dalam surat dakwaan kasus e-KTP yang disusun oleh jaksa KPK, nama Markus tercantum sebagai penerima uang sebeÂsar Rp 5 miliar dan 13 ribu dolar Amerika pada pertengahan Maret 2012.
Sebelumnya, Elza menyebut Markus Nari memberikan uang kepada Miryam S. Duit itu diduga terkait dengan korupsi proyek pengadaaan e-KTP.
"Ada uang mengalir dari Bapak itu (Markus) kepada Miryam," ujar Elza di gedung KPK, 2 Juni 2017. Sebelum berbiÂcara ke wartawan, Elza diperiksa sebagai saksi kasus e-KTP.
Menurut Elza, di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Miryam, tertera pemberian sejumÂlah uang dari Markus tanpa dikeÂtahui tujuan dan maksudnya.
"Itu memang ada kaitannya yang saya baca di BAP-nya ibu Yani (Miryam) soal masalah peÂnyerahan uang itu," katanya.
Elza sekaligus mengklarifikasi uang yang diterima Miryam bukan berasal dari dua anggota DPR Fraksi Hanura, FA dan DA. Keduanya menerima uang dari Markus lalu diserahkan kepada Miryam.
"Di dalam BAP, dia (Miryam) menerima dana dari dua orang yang sama-sama Hanura, yaitu FA dan DA. Tapi uangnya adalah dari yang ditetapkan tersangka, MN, ya," tutur Elza merujuk ke inisial Markus Nari.
Menurut Elza, dua anggota DPR Fraksi Hanura itu sempatmenegur Miryam, setelah mereka tahu namanya disebut. Mereka kemudian mengungkapkan uang untuk Miryam berasal dari Markus.
"Terus Ibu Yani konsultasi dengan saya, 'Saya harus jawab apa, karena saya nggak perÂnah terima langsung dari MN (Markus)? Saya terima langsung dari dua orang ini. Makanya saya dimarahi'," kata Elza.
Elza melanjutkan, "Terus saya bilang begini, ‘Kalau memang faktanya begitu, kamu yakini itu, ya, kamu bicara saja, kamu nggak usah takut," ujar dia.
Namun Elza mengaku tak tahu mengapa uang tersebut diberiÂkan ke Miryam. "Tujuannya saya enggak tahu, berapanya pun saya enggak tahu, saya hanya baca di BAP. Saya bukan orang yang mengetahui secara faktual, tapi saya membaca keterangan itu (BAP)," ujar Elza.
Kilas Balik
Datang Naik Alphard, Markus Nari Terima Duit E-KTP Di Gedung TuaMarkus Nari, Anggota DPR Fraksi Partai Golkar diduga menerima uang proyek e-KTP sebeÂsar Rp 4 miliar. Uang itu diserahkan langsung Sugiharto, bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri.
Setoran uang kepada Markus itu diceritakan di sidang perkarakorupsi e-KTP yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 12 Juni 2017.
"Waktu itu saya naik taksi Bluebird menuju TVRI, di sana saya tunggu Pak Markus di deÂpan taksi saya. Tidak lamadia (Markus) datang naik Alphard, lalu saya diajak masuk ke gedung tua di dekat TVRI Senayan," ujar Sugiharto.
Sugiharto melanjutkan, "Ya, di situ saya bilang, 'Ini titipan Pak Irman'. Itu empat mata saya ketemu Pak Markus," katanya.
Irman yang dimaksud adalah atas Sugiharto yakni Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Sugiharto, uang itu diminta oleh Markus. "Pak Markus minta duit itu ketika rapat di ruangan Pak Irman," ujar Sugiharto.
Uang untuk Markus Nari awalnya Rp4 miliar, tapi Irman meminta agar uang ditukar ke dolar Singapura. "Katanya kaÂlau saya bawa duit tebal begitu enggak enak, akhirnya saya tukarkan itu ke mata uang dolar Singapura dengan tujuan agar lebih tipis," ucap Sugiharto.
Markus pernah membantah menerima uang itu. "Makanya, saya kaget juga, (uang) diberiÂkan ke mana. Itu tidak benar, saya tidak pernah," kata Markus saat bersaksi di sidang e-KTP pada 6 April 2017.
Sugiharto juga mengaku pernah memberikan duit 1,2 juta dolkar kepada anggota DPR Fraksi Hanura Miryam Haryani. Sugiharto menuturkan, uang tersebut diantarkannya sendiri ke rumah Miryam Haryani. Uang dititipkan Sugiharto keÂpada ibunda Miryam.
"Saya sendiri yang menyerahkan uang itu tiga kali di rumahnya Miryam. Waktu itu Miryam tidak ada, saya telepon, Miryam bilang tinggalkan saja ke ibunya," kata Sugiharto
Sugiharto mengaku pernah ditanya Miryam soal uang unÂtuk anggota Komisi II. Saat itu, Kementerian Dalam Negeri rapat kerja dengan Komisi II. Sugiharto menyebutkan, Miryam mengaku diutus Ketua Komisi II Chairuman Harahap untuk meÂnanyakan uang untuk reses.
Di persidangan, Miryam menÂcabut semua keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan membantah menerima uang dari proyek e-KTP.
Lantaran dianggap berbohong, majelis hakim mempersilakan KPK mengambil tindakan terÂhadap Miryam. KPK lalu menÂetapkan sebagai tersangka kasus upaya merintangi penyidikan dan penuntutan kasus e-KTP. Belakangan, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka kasus sama. ***
BERITA TERKAIT: