Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bangunan Bedeng Menjamur Di Atas Puing Bangunan Lama

Dekat Ruang Publik Terpadu Ramah Anak Kalijodo

Senin, 05 Juni 2017, 10:07 WIB
Bangunan Bedeng Menjamur Di Atas Puing Bangunan Lama
Foto/Net
rmol news logo Puluhan bangunan baru kembali berdiri di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, tepat di kolong Tol Pluit-Tomang. Padahal, baru beberapa bulan lalu kolong tol di seberang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo itu ditertibkan Pemerintah Provinsi DKI.

Warga mulai kembali mengisi kolong tol tersebut sejak beber­apa pekan terakhir. Dari pinggir jalan, rumah-rumah bedeng itu memang tidak terlalu tampak. Soalnya, bangunan-bangunan tersebut berada di atas tanah yang lebih rendah dari jalan. Apalagi, bangunan-bangunan itu tampak terbenam oleh barisan truk yang diparkir.

Pada Jumat siang lalu, semuabangunan tampak sangat seder­hana. Rata-rata dindingnya terbuat dari papan maupun triplek dengan beratapkan asbes. Bangunan-bangunan itu ada yang berlantai semen, keramik, dan masih ada yang beralas tanah.

Bangunan-bangunan di tempat tersebut dibangun berderet men­jadi tiga barisan. Rata-rata, ban­gunan semi permanen berbentuk gubuk itu, berukuran mulai dari 3x3, 3x4, sampai yang paling besar 3x5 meter persegi.

Di sekitar bangunan, puing berbagai bahan bangunan terser­ak dan tertumpuk. Tumpukan batu yang membentuk garis rapi dan melekat di tanah, menjadi penanda bahwa sebelumnya ada tembok yang pernah jadi tempat bernaung yang lebih kokoh.

Berbagai puing bahan ban­gunan yang terserak dan ter­tumpuk di sana juga merupakan bekas rumah darurat yang sebe­lumnya didirikan warga bedeng di lokasi itu, dan kemudian dibongkar aparat.

Kendati berjarak kurang 500 meter dari RPTRA Kalijodo, suasana di lingkungan rumah-rumah bedeng tersebut jauh berbeda. Jauh dari kesan peru­mahan pada umumnya, peruma­han bedeng itu tampak sepi dan dibangun sekenanya.

Selain sebagai rumah tinggal, bangunan tersebut juga digu­nakan untuk dijadikan tempat usaha, seperti warung kopi, dan warung makan. Tak sedikit yang masih bekerja untuk membangunrumah tersebut. Banyak dari warga kini mencari peng­hasilan dari membuka warung yang menjadi tempat persing­gahan sopir-sopir truk untuk beristirahat.

Warga setempat pun melakukanberbagai aktivitas seperti biasa. Beberapa warga tampak sibuk mencuci atau duduk ber­santai di warung, sementara anak-anak bermain di antara pu­ing. Namun, tatapan warga sedikit berbeda jika ada orang yang bukan warga setempat mengin­jakkan kaki di tempat tersebut.

Siang itu, Rika, seorang ibu muda, sibuk melipat baju di dalam bedeng kecilnya. Saat itu, di bedengnya hanya ada dia bersama anak perempuannya yang masih berusia empat tahun. Dia mengaku baru tinggal di daerah Pejagalan, empat bulan terakhir.

Sehari-hari, Rika mengais rezeki dari usaha menerima jasa mencuci pakaian. Sang suami telah meninggal empat tahun lalu. Rika mengaku penghasilan­nya tidak pasti. Kadang dapat, kadang tidak.

"Sebelumnya tinggal di daerah Petak Seng (Jelambar), lalu pin­dah ke sini. Sekarang ya begini saja kerjanya. Dapat alhamdu­lillah, enggak dapat ya udah," kata Rika, sembari melanjutkan melipat pakaian.

Kawasan tersebut pun di­jadikan tempat mengumpulkan barang-barang bekas. Seperti yang dilakukan Sugiyanto. Hari itu, dia sibuk mengumpulkan botol-botol bekas yang akan disetorkan ke pengepul.

Menurut Sugiyanto, bangunan-bangunan di kolong tol terse­but sudah beberapa kali digusur, terutama pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. "Ini sudah 5 kali digusur, yang paling parah itu gubernur sekarang, Gubernur Ahok paling parah," ucap Sugiyanto.

Menurutnya, ketika penggusuran berlangsung, para peng­huni banyak yang beranjak dari tempat tersebut. Namun, tak lama kemudian, triplek dan kayu kembali dirakit untuk tempat tinggal mereka di kolong itu.

Menjamurnya kembali ban­gunan di wilayah tersebut mem­buat risih warga sekitar. Intan, seorang mahasiswa yang me­lintas di sekitar lokasi mengaku keberadaan bangunan itu tidak pantas. Kata dia, itu mencoreng lagi wajah Kalijodo yang sudah dibangun RPTRA.

"Harapannya sama Gubernur yang sekarang dan yang baru nan­ti, ya harus tegas," kata Intan.

Dia menyebut, persoalan bangunandi Kalijodo berkedok bar itu seperti membuat wajah ibu­kota kembali ke tempo dulu di era prostitusi Kramat Tunggak. Dia meminta pemerintah berani menindak kalau memang warga melakukan pelanggaran.

"Pemerintah harus berani tegas sama warganya kalau memang salah dan melanggar aturan. Kalau dibiarkan, apalagi sudah menjurus ke prostitusi ya itu namanya membela yang salah," tutur mahasiswi di salah satu kampus swasta di Jakarta Barat itu.

Lurah Pejagalan, Yogara Fernandez mengatakan, pihaknya juga sudah memantau keberadaan bangunan liar yang berdiri kembali dan menjadi tempat hiburan malam di kolong tol Kalijodo. Pihaknya, kata Yogara, sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. "Kalau boleh, coba ditanyakan dan dikonfirma­si juga dengan pihak Jasa Marga, sejauh mana rencana dari pihak mereka," ujar Yogara.

Dia menyebut, baru mendapat informasi di lokasi itu kembali marak beredar penjualan miras maupun prostitusi bilik asmara. "Kita koordinasi dengan seluruh instansi terkait, kalau sudah berhubungan dengan miras dan prostitusi, itu sudah jauh lebih kompleks penanganannya," tuturnya.

Sedangkan Camat Penjaringan Muhammad Andri, tak terlalu banyak bicara soal ini. "Nanti kita koordinasikan lagi dengan Jasa Marga, soalnya lahan itu kan milik mereka, jadi harus ada turut andil dalam penertiban," ujarnya.

Latar Belakang
Satpol PP DKI Tidak Jadi Lakukan Penertiban Bedeng Jumat Sore Lalu


Bangunan liar kembali men­jamur di kolong tol wilayah Kalijodo, Pejagalan, Jakarta Utara.

Menurut Rahman, penghuni kawasan ini, dia dan kawan-kawannya bukannya tidak mau mengikuti program relokasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Rahman mengaku ter­paksa melakukannya karena tidak punya usaha apa pun di tempat baru. "Anak ada tiga orang, mau makan apa?" ujarnya.

Masalah di Kalijodo, kata Rahman, tidak akan selesai hanyadengan membongkar bedeng. Dialog dengan Lurah Penjagalan dan Camat Penjaringan sudah sering dilakukan. "Kami sudah mengalah dengan membongkar bangunan yang ada di tengah. Pemerintah Provinsi telah mem­bangun lahan parkir untuk pen­gunjung RPTRA," katanya.

Prostitusi, lanjut Rahman, ter­us-menerus dituduhkan kepada penghuni Kalijodo. Dia menilai, pemerintah tidak adil memper­lakukan pelaku prostitusi. Jika pemerintah tegas, pemerintah harus menutup semua lokalisasi di Jakarta.

"Jangan cuma Kalijodo terus yang disalahkan," tandasnya.

Keberadaan bangunan liar di wilayah itu membuat risih warga sekitar yang bermukim tak jauh dari kolong tol Kalijodo. Seperti yang disampaikan oleh Efiana, warga Kelurahan Pejagalan. Diacuriga, bangunan liar yang didiri­kan menjadi tempat prostitusi.

"Saya juga kaget mas, baru bulan lalu masih kosong kalau­pun ada bedeng paling hanya satu atau dua saja, ini sejak minggu lalu sudah berderet, dibangun itu semua di kolong tol ujung ke arah Tubagus Angke," ujar Efiana.

Ia merasa risih dan terganggu dengan keberadaan bangunan-bangunan tersebut. Pasalnya, setiap menjelang tengah malam mulai terdengar hingar bingar musik dari sejumlah bangunan yang dijadikan bar.

"Suaranya berisik banget Mas, mana banyak cewek-cewek malam di sana. Malahan kita yang jadi takut pengaruh buruknya terhadap anak-anak kita," kata ibu empat anak ini.

Da juga mengaku tak habispikir kenapa para pendiri lokasi itu seperti tak pernah jera. "Wargaasli sini juga kebanyakan sudah pindah cari lokasi lain untuk tinggal sejak dulu ada prosti­tusi," tambahnya.

Jumat sore lalu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta akan mem­bongkar bangunan di kolong tol wilayah tersebut. Namun, pem­bongkaran itu urung dilakukan karena Satpol PP mengaku kalah jumlah dengan penghuni.

Dari pantauan, personel Satpol PP tiba di tempat tersebut sekitar jam tiga sore. Wakil Kepala Satpol PP Hidayatullah bersama beberapa anggotanya, lalu masuk ke kawasan rumah bedeng untuk melakukan negosiasi. Sementara personel lainnya tampak berjaga di pinggir jalan. Negosiasi tak berhasil.

Para personel Satpol PP ke­mudian meninggalkan lokasi. "Kita tertibkan, cuma sekarang pasukan tidak seimbang. Jadi, sementara kita mundur dulu dan kita buat laporan lagi," ucap Hidayatullah di lokasi.

Hidayatullah menjelaskan, ada 300 personel Satpol PP yang dikerahkan hari itu. Namun, lan­jutnya, jumlah penghuni rumah bedeng lebih dari 300 orang. "Belum ada yang dibongkar. Ini bukan berarti Satpol PP kalah ya. Kita lihat situasi dan kon­disi, jangan sampai masyarakat kena. Aparat jangan sampai kena juga," ujarnya  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA