Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Massa Pro Dan Kontra Ahok Mulai Berkurang

Situasi Di Luar Ruang Sidang Kasus Penistaan Agama

Rabu, 18 Januari 2017, 08:45 WIB
Massa Pro Dan Kontra Ahok Mulai Berkurang
Foto/Net
rmol news logo Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali digelar di Auditorium Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, kemarin. Agendanya, pemeriksaan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sama seperti sidang sebelumnya, ratusan massa baik yang pro maupun kontra Ahok telah berkumpul di Jalan R Harsono di depan Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), sejak pukul 07.00 WIB. Kondisi jalan pun telah steril dari lalu lalang kendaraan umum karena telah ditutup total sejak pukul 03.00 WIB dini hari. Akibatnya, warga yang ingin ke Ragunan harus berputar arah cukup jauh.

Menurut Kasubag Humas Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Purwanta, ribuan per­sonel Kepolisian dikerahkan selama sidang Ahok yang di­langsungkan di Auditorium Kementan, Jakarta.

"Pengamanan dilakukan di ring 1, ring 2, ring 3, dan ring 4," ujar Purwanta di Gedung Kementan, Jakarta, kemarin.

Menurut Purwanta, penga­manan sidang Ahok juga dibantu personel dari TNI, Satpol PP dan Damkar.

Terkait massa yang semakin berkurang, Purwanta menegaskan, pihaknya akan tetap melakukan pengamanan sesuai standar operasional procedur (SOP) yang ada.

Bila nantinya ada pengurangan personel, akan diputuskan pimpi­nan melalui rapat sesuai perkem­bangan dan evaluasi di lapangan. "Mau massa cuma tiga orang, pengamanan tetap sesuai standar lah," tandasnya.

Sementara, Kapolres Jakarta Selatan AKBP Iwan Kurniawan menyebut, jumlah massa yang pro dan kontra sidang Ahok terus berkurang. Jumlah orang yang menggelar unjuk rasa tak sera­mai dalam sidang sebelumnya.

"Cuma hari pertama yang jumlahnya banyak, tapi jumlahnya berkurang terus," ujar Iwan Kurniawan di Gedung Kementan, Jakarta, kemarin.

Kendati jumlah massa berkurang, kata Iwan, pihak Kepolisian akan tetap bersiaga dengan jumlah personel sebanyak 2800 orang untuk mengamankan jalannya sidang Ahok.

Iwan menambahkan, tim pengamanan yang diturunkan termasuk dari unsur gegana. Tak hanya itu, sejumlah kendaraan taktis seperti water cannon juga disiagakan.

"Empat water cannon, empat barracuda, dan belasan truk polisi disiagakan untuk menjaga sidang Ahok," pungkasnya.

Polisi mengatur, kubu yang mendukung Ahok ditempatkan di sisi kiri Gedung Kementan. Mereka mengenakan baju kotak-kotak warna merah. Dengan terus berorasi di atas mobil ko­mando, mereka meneriak yel-yel "Bebaskan Ahok."

Agar tidak ada gesekan di antara mereka, Kepolisian memisahkan mereka sejauh lebih dari 100 meter. Ribuan personel Kepolisian dilengkapi mobil baracuda dan water canon telah ber­siaga di masing-masing lokasi.

Sementara, massa yang kon­tra ditempatkan di sisi kanan Gedung Kementan. Mereka berasal dari organisasi Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi), Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat.

Dengan mengenakan pakaian serba putih, tuntutan mereka tetap sama yaitu, agar hakim dan aparat hukum segera memenjarakan Ahok. "Ahok harus segera ditangkap. Segera masukan pen­jara. Tangkap, tangkap tangkap Ahok, tangkap Ahok sekarang juga," teriak massa di atas mobil komando berulang-ulang.

Namun, ada yang berbeda den­gan massa kontra Ahok dalam sidang kali ini. Jumlah mereka jauh berkurang dibanding den­gan sidang-sidang sebelumnya. Massa hanya terlihat bergerom­bol di dekat mobil komando, sementara di belakangnya tidak terlalu banyak.

"Massa banyak tak hadir karena kelelahan. Sebelumnya kami juga demo dua hari ber­turut-turut," ujar Koordinator Aksi Demonstrasi dari FPI, Munawar Bin Jaffar Siddiq di depan Gedung Kementan, Jakarta, kemarin.

Munawar menyatakan, sebagian massa sebelumnya ada yang ikut salat subuh berjamaah di Masjid Al Azhar, Minggu (15/1). Sehari setelah itu, Senin (16/1), massa juga menggelar salat dhuha berjamaah yang dilan­jutkan dengan aksi long march ke Gedung Mabes Polri sejauh 1 kilometer. "Tapi penurunan tidak banyak, sekitar 400 saja. Sebelumnya jumlah kami lebih dari 1500," klaimnya.

Dia menambahkan, massa yang demo berasal dari berbagai elemen umat Islam di Jabotabek dan tidak hanya FPI.

"Ada FBR, Parmusi hingga Api," sebut dia.

Munawar menegaskan, pihaknya akan terus mengawal persidangan penodaan agama sampai tuntas atau hingga se­lesai. Mereka akan melihat sejauh mana keadilan hukum ditegakkan. "Ahok harus dipen­jara karena melakukan penodaan terhadap agama," tudingnya.

Alasannya, kata Munawar, sudah ada putusan hukum sebelumnya terhadap Ahmad Mussadeq dan Lia Eden yang melakukan penistaan terhadap agama dan langsung diproses hukum. "Setelah menista agama, mereka langsung dipenjara," tegasnya.

Senada, Sekjen Dewan Syuro FPI Jakarta, Novel Bamukmin menegaskan akan terus mengawal sidang kasus penistaan agama yang didakwa dilakukan Ahok. "Pengawalan ini akan berlangsung lama, jadi biasa pasang surut," kata Novel.

Apalagi, lanjut dia, sidang kasus penistaan agama dilakukan setiap minggu, sehingga banyak dari mereka yang kerja untukmemenuhi kebutuhan keluarga. "Sebagian ustadz juga berdakwah, jadi hari ini agak berkurang," imbuhnya.

Sebaliknya, Koordinator Barisan Relawan Basuki Djarot (Bara Badja) Soelian Roesli mengklaim, massa pendukung Ahok yang datang berunjuk rasa tidak pernah surut setiap minggunya. "Setiap sidang pasti ada 1000 orang," klaim dia.

Soelian mengatakan, massa berasal dari berbagai elemen masyarakat yang berasal dari Jabotabek. "Bahkan ada yang berasal dari luar daerah," sebutnya.

Mereka yang berasal dari luar Jabotabek, kata Soelian, datang ke Jakarta atas biaya sendiri kar­ena kecintaan mereka terhadap Ahok. "Kami hanya berikan komsumsi makan saat aksi di lapangan," tandasnya.

Ia berpendapat, sidang kasusdugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok sangat dipaksakan. Sebab, tidak ada satu pun warga Pulau Seribu yang mendengar pidato Ahok, dihadirkan di dalam persidangan. "Seharusnya mereka dihadirkan, bukan merekayang hanya menonton Youtube," keluhnya.

Apalagi, kata dia, warga yang mendengar langsung pidato Ahok di Pulau Seribu tidak ada yang komplain sama sekali. "Ini kan aneh, seharusnya mereka yang mendengar langsung pidato Ahok yang lapor kalau tersing­gung," tandasnya.

Dengan demikian, ia berharap, agar Ahok bisa diputus bebas karena tidak terbukti melakukan penistaan agama.

Latar Belakang
Tiga Kali Disidang Di Auditorium Kementan


Sidang kasus dugaan peni­staan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sudah berlangsung enam kali. Sidang yang ke enam ini agendanya adalah pemeriksaan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Rencananya, ada enam saksi yang dihadirkan yaitu, sak­si pelapor Willyudin Abdul Rasyid Dhani, Ibnu Baskoro, Muhammad Asroi Saputra, Iman Sudirman, dan dua ang­gota Polresta Bogor Bripka Agung Hermawan dan Briptu Ahmad Hamdani. Namun, tiga saksi yakni Ibnu Baskoro, Muhammad Asroi Saputra, Iman Sudirman, tidak hadir dalam persidangan.

Ini merupakan kali ketiga, sidang Ahok digelar di auditorium Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta Selatan. Tiga sidang awal dilangsungkan di eks Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Karena alasan keamanan dan ruang persidangan yang terbatas, akhirnya sidang dipindahkan ke Kementan, sejak 3 Januari 2017.

Dalam sidang kali ini, salah satu saksi yang dihadirkan adalah Willyudin Abdul Rasyid Dhani. Dia merupakan saksi yang memberatkan. Dalam sidang itu, Willyudin mengaku laporannya terhadap Ahok sempatditolak oleh Polresta Bogor. Pasalnya, kejadian penistaan agama terjadi di Kepulauan Seribu.

"Saya diminta konsultasi ke Reskrim. Di situ wawancara, dan saya sampaikan kalau laporan tidak diterima, ada ke­mungkinan ribuan umat Islam ke sini," kata Willyudin dalam kesaksiannya di Auditorium Kementan, Jakarta, kemarin.

Setelah pernyataannya itu, pengunjung sidang sempat bersorak, namun langsung ditegur hakim. Willyudin pun menyatakan bahwa dirinya bu­kan bermaksud untuk menekan kepolisian. "Ini amanah dari umat Islam," katanya.

Melanjutkan keterangannya, Willyudin yang terpenting bisa membuat laporan terlebih dulu karena tidak mengerti hukum. Kemudian, ia pun membuat laporan dugaan pe­nistaan agama.

Dia menyatakan, kejadian itu terjadi di Kepulauan Seribu pada27 September 2016. Adapun untuk waktu menonton video tersebut, ia menyaksikan­nya di rumahnya, Tegallega, Kota Bogor, pada Kamis, 6 Oktober 2016, pukul 11 siang.

Setelah laporan dicetak, Willyudin melihat waktu kejadian itu tidak sesuai dengan laporannya. Di kertas tertulis Kamis, 6 September 2016. Ia mengaku langsung mencoret dan meminta polisi untuk mengoreksi kembali bahwa kejadi­annya adalah 6 Oktober 2017.

"Setelah saya coret, saya jelaskan mana mungkin ke­jadian baru kemarin, malah 6 September. Tolong perbaiki," kenang dia.

Petugas kepolisian, kata dia, kemudian mencetak lapo­ran yang baru. Terakhir, dia mengaku tidak melihat lagi waktu kejadian dalam laporan karena sudah yakin benar setelah melihat koreksiannya di layar komputer petugas. "Saya lihat di monitor sudah betul 6 Oktober," kata dia.

Namun, ternyata laporan itu dipersoalkan kuasa hukum Ahok karena tempus delicti itu menyatakan 6 September 2016. Padahal, peristiwa dugaan pe­nistaan agama terjadi pada 27 September 2016.

Sementara, petugas yang mengetik adalah Briptu Ahmad Hamdani. Dia beralasan hanya mengetik sesuai yang diutara­kan oleh pelapor. Selain itu, dia menyatakan tidak ingat saat Willy mengoreksi tanggal.

"Tidak ingat," ucap Ahmad Hamdani dalam sidang Ahok.

Usai sidang yang hanya di­hadiri tiga saksi ini, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), memutuskan menunda sidang hingga Selasa depan. Sidang akan digelar kembali pada Selasa, 24 Januari, jam 9 pagi.

Penundaan dilakukan karena JPU tidak dapat menghadirkan saksi yang sudah diagendakan. Rencananya, JPU bakal meng­hadirkan tiga saksi pelapor, yakni Ibnu Baskoro, Iman Sudirman dan Muhammad Asoi Saputra. Namun, mereka tidak dapat dihadirkan.

JPU justru menghadirkan dua saksi atas nama Yulihardy dan Nurholis Madjid, yang tidak diagendakan menyampaikan keterangan sebagai saksi di pengadilan, kemarin. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA