Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Duit Jatah Diantar Ke Rumah Priyo, Yang Terima Adiknya

Perkara Korupsi Cetak Al-Quran

Jumat, 28 Juli 2017, 10:12 WIB
Duit Jatah Diantar Ke Rumah Priyo, Yang Terima Adiknya
Priyo Budi Santoso/Net
rmol news logo Nama Wakil Ketua DPR periode 2009-2014, Priyo Budi Santoso disebut ikut menerima aliran uang korupsi proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah dan pencetakan Al-Qur’an tahun anggaran 2011 dan 2012.
Selamat Berpuasa

Fahd El Fouz, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar yang menyerahkan sendiri duit jatah untuk Priyo.

Hal itu terungkap dalam per­sidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Dalam persidangan ini, Fahd duduk sebagai terdakwa.

Anggota Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Syamsurachman yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan, dirinya pernah mencairkan cek senilai Rp 9,250 miliar di Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Setelah itu, dirinya diminta ikut Fahd dan Sekjen Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra ke rumah Priyo.

Syamsu menuturkan, hanya Fahd dan Dendy yang masuk ke dalam rumah Priyo sambil membawa tas. Ia sempat ber­tanya kepada Fahd mengenai isi tas yang mereka bawa.

"Katanya (Fahd), itu untuksetoran ke PBS (inisial Priyo). Diberikan ke Mas Agus Suprianto, adiknya Priyo," ungkap Syamsu.

Namun, Syamsu tak tahu berapa uang di dalam tas yang diserahkan kepada Priyo.

Syamsu mengaku ikut menerima jatah duit setengah persendari proyek pencetakan Al-Quran tahun anggaran 2011dan 2012. Anggaran proyek penceta­kan Al-Quran tahun 2011 Rp22 miliar. Sedangkan tahun 2012 Rp 50 miliar.

Syamsu juga mengaku mendapat fee dari proyek pengadaanlaboratorium komputerMadrasah Tsanawiyah di Kementerian Agama.

Kesaksian Syamsu dibenarkan saksi lainnya Vasko Ruseimy, yang juga anggota MKGR. Vasko mengaku mendapat fee 1 persen yang dibagi berdua denganSyamsurachman. Menurut dia, pembagian fee ditentukan oleh Fahd.

"Yang saya tahu, fee untuk saya 1 persen berdua dengan Pak Syamsu. Itu dikasih langsung (tanpa diskusi)," ujarnya.

Fahd tak menampik kesaksian Syamsu mengenai pemberian uang kepada Priyo. Ia bahkan bersumpah uang itu sudah sam­pai ke tangan Priyo.

"Kalau ada pemberian kepada Priyo, saya bersumpah demi Allah itu nyampe," tandasnya.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Fahd bersama-sama dengan anggota Badan Anggaran DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra menerima suap terkait pengaturanproyek di Kementerian Agama tahun 2011 dan 2012.

Ketiganya menerima suap sebesar Rp 14,3 miliar karena telah menjadikan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang proyek pengadaanlaboratorium komputer.

Kemudian, menjadikan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia se­bagai pemenang proyek pence­takan pengadaan kitab suci Al-Quran tahun 2011, dan Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pe­menang proyek pencetakan Al-Quran tahun 2012.

Uang dari main proyek di Kementerian Agama itu lalu dibagi-bagi. Fahd menulis dalam catatan, Priyo yang disingkat PBS mendapat jatah fee 1 dari proyek pengadaan laboratorium komputer dan 3,5 persen dari proyek pencetakan Al-Quran.

Priyo pernah beberapa kali diperiksa KPK untuk perkara Zulkarnaen Djabar dan Fahd. Hingga kini, politisi senior Partai Golkar itu masih berstatus saksi.

Kilas Balik
Jadi Calo Anggaran Infrastruktur Daerah

Fahd Dibui 2,5 Tahun
 
Fahd El Fouz A Rafiq pernah menjadi pesakitan di KPK. Ia dijebloskan ke penjara karena di­vonis bersalah dalamkasus suap pengurusan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di DPR.

Fahd bersama Haris Andi Surachman terbukti menyuap ang­gota DPR dari Fraksi PAN, Wa Ode Nurhayati untuk meloloskan proposal alokasi DPID untuk tiga kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam pada APBN 2011.

Fahd divonis 2,5 tahun penjaraoleh majelis hakim pada 11 Desember 2012. Dia pun bebas bersyarat pada 23 Agustus 2014 lalu.

Sementara, Haris divonis 2 tahun penjara. Dalam putusan­nya, majelis berpendapat Haris terbukti bersalah melakukan tin­dak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hakim Purwono Edi Santoso menguraikan, peristiwa pidana itu bermula ketika Haris ber­temu Fahd El Fouz di DPR sekitar September 2011. Haris diminta Fahd mencarikan ang­gota Banggar DPR yang dapat mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah sebagai penerima DPID tahun anggaran 2011.

Haris menyanggupi permint­aan Fahd. Kemudian, ia men­ghubungi Syarif Achmad selaku staf Wa Ode Nurhayati (WON) Center. Setelah berhasil menghubungi Syarif, Haris memintatolong agar Syarif dapat memfasilitasi keinginan Fahd untukbertemu dengan Wa Ode. Beberapa hari kemudian, Haris bertemu Syarif dan Wa Ode.
Purwono melanjutkan, Haris menyampaikan permintaan Fahd di dalam pertemuan itu. Wa Ode menyanggupi dan meminta mas­ing-masing daerah menyiapkan proposal. Sekitar awal Oktober 2010, Fahd kembali meminta ketiga kabupaten itu diupayakan sebagai daerah penerima DPID, masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

Namun, Wa Ode meminta komitmen fee enam persen dari alokasi DPID yang akan diterimamasing-masing kabupaten. Fahd kemudian menghubungi seorang pengusaha di Aceh bernama Zamzami untuk menyiapkan proposal. Fahd juga meminta Zamzami menyediakan dana Rp 7,34 miliar sebagaimana permintaan Wa Ode.

Setelah menerima uang dari Zamzami, Fahd menghubungi Kepala Dinas PU Kabupaten Bener Meriah, Armaida. Fahd meminta Armaida menyiapkan proposal dan dana Rp5,65 miliar untuk pengurusan alokasi ang­garan DPID Kabupaten Bener Meriah. Armaida menyanggupi dengan menyetorkan Rp5,64 miliar ke rekening Fahd.

Menurut Purwono, dalam rangka memenuhi permintaan Fahd, pihak dari Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah membuat pro­posal DPID sebesar Rp50 miliar, Rp226,291 miliar, dan Rp50 miliar. Ketiga proposal itu diser­ahkan Fahd kepada Haris. Fahd mengirimkan uang kepada Haris untuk memenuhi komitmen denganWa Ode.

Selanjutnya, Fahd mentransfer uang itu ke rekening tabungan Haris di Bank Mandiri secara bertahap. Pertama, tanggal 13 Oktober 2010 sebesar Rp 2 miliar dan Rp 1 miliar. Kedua, tanggal 14 Oktober 2010 sebe­sar Rp 2 miliar. Ketiga, tanggal 18 Oktober 2010 sebesar Rp1 miliar, sehingga seluruhnya berjumlah Rp 6 miliar.

Sebagai realisasi komitmen fee enam persen, Haris menyer­ahkan uang Rp 5,5 miliar kepada Wa Ode melalui Sefa Yulanda. Sefa menyetorkan Rp5,25 mil­iar ke rekening Wa Ode secara bertahap dalam rentang waktu tanggal 13 Oktober sampai 25 Oktober 2010. Atas perintah Wa Ode, Sefa menyetorkan Rp 250 juta sisanya ke rekening Syarif.

Terkait alokasi DPID Kabupaten Minahasa, sekitar Oktober 2010, Purwono melanjutkan,Haris bertemu Wa Ode di Gedung DPR. Haris menyampaikan permintaan Saul Paulus David Nelwan dan Abram Noach Mambu agar Kabupaten Minahasa ditetapkan sebagai daerah penerima DPIDtahun anggaran 2011 sebesar Rp 15 miliar.

Wa Ode meminta Haris meny­iapkan proposal dan dana Rp750 juta. Haris menerima transfer Rp 900 juta dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tinneke Henrietha melalui Saul Paulus David Nelwan, Direktur PT Gemini Indah Maestro Abram Noach Mambu, dan Direktur PT Trinity Sukses Gilbert Mogot Tewu Wantalangi.

"Setelah menerima proposal DPID Kabupaten Minahasa sebesar Rp 35,315 miliar, Haris menyerahkan uang Rp 750 jutakepada Wa Ode Nurhayati melalui Sefa Yolanda. Uang Rp 750 juta disetorkan Sefa Yolanda ke rekening Wa Ode Nurhayati secara bertahap pada 27 Oktober 2010 Rp 500 juta dan 1 November 2010 Rp 250 juta," ujar Purwono.

Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa ditetapkan sebagai daerah penerima DPID berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN 2011 dan Permenkeu No.25/PMK.07/2011 tanggal 11 Februari 2011 sesuai permintaanHaris, Fahd, Saul Paulus David Nelwan, dan Abram Noach Mambu.

Bebas dari penjara, Haris mencalonkan diri sebagai wakil walikota Kendari, Sulawesi Tenggara pada pilkada Februari 2017 lalu. Namun dia tak terpilih. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA