Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

ARTIKEL JAYA SUPRANA

Warisan Kearifan Ekologi Samin Surosentiko

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Senin, 27 Maret 2017, 06:45 WIB
<i>Warisan Kearifan Ekologi Samin Surosentiko</i>
amin Surosentiko/Net
PERLAWANAN tanpa kekerasan terhadap kaum penjajah yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi di India ternyata menjelang akhir abad XIV telah dilakukan di kawasan Blora dan Bojonegoro termasuk kawasan pegunungan Kendeng oleh Samin Surosentiko. Surosentiko kelahiran Blora, 1859  bernama asli Raden Kohar sebagai pelopor gerakan masyarakat Samin.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Ayah Raden Kohar bernama Raden Surowijaya atau Samin Sepuh. Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko sebab Samin merupakan nama yang bermakna wong cilik. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi dan pangeran Kusumaniayu yang berkuasa di Kabupaten Sumoroto (kini menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Ponorogo) pada 1802-1826.

Masyarakat Samin adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan Sedulur Sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah Belanda tanpa kekerasan. Kaum Sedulur Sikep menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat Samin kerap memusingkan kaum kolonialis Belanda maupun imperialis Jepang karena sikap yang hingga sekarang dianggap aneh oleh kelompok yang tidak mengerti kebudayaan masyarakat Samin .

Ajaran saminisme semula tidak dilarang oleh Pemerintah kolonial Belanda. Namun ketika pengikutnya bertambah banyak dan Samin diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam pada tanggal 8 November 1907, maka pemerintah Belanda menjadi was-was sehingga Samin Surosentiko akhirnya ditangkap dan dibuang ke pengasingan di Padang bersama delapan orang pengikutnya. Samin Surosentiko wafat di pengasingan pada tahun 1914. Semula masyarakat Samin mengisolasi diri sehingga mereka baru tahu Indonesia telah merdeka pada tahun 70an.

Saminisme tersebar pertama di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Blora, Jawa Tengah kemudian dengan cepat merambah ke desa-desa pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan, atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasar pemetaan pasca kemerdekaan.

Agama bagi masyarakat Samin adalah pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah kenyataan sikap dan perilaku jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang. Bersikap sabar dan tidak sombong. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati.

Masyarakat Samin memiliki kitab suci yaitu Serat Jamus Kalimasada yang terdiri antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip merupakan nama-nama kitab yang dimuliakan oleh orang Samin.

Dengan berpedoman pada kitab-kitab  itulah, orang Samin bersemangat membangun sebuah masyarakat batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan sikap "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni" Masyarakat Samin sangat akrab dengan alam. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, sebab tanah memberi penghidupan kepada mereka. Dalam pengolahan lahan serta tanaman mereka berorientasi pada dua musim saja yaitu penghujan dan kemarau.

Masyarakat Samin mewarisi kearifan ekologi Samin Surosentiko bahwa isi dan kekayaan alam akan punah dan musnah apabila diperlakukan dengan angkara murka keserakahan oleh manusia. [***]

Penulis adalah pendiri Pusat Pembelajaran Kemanusiaan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA