Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hakim Sebut Keterlibatan Kepala Bakamla Minta Fee

Kasus Korupsi Pengadaan Monitoring Satelite

Selasa, 18 Juli 2017, 09:50 WIB
Hakim Sebut Keterlibatan Kepala Bakamla Minta Fee
Foto/Net
rmol news logo Keterlibatan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo disebut dalam pertimbangan vonis hakim untuk terdakwa Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Selamat Berpuasa

Arie Soedewo disebut memer­intahkan Eko untuk menanyakan fee yang akan diberikan PT Melati Technofo Indonesia, selaku perusahaan pemenang proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla.

"Bahwa terdakwa diminta oleh Kepala Bakamla untuk mencari tahu ada bagian untuk Bakamla," ujar hakim Sofialdi saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Menurut hakim, seusai menda­pat arahan dari Arie Soedewo, Eko menindaklanjutinya dengan menanyakan jatah fee untuk Bakamla kepada pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta. Eko me­minta agar jatah untuk Bakamla sebesar 7,5 persen, diberikan lebih dulu sebesar 2 persen.

Nama Arie Soedewo su­dah disebut-sebut dalam surat dakwaan terhadap Eko. Jaksa Penuntut Umum KPK mendak­wa Eko Susilo Hadi menerima suap 88.500 dolar Amerika dan 100 ribu dolar Singapura

Uang suap itu diterima dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Dharmawansyah. Tujuannya agar PT MTI ditunjuk menjadi rekanan dalam proyek monitor­ing satelit Rp400 miliar.

Eko menerima suap bersama Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.

"Telah menerima uang dari Fahmi Darmawansyah yang diserahkan melalui Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus (anak buah Fahmi—red)," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo membacakan surat dakwaan.

Jaksa membeberkan pada Maret 2016, Staf Khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi menemui Fahmi Darmawansyah dan Adami Okta di kantor PT Merial Esa. Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah ikut proyek di Bakamla. Namun syaratnya har­us memberikan fee 15 persen.

Bakamla lalu membuka lelang proyek monitoring satelite. PT MTI terpilih menjadi penye­dia monitoring satelit. Setelah penunjukan rekanan, Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo memanggil Eko ke ruangannya.

Arie menyampaikan kepada Eko mengenai jatah yang akan diberikan PT MTI. "Adapun dari jatah 15 persen tersebut, yang sebesar 7,5 persen akan diberi­kan oleh PT Melati Technofo Indonesia kepada pihak Bakamla, yang dalam realisasinya akan diberikan terlebih dahulu sebesar 2 persen," sebut jaksa Kresno.

Atas arahan Arie, lanjut jak­sa, Eko meminta Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memanggil PT MTI. Pada 9 November 2016, Adami Okta datang menghadap. Ia setuju untuk mencairkan jatah 2 persen terlebih dulu.

"Kemudian Arie Soedewo memberikan arahan kepada terdakwa agar menerimanya dan membagikan kepada Nofel Hasan dan Bambang Udoyo, masing-masing Rp1 miliar, sedangkan Rp2 miliar untuk terdakwa," jelas jaksa.

Sebelumnya, nama Arie Soedewo juga disebut dalam surat dakwaan Fahmi Darmawansyah. Ia disebut sebagai pengatur pen­cairan fee PT MTI dan jatah duit untuk pejabat Bakamla.

Eko ketika menjadi saksi per­sidangan Fahmi membenarkan Arie yang meminta pencairan fee 2 persen dulu.

Dalam perkara ini, Eko akh­irnya divonis 4 tahun 3 bulan penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Eko memutuskan menerima putusan ini.

Kilas Balik
Terdakwa Sindir Jaksa Tak Bisa Hadirkan Ali Fahmi


Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi menyesalkan sikap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak menghadirkan Ali Fahmi alias Fahmi Alhabsyi sebagai saksi kasusnya.

Ali Fahmi, menurut Eko, saksi penting dalam kasus suap proyek monitoring satelit di Bakamla. "Jika menggunakan parameter peranan, berdasarkan keteran­gan saksi dan BAP maka paling banyak peranannya adalah Ali Fahmi Habsyi," sebut Eko dalam saat membacakan nota pembe­laan atau pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ali Fahmi adalah politisi PDIP yang ditunjuk menjadi staf khusus Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo. Eko mem­beberkan, peranan Ali Fahmi terli­hat dari pertemuan dan komunikasi dengan Fahmi Darmawansyah, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) yang menjadi rekanan Bakamla dalam proyek monitoring satelit.

"Ali Fahmi telah disebutkan mengajak Fahmi Darmawansyah ikut pengadaan di Bakamla. Di samping itu berdasarkan ket­erangan para saksi dan BAP, yang bersangkutan (Ali Fahmi) sudah menerima uang dari Fahmi Dharmawansyah dalam jumlah cukup besar," kata Eko.

Eko melanjutkan, Ali Fahmi yang mengatur jatah fee 7,5 persen untuk Bakamla dari total nilai proyek satmon. Ali Fahmi sejak Maret 2016 telah melaku­kan pertemuan dengan Fahmi Darmawansyah dan anak buah­nya, Muhammad Adami Okta.

"Pada pertemuan tersebut membicarakan tentang pen­gadaan barang satellite moni­toring dan drone di Bakamla dan dalam pertemuan tersebut termasuk dibicarakan oleh Ali Fahmi tentang fee 15 persen yang kemudian diberikan 7,5 persen untuk Bakamla," terang Eko.

Namun, kata Eko, sangat dis­ayangkan jaksa KPK tidak bisa menghadirkan Ali Fahmi dalam persidangan. "Dari keterangan di persidangan bahwa seba­gai inisiator sekaligus pelaku utama adalah Ali Fahmi dan dari pihak perusahaan adalah Fahmi Darmawansyah. Sementara saya melakukan tindak pidana ini atas perintah dari Laksamana Madya Arie Soedewo selaku Kepala Bakamla," ujar Eko.

Dalam perkara ini, Eko didak­wa menerima suap 10 ribu dolar Amerika, 100 ribu dolar Singapura dan 78.500 ribu dolar Amerika terkait proyek monitoring satelit. Uang suap itu berasal dari PT MTI, rekanan Bakamla. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA