Menurut Febri, penahanan terhadap Nur Alam untuk memÂpercepat penyelesaian berkas perkaranya. Dalam pemeriksaan kemarin, penyidik menyinggung soal aliran dana yang diduga perÂnah diterima Nur Alam terkait penerbitan izin tambang di Sulawesi Tenggara.
"Penyidik meminta klarifikasi mengenai sejumlah dokumen, dugaan aliran dana hingga asal aset yang dimiliki tersangka," ujar Febri.
Pengusutan kasus dugaan korupsi Nur Alam telah berjalan hampir dua tahun. Setelah memerÂiksa sejumlah saksi, KPK baru menetapkan Nur Alam sebagai tersangka pada Agustus 2016.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan, penetapan Nur Alam sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti hasil pengembangan peÂnyelidikan yang dilakukan oleh KPK terkait persetujuan izin usaha tambang di Sultra tahun 2009-2014.
"KPK telah menemukan dua alat bukti dan sedang diperbanÂyak lagi dan menetapkan NA Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka," ujar Laode dalam keterangan pers di KPK, 23 Agustus 2016.
Laode menjelaskan Nur Alam diduga telah melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakankewenangannya sebagai gubernur untuk memÂperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Dia memaparkan ada sejumÂlah aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Alam kepada PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB) yang diduga sebagai bagian dari modus koÂrupsinya.
PT AHB adalah perusahaan tambang nikel yang beroperasidi Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra. Kebijakan yang dikeluarkan Nur Alam kepada PT AHB, yaitu Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan dan Ekplorasi, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Pertambangan Operasi Produksi.
"SK tersebut diduga dikeluarkan tidak sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.
Laode menyampaikan, Nur Alam diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimanatelah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentangPemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Nur Alam disebut-sebut seÂbagai salah satu kepala daerah yang memiliki rekening gendut. Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar Amerika atau setara denganRp 60 miliar dari Richcorp Internasional.
Kurun September-November 2010, Richcorp empat kali mentransfer uang ke PT AXA Mandiri dengan nilai total 4,5 juta dolar Amerika. Uang itu dikirim lewat China Trust Bank Commercial Hong Kong.
Rinciannya, 15 September 2010 sebanyak 500 ribu dolar Amerika, 22 September 2010 sebanyak 1 juta dolar Amerika, 18 Oktober 2010 sebesar 1 juta dolar dan 29 November 2010 sebesar 2 juta dolar.
Oleh AXA, uang itu ditempatkan dalam tiga polis asuransi atas nama Nur Alam senilai Rp 30 miliar. Pada formulir pengiriÂman uang, tertulis "untuk pemÂbayaran asuransi". Sisa dana, sekitar Rp 10 miliar, ditransfer AXAke rekening Nur Alam di Bank Mandiri.
Richcorp adalah perusahaan Hong Kong yang bergerak di bisnis tambang. Perusahaan ini membeli nikel dari PT Billy Indonesia melalui melalui PT Real Luck International Ltd. Richcorp menguasai saham Real Luck.
PT Billy yang dipimpin Widdi, memiliki afiliasi dengan PT AHB. Kantor PT AHB di Pluit, Jakarta Utara sudah digeledah KPK.
Transfer uang kepada Nur Alam bukan tak terendus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga itu membuat Laporan Hasil Analisis (LHA) atas transaksi itu dan mengirimnya ke Kejaksaan Agung.
Kejagung pun melakukan peÂnyelidikan. Namun kemudian diÂhentikan. "Karena minimnya alat bukti, kasusnya tidak pernah ke penyidikan," dalih Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Rum.
Kilas Balik
Bupati Bombana Tolak Teken Surat Rekomendasi Izin PT AHB
Atikurahman, narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Baubau dibon penyidik KPK. Bekas bupati Bombana itu dibawa ke Mapolres Baubau untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi perkara suap izin tambang Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Kepada penyidik, Atikurahman menyatakan tidak terlibat dalam proses pemberian izin tambang PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB) di Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Atikurahman mengungkapkan,pernah menolak menekan surat rekomendasi pemberian izin operasi PT AHB. Pasalnya, perusahaan itu diduga melakukan pelanggaran lantaran melakukan eksplorasi di lahan konsesi PT Inco.
Atikurahman bahkan pernah menyurati Gubernur Nur Alam agar izin PT AHB dibatalkan karena lahan konsesi PT AHB di Kabaena Selatan tumpang tindih dengan lahan konsesi PT Inco.
Pada 25 Oktober 2010 PT Inco baru resmi melepaskan lahannya seluas 3.000 hektare di Kabaena Selatan berdasarkan keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Nur Alam lalu menerbitkan izin untuk PT AHB lewat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 828 Tahun 2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang persetuÂjuan pencadangan wilayah perÂtambangan PT AHB seluas 3.024 hektar di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana.
Kemudian, Keputusan Gubernur Nomor 815 Tahun 2009 tanggal 17 Desember 2009 tentang persetujuan izin usaha pertambangan eksplorasi kepada PT AHB di lokasi yang sama dengan luas 3.084 hektar.
Terakhir, Nur Alam meneken Keputusan Gubernur Nomor 435 Tahun 2010 tanggal 26 Juli 2010 tentang persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi, seluas 3.084 hektar. Padahal, di lokasi yang sama terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki PT Prima Nusantara Sentosa.
Gara-gara memberikan izin kepada PT AHB, Nur Alam perÂnah digugat PT Prima Nusantara Sentosa. Sesuai salinan resmi putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari tertanggal 10 Juni tahun 2011, SK Nomor 828 Tahun 2008 yang dikeluarkan Nur Alam menabrak ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor perkara 413K/TUN/2011 tanggal15 Oktober 2012 dinyatakan PT AHB dilarang melakukan eksplorasi di lahan yang sudah diterbitkan IUP atas nama PT Prima Nusantara Sentosa.
Sebelumnya, Atikurahman pernah dimintai keterangan KPK di Lapas pada November 2015 lalu. Saat itu, perkara ini masih tahap penyelidikan. ***
BERITA TERKAIT: