Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kicau Burung Membuat Pura Adhitya Seperti Desa

Suasana Tenang, Nyepi Jadi Khidmat

Rabu, 29 Maret 2017, 09:59 WIB
Kicau Burung Membuat Pura Adhitya Seperti Desa
Foto/Net
rmol news logo Puncak Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1939 jatuh pada 28 Maret 2017. Di Jakarta, umat Hindu melakukan penyepian di Pura Adhitya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur.
 
Pura ini merupakan salah satu tempat yang menjadi pusat peribadatan umat Hindu di wilayah DKI Jakarta. Sejak pagi, tempat peribadatan tersebut, sudah dipenuhi umat Hindu yang akan dan telah melaksanakan ibadah. Mereka memakai pakaian khusus sembahyang.

Mengenakan pakaian dengandominasi warna putih, Umat Hindu melakukan meditasi yang dikenal sebagai Tapa Barata. Suasana tampak tenang dan khusyuk.

Suasana di sekitar pura pun terlihat asri, sebab dikelilingi pepohonan. Suara kicau burung-burung pun membuat tempat tersebut seperti berada di pedesaan. Padahal, pura itu berada di tengah ramainya perumahan, Rawamangun, Jakarta Timur, yang tidak jauh dari pusat kota.

Pantauan Rakyat Merdeka, umat laki-laki mengenakan pakaian serba putih dan perempuanmenggunakan pakaian adat Bali. Unsur kuning dan putih menghiasi seluruh sudut Pura Aditya Jaya.

Umat Hindu, baik tua maupun muda yang mengenakan pakaian khas Bali, bersimpuh di seki­taran pura. Masing-masing dari mereka menundukkan kepala atau menyatukan telapak tangandan mengangkatnya sambil membaca doa.

Dalam prosesi keagamaan yang dilakukan umat Hindu pada Hari Raya Nyepi ini, tak terlihat kegiatan yang mencolok. Kesunyian menjadi nuansa khas Nyepi setiap tahunnya.

Setelah melakukan serangkaianprosesi sembahyang, ada di antaranya yang merapat ke balai untuk sekadar berbaring sejenak. Sebagian ada yang pulang ke rumah bersama keluarganya.

Ada empat pantangan dalam hari raya Nyepi. Keempat pantangan itu adalah Brata Amati Geni (tak boleh menyalakan api), Brata Amati Lelanguan (tak boleh berfoya-foya), Brata Amati Lelungan (tak boleh ke­luar rumah dan harus intropeksi diri), dan Brata Amati Karya (tak boleh bekerja).

Salah satu warga yang telah selesai melaksanakan ibadah, Kadek, tampak santai, berbin­cang dengan seorang rekannya. Tak ada aktivitas berarti yang dilakukannya. Hanya sesekali dia membaca buku.

"Kan memang lagi Nyepi, jadi tidak boleh ada aktivitas berlebihan, jadi hanya santai dan baca buku saja," ujar Kadek, saat berbincang di sebuah pendapa yang ada di pura tersebut.

Meski tampak beberapa orangtua, namun hari itu kebanyakan umat Hindu yang merayakan Nyepi di Pura Aditya Jaya didominasi anak muda. Dengan berpakaian adat khas Bali, mereka santai bersandar di pendapa pura.

"Kalau Nyepi kan memang suasana tenang, berdoa lebih tenang. Harapannya memang jadi lebih bersih dan lebih baik," imbuh Kadek.

Hingga siang hari, masih ada beberapa pemeluk Hindu yang berdoa di pura, baik remaja maupun keluarga. Mereka duduk berlutut dan melantunkan doa.

"Biasanya, setelah berdoa, mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Suasana yang tenang dan umat yang berbaur dengan alam menjadi ciri khas Nyepi. Saat Nyepi, suasana terasalebih khidmat," kata Kadek.

Di tempat sama, warga ber­nama Nyoman menjelaskan, ada lima ritual yang dilakukan umat Hindu dalam Hari Raya Nyepi, yaitu Melasti yang merupakan penyucian badan kasar, kemu­dian keesokan harinya adalah Tawur Agung atau menyucikan badan halus.

"Hari ketiga kita Nyepi, yaitu meditasi untuk membersihkan diri dan pikiran. Setelah itu, kita hidup biasa untuk mewujud­kan kedamaian. Lalu, tahapan kelima adalah Dharma Santi," terangnya.

Nyoman menekankan, pesanHari Raya Nyepi tahun ini adalah toleransi yang harusdiimplementasikan dengan nyata. "Tahun ini adalah tahunKaliyuga, yaitu tahun saat orang-orang gampang marah danmu­dah bertengkar satu sama lain. Maka dari itu, Hari RayaNyepi tahun ini penting untuk menyuci­kan hati, pikiran dan tindakan agar terjauhkan dari rasa saling membenci," tuturnya.

Untuk itu, Nyoman berharap momen Hari Raya Nyepi kali ini dapat menyadarkan bahwa setiap umat manusia adalah bersaudara. "Maka tidak boleh saling menyakiti satu sama lain. Karena kita bersaudara, sehingga harus mewujudkan toleransi," katanya.

Sebelum prosesi Catur Brata Penyepian digelar di Pura Aditya Jaya, sejumlah umat Hindu juga menggelar prosesi Tawur Agung Kesanga pada Senin. Pada pros­esi ini, umat memboyong boneka besar yang dinamakan Ogoh-ogoh yang menggambarkan roh jahat.

Dalam prosesi Tawur Agung Kesanga ini, mereka akan me­manjatkan doa syukur dan juga meminta perlindungan para Dewa. Umat juga menggelar pertunjukan tari-tarian, seperti Tari Topeng dan Siwa Nata Raja untuk menyambut Dewa.

Tawur Agung Kesanga merupakan salah satu ritual utama perayaan Nyepi, yakni Melasti, Catur Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Ritual ini, bertu­juan menetralkan energi negatif dari bethorokolo atau makhluk simbol keserakahan, supaya terjadi harmoni yang menciptakan kemakmuran, kenyamanan, dan keamanan bagi seluruh masyarakat. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA