Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ada Pengemudi Taksi Online Belum Tahu Tarif Dinaikkan

Diterapkan Pemerintah Mulai 1 Juli

Rabu, 05 Juli 2017, 10:29 WIB
Ada Pengemudi Taksi Online Belum Tahu Tarif Dinaikkan
Foto/Net
rmol news logo Setelah masa tenggang sejak 1 April lalu, pemerintah akhirnya menetapkan tarif baru dengan sistem batas bawah dan batas atas bagi taksi online.

Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017. Dalam aturan itu, tarif baru harus diterapkan per 1 Juli 2017.

Meski peraturan baru telah ditetapkan, namun fakta di lapangan, masih ada operator pe­nyedia jasa taksi online yang belum melaksanakan aturan tersebut. Hal itu diketahui saat Rakyat Merdeka menggunakan salah satu taksi online, Senin siang (3/7).

Kami memesan layanan terse­but dari Perumahan Patria Jaya, Jatirahayu, Bekasi, menuju Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di layanan aplikasi tertera, tarif untuk jarak sekitar 5 kilometer (km) tersebut sebesar Rp 16 ribu. Tarif tersebut masih sama dengan tarif sebelum aturan baru taksi online ditetapkan.

Tak menunggu lama, pesanan kami diambil seorang penge­mudi taksi online. Mobilnya Daihatsu Xenia berkelir merah. Dari penampilannya, mobil tersebut masih tampak baru. Begitu pun dengan penampakan interior dalam mobil.

Mobil pun langsung diarahkan ke tujuan yang telah ditentukan. Kurang dari 30 menit, kami pun sampai di tempat tujuan yang telah ditentukan. Tak ada tambahan biaya meski lalu lintas agak ra­mai. Situasi keramaian lalu lintas biasanya juga jadi salah satu pato­kan tarif salah satu taksi online.

Sepanjang perjalanan, sopir itu bercerita, sejauh yang dia diketahui, memang belum ada tanda-tanda perubahan tarif tersebut. "Tarifnya biasa saja, sama seperti kemarin-kemarin. Yang saya tahu memang belum naik," ucapnya.

Lebih dari itu, dia bahkan mengaku tidak mengatahui adanya rencana perubahan tarif sepertiyang ditetapkan pemerintah. Ia mengatakan, bahwa dirinya belum mendapatkan informasi apapun dari perusahaannya.

"Saya enggak tahu juga kalau bakal naik atau berubah tarifnya. Belum ada pemberitahuan kalau bakal naik atau sebagainya. Saya juga belum dengar dari teman-teman kalau tarif mau dinaik­kan," ujarnya.

Kendati demikian, sebagai seorang sopir, dia menyambut baik bila ada kenaikan tarif. Dengan begitu, pemasukannya bisa bertambah. "Ya namanya juga sopir, pasti inginnya juga naik. Biar lebih untung juga kaitanya," tuturnya.

Senada, seorang pengemudi mobil online lain menyatakan, kenaikan tarif ini akan menguntungkan. Apalagi, kata dia, operator tertentu memiliki targetharian untuk dipenuhi. Jika memenuhi target, tentunya akan menambah pendapatan mereka.

Hal yang menurutnya jadi perhatian para pengemudi, justru beberapa rencana pemerintah dalam peraturan tersebut. Salah satunya adalah rencana pem­batasan armada transportasi yang akan ditentukan pemerintahdaerah (Pemda) masing-masing wilayah.

"Saat ini jumlah driver me­mang cukup banyak. Saat saya bergabung Januari lalu sudah tercatat 50 ribu pengemudi. Saya tidak tahu bila nantinya akan ada pembatasan seperti apa. Itu akan mengurangi jumlah tenaga kerja," ucapnya.

Ia juga mengkhawatirkan, pembatasan ini nantinya juga akanberlaku untuk wilayah kerja. "Meski belum tertulis, soalpem­batasan ini memang sudah jadi pembicaraan sama teman-teman di lapangan," ujarnya.

Pendapat berbeda mengenai tarif diungkapkan pengemudi taksi online yang lain. Pria yang pernah bekerja sebagai sopir taksi konvensional itu mengata­kan, dirinya juga kurang setuju bila tarif taksi online disamakan dengan taksi konvensional. Sebab, itu bisa membuat mereka kehilangan pelanggan.

"Kalau saya, tarif standar saja kayak sekarang. Saya pernah di taksi biasa, saya pernah ngerasain tujuh tahun di dunia transportasi. Saya pernah ngerasain gimana susahnya dapat penumpang. Kita kan dapat duit dari mana kalau enggak dari penumpang," keluhnya.

Dia menjelaskan, bila sejum­lah taksi online mengikuti aturan itu justru akan membebani pihak sopir. Pasalnya, sopir mendap­atkan beban, khususnya biaya yang lebih tinggi.

"Tarif konvensional itu Rp 4.100 per km, kalau kita Rp 3.500 per km. Kalau misalnya disetarakan sih enggak bisa dis­etarakan. Kenapa? Karena taksi konvensional kan sistemnya global," ucapnya.

Lebih lanjut dia mencontoh­kan, jika pajak STNK konven­sional per tahunnya Rp 500 ribu, bayar KIR paling tinggi Rp 60 ribu. Dalam setahun, sambung­nya, paling tinggi kena Rp 1 juta. Sedangkan mobil sendiri, kata dia, pajaknya Rp 2 juta.

"Bandingkan sama konven­sional. Makanya kalau kita dis­etarakan dengan taksi konven­sional kita nyerah," katanya.

Masih menurutnya, taksi on­line memang tidak memiliki pool. Namun demikian, lanjut­nya, taksi online mesti memba­yar biaya jika harus ke bengkel. Bahkan, menurutnya, biaya bengkel taksi konvensional bisa lebih murah dibanding biaya bengkel taksi online yang meru­pakan mobil pribadi.

"Mereka taksi konvensional bahkan bisa lebih murah, se­dangkan kita kalau lecet mesti asuransi paling enggak Rp 300 ribu. Kalau mereka kan punya bengkel sendiri. Kita kan enggak begitu," jelasnya.

Sejauh ini, perusahaannya masih mematok tarif normal, yakni sebesar Rp 3.500/km. Dirinya pun belum mendapatkan pemberitahuan dari perusa­haan terkait dengan perubahan tarif. "Tarif kami masih stan­dar. Belum ada pemberitahuan naik, masih Rp 3.500 per km," ucapnya.

Komentar beragam pun mun­cul dari para pelanggan taksi online. Sebagian pengguna mengatakan akan tetap meng­gunakan taksi online karena kemudahan melalui aplikasi. Para pengguna juga berharap, penetapan tarif baru membuat pelayanan taksi online maupun reguler menjadi lebih baik.

"Kalau saya, akan tetap naik taksi online. Soalnya mobili­tasnya lebih mudah dibanding harus nyetop kendaraan umum di pinggir jalan," kata seorang pengguna mobil online, Putri.

Dia juga mengatakan, salah satu keunggulan taksi online adalah tarifnya yang sudah bisa diketahui melalui aplikasi, tetap lebih murah, dan faktor keamanan. Soalnya, penumpang bisa mengetahui identitas pengemudi taksi tersebut.

Gita, pengguna taksi online lainnya mengatakan, kenaikan tarif yang sudah ditetapkan itu diharapkan bisa meningkatkan pelayanan kepada konsumen.

"Saya sudah tahu kenaikan tarif ini dari tiga bulan lalu, tapi seba­gai pengguna, yang diharapkan itu adalah pelayanan yang baik. Taksi online harus meningkatkan layanan," tandas Gita.

Latar Belakang
Kementerian Perhubungan Bikin Tim Untuk Menyamar Sebagai Penumpang


Kementerian Perhubungan telah mengumumkan aturan teknis terkait pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang aturan taksi online yang dirilis 1 April 2017 lalu. Aturan baru tersebut akhirnya resmi di­implementasikan Sabtu lalu.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar menjelaskan, keten­tuan tarif dihitung berdasarkan jarak per kilometer (km). Tarif juga dibedakan berdasarkan wilayah.

Ketentuan tarif batas bawah wilayah Iyang meliputi Sumatera, Jawa, dan Bali, adalah Rp 3.500 per km. Sedangkan batas atasnya Rp 6.000 per km. Sementara, di wilayah IIyang meliputi Kalimantan, Sulawesi hingga Papua, tarif batas bawah­nya sedikit lebih tinggi, Rp 3.700 ribu per km. Tarif batas atasnya pun lebih tinggi, yakni Rp 6.500 per km.

Dengan formulasi ini, ba­gaimana tarif taksi online ini bila dibandingkan dengan taksi kon­vensional. Apalagi, taksi online terkenal lebih murah. Merujuk pada instruksi Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKIJakarta, ada penurunan tarif taksi untuk Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi per 16 April 2016. Dari aturan tersebut, tarif buka pintu (flag fall) taksi seperti Blue Bird turun Rp 1.000, dari tadinya Rp 7.500 menjadi Rp 6.500.

Di sisi lain, untuk tarif taksi per km disesuaikan menjadi Rp 3.500 atau turun Rp 500 dari sebelum­nya Rp 4.000 per km. Sementara, untuk tarif waktu tunggu dipang­kas menjadi Rp 42 ribu, dari sebelumnya Rp 48 ribu.

Melihat angka di atas, taksi online dan konvensional menarik ongkos yang tidak jauh berbeda, bahkan sama per kilometernya di wilayah I. Hal ini sesuai den­gan cita-cita pemerintah untuk menyehatkan persaingan taksi online dan konvensional.

Sebagai tindak lanjut aturan tersebut, Pudji mengatakan, salah satu pengawasannya den­gan menyamar sebagai pen­umpang taksi online. Hal itu untuk mengetahui tarif yang dikenakan perusahaan taksi on­line. "Kemenhub nanti membuat semacam tim untuk monitoring. Bisa saja saya jadi penumpang," ujar Pudji.

Selain itu, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri ini menuturkan, Kemenhub akan selalu menanya­kan kepada perusahan penyedia aplikasi taksi online, bagaimana tarif per kilometernya. Apakah sesuai dengan tarif batas atas dan bawah yang ditetapkan.

"Kita juga menanyakan ke­pada penumpang sendiri yang merasakan, apakah sudah ada perubahan atau belum. Apakah harganya lebih murah atau tetap, atau lebih mahal. Juga dari manajemen langsung, sudah me­nyatakan iya, sudah dilaksana­kan atau belum. Kalau belum, ini kita tuntut," tegasnya.

Dalam hal ini, Pudji pun me­minta kepada penumpang taksi online untuk melapor kepada Kemenhub jika menemukan tarif taksi online per kilometer tidak sesuai dengan yang ditetapkan.

"Bukan hal yang baru, konteks ini dilakukan saat masyarakat menggunakan itu, misalnya tarif pesawat, kalau lebih mahal dan murah, kan masyarakat mengadu. Kita buka pengaduan," pungkasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA