Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Siti Nurbaya Bakar: Presiden Tak Pernah Secara Spesifik Sebut Permen Yang Hambat Investasi

Kamis, 03 Agustus 2017, 09:49 WIB
Siti Nurbaya Bakar: Presiden Tak Pernah Secara Spesifik Sebut Permen Yang Hambat Investasi
Siti Nurbaya Bakar/Net
rmol news logo Di rapat kabinet, Menteri asal Partai Nasional Demokrat ini beberapa waktu lalu sempat ditegur Presiden Jokowi lantaran beberapa peraturan menteri (permen) dianggap mengham­bat investasi. Setelah ditegur Menteri Siti Nurbaya buru-buru melakukan perbaikan di be­berapa permennya.

Berikut ini langkah perbaikan permen yang sudah dilaku­kan Menteri Siti. Selain bicara soal permen, Menteri Siti juga memberikan keterangan terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kembali men­jadi ancaman. Berikut penuturan Menteri Siti Nurbaya;

Beberapa waktu lalu Anda ditegur Presiden Jokowi lan­taran permen yang Anda buat dianggap bisa menghambat in­vestasi. Sampai saat ini apa saja yang sudah Anda lakukan untuk memperbaiki hal tersebut?
Katanya di koran-koran men­teri LHK harus beres-beres soal permen, ya sudah nanti saya kembalikan lagi ke Seskab, saya sedang menyiapkan seluruh Permen plastik, kami juga sudah rapat internal dan saya kirim su­rat kepada Seskab untuk minta di ratas kabinet saja. Kan ada cukai plastik juga, ada permen plastik LHK, dan gerakan sampah plas­tik, ya sudah dibawa ke ratas.

Memang permen LHK apa sih yang disinggung oleh Presiden Jokowi?
(Presiden) enggak pernah nyebut secara spesifik.

Presiden sempat meny­inggung kalau kebijakan di KLHK ini masih monoton, bagaimana itu?
Ya iya lah kalau dilihat dari sekian puluh tahun undang-undangnya memang perubahan­nya sedikit ya. Kalau Undang-Undang 567 Tentang Undang-Undang Pokok Kehutanan itu kan kebanyakan timber manajemen. Di undang-undang baru pasal 99 itu sudah forest manajemen, tapi praktiknya seperti apa dengan peristiwa yang terjadi. Sekarang ini malah sedang kami benahi. Dalam model perhutani kita lihat resitensinya kan ada juga. Mungkin karena tidak terlalu clear ya detailnya. Sebetulnya seperti pengaturan kita diperhutani un­tuk orang lain agar bisa akses masuk pada resistensi. Makanya agak aneh masyarakat dalam hubungan kerja dengan perhu­tani, dengan sistem masyarakat 25 lalu perhutani 75, sekarang kita balik masyarakatnya 75 perhutaninya 25, masyarakatnya kita kuatkan terus kenapa kok itu jadi persoalan.

Siapa sih yang protes?
Kalau ke saya sih nggak. Tapi siapapun yang WA, sms atau email itu pasti saya record. Berarti ada promblem.

Soal lain. Kejadian karhutla belakangan ini meningkat tajam, berdasarkan pantauan kementerian Anda bagaimana kondisinya sampai saat ini?
Kita mengikuti terus perkem­bangannya. Memang kalau dilihat hotspot-nya Juli naik. Dibandingin tahun lalu, 49 persenlebih tinggi dari Juli tahun lalu. Dibanding denganJuli 2015 itu 27 persen, cuma dibandingin Juni itu 20-23 persen.Hotspot kita lebih ban­yak dan ekskalatif di Juli.

Ada di daerah mana saja yang terpantau ada titik ap­inya?

Yang masih terpantau ada di Kalimantan Barat (Kalbar), Riau, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kalau untuk di Jawa, saya minggu lalu ada terde­teksi (hotspot), karena ada petani bakar bekas-bekas tanaman. Untuk daerah-daerah yang masih terus (muncul hotspot) seperti di Kalbar sudah kita tan­gani. Ada tim kami di lapangan sejak minggu. Kita juga sudah melakukan water bombing, tapi karena apinya kecil-kecil harus banyak (penyiraman) di darat sana. Selain itu kita juga melakukan upaya persuasi di masyarakat. Pembukaan lahan tradisional serentak hari ini juga menurun.

Lantas apa langkah anti­sipasi yang sudah dilakukan KLHK?
(Langkah antisipatif) kita sudah jalankan. Kita memang bertahun-tahun tidak pernah lepas dari problem (karhutla) ini. Memang sistem (pengecekan hotspot) sih sudah menolong. Tapi yang lebih penting kan bagaimana langkah di lapangan­nya. Di beberapa provinsi yang satgas patroli terpadunya sudah mapan ya saya kira tidak ada masalah.

Seperti di Riau misalnya, meski hotspotnya terus-terusan naik, kebakarannya ada tapi di tanganinya cepat. Di Jambi, Sumatera Selatan juga seperti itu. Jadi provinsi-provinsi yang konvensional mengalami ke­bakaran hutan, itu bisa cepat. Tapi memang ada juga yang agak lambat-lambat dikitlah. Itu gunanya pusat memonitor. Memang faktanya kerhutla ini bergerak ke Aceh, NTT dan di Bangka Belitung. Tapi se­muanya saya ikuti terus. Dalam kaitan ini makanya kita menga­jak pemerintah daerahnya perlu juga membangun sistem terpadu penanganan karhutla ini.

Kalau di NTT kenapa bisa terjadi?
NTT sudah selesai, jadi mer­eka di ladang rumput -alang dibakar, memang dibakar untuk mendapat rumput hijau yang baru untuk ternak. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA