Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Warga Kompleks Militer Tetap Semangat Nyoblos

Catatan Soal Pemindahan TPS Dalam Pilkada

Jumat, 17 Februari 2017, 10:03 WIB
Warga Kompleks Militer Tetap Semangat Nyoblos
Foto/Net
rmol news logo Pada Pilkada serentak yang berlangsung Rabu (15/2) lalu, pimpinan TNI melarang KPUD mendirikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di kompleks militer. Pimpinan TNI membuat edaran, melarang mendirikan TPS, dengan maksud menjaga netralitas TNI.

Karena kebijakan tersebut, beberapa TPS, termasuk yang berada di komplek militer di wilayah Jakarta Timur menga­lami pemindahan. Beberapa di antaranya, yakni TPS 24 dan 23, Kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Rakyat Merdeka menyam­bangi TPS 24 Lubang Buaya. TPS ini seharusnya didirikan di Asrama Zeni TNI AD, Lubang Buaya. Menurut warga, lapangan asrama biasanya selalu dijadikan tempat untuk mendirikan TPS.

Di TPS ini, Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 576 warga. Terdiri dari pria 310 jiwa dan wanita 266. KPUD mengirim sebanyak 566 surat suara di TPS ini. Kurang dari jumlah DPT. Namun, dari pantauan, surat suara yang terpakai hanya 449. Masih sisa sebanyak 117 buah.

Dari pantauan, tidak tampak warga yang mengeluh TPS-nya dipindah. Bahkan, hingga siang hari, warga tetap rela mengantre untuk menyalurkan hak poli­tiknya. Usai pemungutan suara, warga tetap antusias mengikuti proses penghitungan suara.

Sunarso, warga Asrama Zeni TNI AD Lubang Buaya, siang itu mencoblos di TPS tersebut. Dia datang sendiri. Tak lama dia berada di bilik suara. Setelah melaksanakan hak pilihnya, dia tampak tersenyum. Sunarso tidak langsung pulang. Deretan kursi yang disusun panitia di badan jalan, tak jauh dari kedia­mannya, jadi tujuan selanjutnya. Dia membawa sebuah buku dan ballpoint. Sunarso ingin mengi­kuti proses penghitungan suara.

Sambil menunggu proses penghitungan, Sunarso pun mengeluhkan pemindahan TPS dari kompleks kediamannya. Menurutnya, warga kurang merespon positif pemindahan TPS tersebut. Penyebabnya, kata dia, banyak yang sudah berusia lanjut enggan datang ke TPS. Kendala jarak jadi masalah.

"Orang tua kalau TPS lebih jauh kan jadi agak mengurangi minat. Mereka yang sudah beru­sia lanjut jadi susah menjang­kaunya. Kalau saya yang masih muda biasa saja. Saya tetap an­tusias menyalurkan suara saya," katanya.

Lebih lanjut, dia mempertan­yakan alasan netralitas. Karena, lanjutnya, keluarga anggota TNI sudah punya pilihan masing-masing. Kata dia, pilihan terhadap pasangan calon (paslon) datang dari hati nurani. Tidak bisa dipaksakan siapa pun.

Menurutnya, kebijakan itu kurang pas. Pertama, orang tuakan jadi lebih jauh menuju TPS. Kalau lebih jauh, minat jadi kurang. Kedua, lanjutnya, masalah tempat TPS.

"Di asrama sudah pasti ada tempat yang cukup memadai seperti lapangan. Selama ini selalu pakai tempat yang luas. Kalau kayak begini, saya kira kuranglah, tempatnya sempit," ucapnya.

Dari pantauan, TPS ini me­mang terlihat kecil. Tapi, le­taknya tidak jauh dari asrama TNI. Hanya berseberangan jalan selebar kira-kira lima meter. TPS dibangun di halaman kedia­man pribadi warga. Ukurannya hanya sekitar 5x4 meter persegi. Panitia membangun TPS ini den­gan tenda terpal berwarna ungu dan oranye.

Di bawah tenda tersebut, panitia meletakkan sedikitnya enam buah meja. Sementara puluhan kursi plastik berwarna hijau merah diletakkan di dalam tenda sebagai tempat duduk panitia dan warga yang ingin mencoblos. Tak lupa, panitia menyediakan beberapa dus air mineral ukuran gelas bagi warga yang telah melaksanakan hak pilihnya.

"Sebenarnya tidak perlu dita­kutkan anggota tidak netral dan mempengaruhi keluarganya un­tuk memilih salah satu pasangancalon. Mereka pasti sudah pu­nya pilihan masing-masing. Ini masih untung dipindahnya tidak terlalu jauh. Bagaimana kalau yang dipindahnya jauh?" tanyanya.

Dia juga mempertanyakan pemberitahuan yang datang mendadak. Karena, dia bilang, panitia TPS sebelumnya sudah menyiapkan segala keperluan pendirian TPS di asrama.

Di tempat sama, Usman Wahyudi, Ketua RT 004 RW 04, Kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur, menyebut, tidak ada protes berlebihan dari warga asrama yang TPS-nya terpaksa dipindah. "Paling reaksi dari warga bertanya saja, kenapa dipindah," ucap Usman.

Hal tersebut juga terlihat dari partisipasi masyarakat. Menurut Usman yang seharian memantau TPS 24, partisipasi warga tidak mengalami penurunan, maupun kenaikan. "Dari pantauan saya sama saja, seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Memang tidak bisa sampai 100 persen. Soalnya, ada yang sudah pindah tapi masih beralamat di situ, jadi tetap di­data," katanya.

Setelah mendapat kabar mengenaikebijakan itu, pihaknya langsung mencari alternatif TPS. "Tadinya setelah dengar pengumuman, kita mau bikin di jalanan. Tapi, akhirnya di rumah warga," jelasnya.

Sekitar 500 meter dari TPS 24, TPS 23 didirikan. TPS ini pun sebelumnya berdiri di ling­kungan Asrama Zeni TNI AD, Lubang Buaya. Kemudian dip­indhkan ke lokasi yang berada persis di seberang Asrama Zeni AD. Hanya dibatasi jalan selebar sekitar 10 meter. TPS ini diletak­kan di dalam halaman rumah warga yang sehari-hari dijadikan gudang toko.

Sunarya, Ketua RT 003 RW 04 Kelurahan Lubang Buaya, menyebut bahwa jumlah DPT di TPS ini sekitar 600. Menurutnya, pemindahan TPS tidak berpengaruhsignifikan terhadap partisipasi warga yang melak­sanakan hak pilihnya.

"Angka partisipasi saya tidak tahu persis. Tapi, dari pengamatan saya, tidak ada yang berbeda dibanding saat TPS berada di lingkungan asrama," tuturnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA