Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Posko Subsidi Listrik ESDM Dibikin Tanpa Tanda

50 Ribu Aduan Sudah Masuk

Jumat, 16 Juni 2017, 08:35 WIB
Posko Subsidi Listrik ESDM Dibikin Tanpa Tanda
Foto/Net
rmol news logo Pencabutan subsidi listrik bagi konsumen golongan 900 volt ampere (VA) memberatkan. Masyarakat yang merasa tidak mampu dan tetap pantas mendapat subsidi, bisa mengadu ke Posko Pusat Pengaduan Subsidi Listrik.

Menjelang sore, Rabu (14/6), suasana Posko Pusat Pengaduan Subsidi Listrik di kantor Direktorat Jenderal Ketenagaslitrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang sepi. Tidak terlihat satu pun yang mengadu di posko yang berala­mat di Jalan H.R. Rasuna Said, Blok X 2, Kav. 7-8, Kuningan, Jakarta Selatan ini. Hanya ada satu petugas yang mengutak-atik monitornya.

"Kami terus memantau pengaduanyang masuk," ujar Prita, staf posko Subsidi Listrik kepada Rakyat Merdeka.

Tidak ada petunjuk maupun informasi yang menunjukkan bahwa ruangan tersebut berfung­si sebagai tempat pengaduan subsidi listrik. Sebab, di depan ruangan hanya terdapat tulisan "Pelayanan Publik Ketenagalistrikan". Di tengah ruangan disediakan kursi panjang untuk ruang tunggu. Di depan kursi tunggu, terdapat empat bilik yang tidak terlalu besar, berisikan monitor komputer.

"Pengaduan yang masuk dari seluruh Indonesia diinput di tem­pat ini," ujar Prita kembali.

Menurut Prita, posko ini difungsikan untuk menginput data pengaduan yang masuk dari seluruh Indonesia. Posko tersebut tidak difungsikan untuk menerima pengaduan langsung dari masyarakat.

"Kalau ada warga yang mengaduke sini, langsung kami sarankan untuk mengadu ke kelurahan. Soalnya, formulir pengaduan di sana. Kalau untuk konsultasi boleh-boleh saja," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Prita, warga yang ingin membuat pengaduan cukup mengadu di kelurahan. Selanjutnya, pihak kelurahan yang akan membawa data terse­but ke kantor kecamatan untuk diinput ke websitesubsidi.djk. esdm.go.id. "Nantinya, petugas kecamatan yang akan memasuk­kan data tersebut langsung ke posko pusat untuk diverifikasi lebih lanjut," jelasnya.

Namun, sebelum data dimasukkan di tingkat kecematan, katawanita berjilbab ini, harusdi­lengkapi terlebih dahulu dengan fotokopi KTP, Kartu Keluarga (KK) dan surat keterangan tidak mampu dari RT, RW dan bukti pembayaran rekening listrik atau bukti pembelian token listrik.

"Kalau tidak ada keterangan semua itu, data langsung ditolak di tingkat kecamatan," ujarnya.

Setelah diinput di posko pusat, lanjut Prita, data tersebut akan diteruskan ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang beranggotakan, pegawai dari Kementerian ESDM, PLN dan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut. "Nantinya tim PLN yang akan mensurvei langsung ke lapangan. Kalau layak dapat subsidi, maka kami terima aduan tersebut," tandasnya.

Prita menambahkan, posko pengaduan ini buka sejak Januari hingga September 2017. "Kami buka selama 24 jam, tidak ada hari libur," tegasnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini jumlah pengaduan yang masuk ke posko berjumlah lebih dari 50 ribu. "Rata-rata setiap hari ada 5 pengaduan yang masuk dari seluruh Indonesia," sebut Prita.

Dari jumlah itu, kata Prita, pengaduan terbanyak berasal dari Jawa Timur sebanyak 7806, selanjutnya Jawa Tengah 3069 dan Jawa Barat 2585.

"Paling sedikit Jakarta, hanya satu orang. Tapi data ini terus berubah," ucapnya.

Pemandangan tidak jauh be­da juga terlihat di Kecamatan Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Di tempat ini juga tidak terlihat adanya orang yang mengadu soal kenaikan tarif listrik. Yang ada hanya seorang petugas sibuk melakukan input data ke komputer. Beberapa formulir pengaduan warga menumpuk di atas meja di dekat komputer.

"Seluruh data pengaduan war­ga yang berasal dari kelurahanlangsung kami masukkan ke Posko Pusat Subsidi Listrik," ujar Ikhwan Gani, petugaspelayanan masyarakat di Kecamatan Bojongsari, Depok, Jawa Barat.

Menurut Ikhwan, pengaduan tarif listrik seluruhnya berada di tingkat kelurahan. Sebab, selu­ruh formulir pengaduan tersedia di tempat itu. "Tugas kami hanya menginput data dari formulir ke Posko Pusat Pengaduan," ujarnya.

Ikhwan menambahkan, sejak dibuka pada Januari 2017 hingga saat ini, sudah ada 458 pengaduanmasuk yang berasal dari tujuh kelurahan di Bojongsari. Dari jumlah itu, 170 pengaduan diterima dan sisanya sedang diverifikasi oleh petugas posko pusat. "Tidak semua pengaduan yang masuk diterima. Tergantung kondisi ekonomi masing-masing orang," ujarnya.

Menurut staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid, masyarakat yang tidak mampu dan merasa pantas mendapat subsidi, dapat mengadu dan melapor ke nomor telepon 021-522483 atau mengakses subsidi.djk. esdm.go.id. "Jadi, yang keberatan bisa melapor untuk kemudian dilakukan verifikasi dan revisi," ujar Hadi.

Hadi menjelaskan, mekanismemasyarakat bisa menyampai­kan pengaduan berawal dari kantor desa atau kelurahan, untuk kemudian diteruskan ke kecamatan. Selanjutnya, data dikirim ke Posko Pusat di Ditjen Ketenagalistrikan.

Selanjutnya, akan dilakukan verifikasi oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). "Bila berdasar hasil verifikasi pengadu memang layak mendapat sub­sidi, maka TNP2K akan mereko­mendasikan ke PT PLN untuk menindaklanjuti laporannya," jelas Hadi.

Hadi menjelaskan, sejak Januari hingga pertengahan Juni 2017, telah masuk 53.150 pengaduan, dengan rincian 26.290 pengadu berhak mendapat sub­sidi, 13.859 dalam proses veri­fikasi oleh TNP2K, 12.852 pengadutidak terdapat dalam data terpadu, karenanya diserahkan ke Kementerian Sosial untuk ditindaklanjuti.

"Ada juga 75 pengadu men­gajukan permohonan untuk tidak dimasukkan sebagai pelangganyang layak disubsidi," pungkasnya.

Latar Belakang
Kementerian ESDM Pastikan Posko Dibuka Sampai Pertengahan Tahun

Pemerintah telah mencabut subsidi bagi sebagian besar pe­langgan 900 volt ampere (VA) sejak 1 Januari 2017.

Total, ada sekitar 18 juta pelangganyang tidak menerima subsidi listrik. Sementara, 4 jutapelanggan tetap mendapat subsidi karena dinilai miskin. Namun, tidak tertutup kemung­kinan, ada masyarakat miskin yang menjadi korban pencabu­tan subsidi listrik.

Untuk mendata, siapa saja warga miskin yang mendapat pencabutan subsidi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Posko Pengaduan yang dibuka sejak 1 Januari 2017 hingga sekarang.

Tahap pertama pencabutan subsidi listrik bagi konsumen golongan 900 VA, dilakukan pada periode Januari hingga Februari. Akibatnya, tarif listrik yang harus dibayar pengguna di golongan ini, naik 35 persen dari Rp 605 per kilowatt per hour (kWh) menjadi Rp 790/kWh.

Selanjutnya tahah kedua, dilakukan pada Maret hingga April. Ini membuat tarif listrik kembali naik sebesar 38 persen, menjadi Rp 1.034/kWh. Kemudian, pada Mei hingga Juni, pencabutan subsidi tahap ketiga akan menaikan tarif sekitar 24 persen men­jadi Rp 1.352/kWh.

Selain itu, tarif listrik akan menggunakan skema penye­suaian tarif. Artinya, besaran tarif disesuaikan fluktuasi harga minyak dan kurs dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jarman mengatakan akan tetap membuka posko pengaduan pencabutan subsidi listrik bagi konsumen golongan 900 volt ampere (VA). "Posko tetap dibuka sampai pertengahan tahun ini," ujar Jarman.

Posko Pengaduan ini, ujar Jarman, ditujukan untuk kon­sumen yang merasa tidak mam­pu membayar tarif listrik di go­longan 900 VA yang subsidinya dicabut secara bertahap sejak awal tahun lalu.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan menambahkan, subsidi listrik tidak banyak berubah dari perencanaan. "Setiap tiga bulan, PLN berupaya menu­runkan harga jual listriknya," ujar Jonan.

Menurut Jonan, hanya sebanyak 4 juta penduduk miskin yang mendapatkan subsidi untuk 900 VA. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang merasa tidak mampu namun tidak mendapatkan subsidi listrik, dapat melaporkan hal tersebut melalui Pusat Pengaduan

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM 29/2016. Rumah tangga miskin dan tidak mampu yang belum menerima subsidi tarif listrik, dapat me­nyampaikan pengaduan melalui desa/kelurahan. Ada posko di kelurahan dan desa untuk menampung pengaduan. Ada formulir pengaduan yang harus diisi di posko ini.

Saat mengajukan pengaduan, pemohon perlu membawa beberapa dokumen berikut, salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Keterangan Domisili, Salinan Kartu Keluarga (KK), Salinan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS) -bila ada dan bukti pembayaran rekening listrik atau bukti pembelian token listrik bagi yang sudah menjadi kon­sumen PLN.

Dari desa/kelurahan, pengaduan diteruskan ke kecamatan. Di kecamatan, data pelanggan yang mengajukan pengaduandimasukkan dalam aplikasi berbasis web, langsung dikirim ke Posko Pusat di Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.

Bila di kecamatan tidak terse­dia komputer dan internet, maka data dibawa ke kantor pemerin­tah kabupaten/kota, dimasuk­kan ke aplikasi dan dikirim ke Posko Pusat.

Di Posko Pusat, tim yang ter­diri dari TNP2K, Kementerian ESDM, PLN, dan Kementerian Sosial akan melakukan penilaian, apakah pelanggan tersebut me­mang layak disubsidi atau tidak.

Kriteria penilaiannya sama dengan kriteria 40 persen pen­duduk termiskin Indonesia yang dibuat TNP2K. Ada penilaian soal kepemilikan aset, peruma­han, pekerjaan, tingkat pendidi­kan, kesehatan dan sebagainya. Kalau memang layak, maka pelanggan akan segera dimasukkansebagai pelanggan listrik golongan 900 VA yang harus disubsidi. PLN pun segera me­nyesuaikan tarif.

Setelah ditetapkan sebagai rumah tangga yang layak disub­sidi, pemohon dapat mengajukan permohonan pasang baru (PB)/perubahan daya (PD) dengan tarif listrik bersubsidi ke unit PLN setempat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA