Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Kabulkan Handang Jalani Hukuman Di Lapas Semarang

Kasus Suap Pengurusan Pajak PT EKP

Rabu, 02 Agustus 2017, 10:17 WIB
KPK Kabulkan Handang Jalani Hukuman Di Lapas Semarang
Foto/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi bekas Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno karena perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap.
Selamat Berpuasa

Lazimnya, terpidana pria ka­sus korupsi menjalani masa huku­man di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Namun untuk Handang, KPK memutuskan terpidana menjalani hukuman di Lapas Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.

Anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Mochammad Takdir Suhan mengatakan pu­tusan perkara Handang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Pasalnya, tim JPU memutuskan tidak banding atas putusan ha­kim perkara Handang.

"Tim JPU menerima putusan dan sependapat untuk dieksekusi ke Kedungpane Semarang," kata Jaksa Moch Takdir Suhan.

Takdir menyatakan penempatan Handang di Lapas Kedungpane bukan di Lapas Sukamiskin karena alasan kemanusiaan.

Takdir mengungkapkan, Handang dan kuasa hukum mengirimkan surat permohonan agar bisa menjalani hukuman di Lapas Kedungpane. "Salah satu pertimbangannya alasan kema­nusiaan," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, kuasahukum Handang, Soesilo Aribowo membenarkan kliennya dieksekusi ke Lapas Kedungpane pada Selasa kemarin.

Soesilo mengatakan, permint­aan Handang ditempatkan di Lapas Kedungpane karena alasan anak-anaknya yang hidup sendiri di rumahnya di Semarang. "Dia bermohon akan menjalani tah­anannya di Semarang karena dia single parent dan anak-anaknya di Semarang," kata Soesilo.

Permintaan agar bisa menjalani hukuman di Semarang juga per­nah disampaikan Handang di per­sidangan. Dalam nota pembelaan atau pledoi, Handang mengung­kapkan dirinya sudah bercerai dan mendapat hak asuh atas tiga putrinya. Sebagai orang tua dia ingin bisa menjalankan kewajiban mengurus anak-anaknya.

Handang telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Handang terbukti menerima uang senilai Rp 1,9 miliar dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair.

Pemberian uang tersebut untuk membantu mengurus permasala­han pajak PT EK Prima, mulai dari pengajuan restitusi, Surat Tagihan Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN), penolakan tax amnesty, pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), hingga pemeriksaan bukti permu­laan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.

Uang Rp 1,9 miliar yang diteri­ma Handang merupakan commit­ment fee tahap pertama atas pen­gurusan persoalan pajak PT EK Prima. Rajamohanan menjanjikan Rp 6 miliar jika persoalan pajak perusahaannya bisa dibereskan.

Sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Handang dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Namun hakim hanya memutus Handang dipenjara 10 tahun, atau dua per tiga dari masa huku­man tuntutan jaksa.

Meski lebih rendah dari tun­tutan, Juru Bicara KPK Febri menilai, vonis terhadap Handang ini sudah cukup berat.

Dengan vonis berat ini, kata Febri, KPK berharap dapat mem­berikan efek jera terhadap pihak-pihak lain, terutama aparat pajak lain agar tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.

"Hal ini sekaligus bentuk du­kungan institusi penegak hukum terhadap upaya memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pajak dengan cara memproses pihak yang menyalahgunakan kewenangannya selama bertugas. Sektor pajak juga menjadi perha­tian bersama yang perlu dijaga," tandas bekas aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

Kilas Balik
Kakanwil Perantara Pertemuan Ipar Jokowi Dengan Dirjen Pajak

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi membenarkan soal pertemuan dengan Arif Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo yang terjadi beberapa waktu lalu di ruang kerjanya.

Hal itu diakuinya saat menjadi saksi perkara suap Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Ken menuturkan, pertemuan tersebut terjadi bulan September tahun lalu di kantornya untuk membahas tax amnesty. "Dia (Arif) ke ruangan saya bersama Rudi," sebut Ken di Pengadilan Tipikor, kemarin. Rudi yang di­maksud adalah Rudi Prijambodo Musdiono, seorang pengusaha.

Pertemuan Arif dengan Ken lewat perantara Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Pajak Jakarta Khusus M Haniv dan Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum, Handang Soekarno.

"Kalau tidak salah Arief ke­temu Haniv, lalu bilang mau ketemu saya. Kemudian Haniv telepon Handang. Saya bilang silakan saja, siapapun wajib pajak yang ingin bertemu saya akan saya temui. Hercules saja saya temui kok," ujarnya.

Ken menandaskan pertemuan­nya dengan Arif dan Rudi hanya membicarakan soal tax amnesty, bukan soal masalah pajak PT EK Prima. "Dia (Arif) punya banyak perusahaan di Jateng. Dia tanya bisa tidak mengajukan (tax amnesty) di Jakarta. Jadi semua hanya bertanya soal tax amnesty," sebutnya.

"Tidak menyebutkan secara khusus soal PT EKP," lanjut Ken.

Jaksa penuntut umum KPK kemudian bertanya, apakah Ken melakukan intervensi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) VI, Johny Sirait. Ken membantah. Ken berdalih hanya memberi imbauan kepada Johny agar melakukan pengecekan se­suai peraturan yang berlaku da­lam menghadapi wajib pajak.

"Saya hanya meminta guna­kanlah aturan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang benar," jawab Ken.

Menurut Ken, ia banyak menerima keluhan mengenai penerapan aturan pajak. "Saya datang ke semua Kakanwil Pajak, termasuk yang di Kalibata (KPP PMAIV) untuk melihat apa kendala Kakanwil khusus (soal) penerimaan turun. Mungkin kar­ena restitusi banyak," kata Ken.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan, Intelijen dan Penyelidikan (P2IP) Kanwil Pajak Jakarta Khusus, Wahono Saputro menyebut Arif pernah ber­temu Dirjen Pajak membicarakan persoalan pajak PT EK Prima.

Hal itu tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Wahono yang dibacakan Jaksa KPK Ali Fikri saat persidangan Senin, 6 Maret lalu. "Saya juga pernah diberitahu Pak Haniv, Pak Arif pernah ketemu dengan Dirjen Pajak terkait Saudara Mohan," kata Ali Fikri memba­cakan BAP Wahono.

Awalnya, Wahono ragu-ragu menyampaikan identitas Arif. Namun, setelah dicecar jaksa, Wahono mengaku tahu identitas Arif dari Handang yang menye­butkan Arif adalah adik ipar presiden. "Kalau menurut penjelasan Pak Handang, Saudara. Saya sih nggak kenal, tapi Saudara dengan presiden kita," ujar Wahono.

Dalam surat dakwaan Rajamohanan, disebutkan Ken dan Arif pernah melakukan pertemuan di Kantor Ditjen Pajak pada 23 September 2016.

Setelah pertemuan itu PT EK Prima mendapat penghapusan tunggakan kewajiban pajak Rp 52,3 miliar untuk masa pa­jak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015.

Penghapusan kewajiban pa­jak itu dituangkan dalam Surat Keputusan tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00270/107/14/059/16 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EK Prima dan Surat Keputusan tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) atas nama Wajib Pajak PT EK Prima tertanggal 6 September 2016. Surat itu diteken Kepala Kanwil Jakarta Khusus Muhammad Haniv atas nama Dirjen Pajak.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA