WAWANCARA

Antasari Azhar: HM Itu Orang Biasa Aja Kok...

Rabu, 21 Desember 2016, 09:00 WIB
Antasari Azhar: HM Itu Orang Biasa Aja Kok...
Antasari Azhar/Net
rmol news logo Setelah bebas pria ini menyebut inisial HM, sosok di balik upaya kriminalisasi terhadap dirinya. Yang bersangkutan juga disebut-sebut mengkondisikan wartawan dan sekelompok orang untuk membusuk­kan dirinya. Upaya itu sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum Nasruddin Zulkarnain ditembak orang tak dikenal. Lantas siapa HM itu? Berikut pemaparan Antasari Azhar terkait kasusnya;

Inisial HM itu siapa sih?
Itu ndak bisa melalui lewat telepon begini lah.

Sedikit clue-nya saja. Dia itu politisi, pengusaha, birokrat atau apa sih?
Dia orang biasa aja kok.

Apa anda pasang target kapan kasus SMS ini bisa tuntas?
Ya sebetulnya sejak persidangan saya itu sudah tuntas. Sehingga bukti itu kan bisa menjadi pertegas perlawanan di pengadi­lan kan. Sehingga, mungkin saja saya tidak diputuskan 18 tahun. Tapi persoalannya saya kan su­dah menjalani hukuman.

Kalau kemudian terbukti anda tidak bersalah?

Nah, kalau sampai terbukti itu nanti oleh penyidik, ditemukan bahwa yang bikin itu adalah si A, misalnya. Bagaimana huku­man saya.

Anda akan tuntut ganti rugi?

Saya tidak tuntut ganti rugi kok.

Jadi buat apa?
Yang penting adalah pemaha­man kemudian untuk anak cucu saya di kemudian hari.

Tapi, kabarnya pihak Kepolisian mengatakan kasus anda ini mempunyai tingkat kesuli­tan yang tinggi?
Kalau polisi bilang kesuli­tan, saya bingung juga. Karena polisi itu kan canggih, mereka mampu mengungkapkan. Tapi saya yakin dengan kepemimpi­nan Pak Tito Karnavian ini bisa jalan, gitu.

Apa anda merasa masih ada intervensi atau politicking dari pihak tertentu ke instansi penegak hukum?
Saya nggak bisa memberi­kan persepsi seperti itu. Kita serahkan saja bagaimana pro­fesionalnya polisi kan. Saya percaya mereka bisa ungkap, hanya masalahnya mereka mau atau tidak.

Bisa diceritakan sedikit, kejanggalan-kejanggalan dari kasus ini?

Begini, dulu dalam kasus ketika saya dapat hukuman 18 tahun, dalam dakwaan itu berbu­nyi, bahwa terdakwalah, artinya saya kan yang menghendaki matinya korban.

Hal itu terlihat dari terdak­wa pernah mengirimkan SMS berupa ancaman kepada korban dari nomor sekian yang isinya bla-bla-bla. Nah, saya merasa tidak pernah membuat SMS seperti itu.

Nah pada waktu persidangan, karena itu dakwaan, tolong dibuktikan. Saya minta untuk membuktikan jaksanya. Mana SMS itu... Oh ada ini, katanya. Mana, tunjukkan.

Lalu?
Nah pada saat kesempatan menghadirkan saksi yang mer­ingankan, saya hadirkan seorang ahli. Dr Agung Harsoyo dari ITB. Saya minta dia membuk­tikan, apakah kalaupun ada dari saya, kalau tidak ada bagaimana itu bisa terjadi. Nah dia buktikan di persidangan. Bahwa ber­dasarkan pengetahuan yang dia punya, bahwa tidak ada SMS itu dari nomor saya.

Tapi kok anda tetap dihu­kum?
Nah berdasarkan fakta per­sidangan seperti itu, yang mung­kin tidak bisa lagi dibantah oleh jaksa penuntut umum, dising­kirkan begitu saja fakta itu. Dan saya tetap dihukum. Harusnya, kalau tidak terbukti kan saya harus bebas.

Setelah itu apa yang anda lakukan?
Berdasarkan fakta sidang itu, kemudian saya bawa melalui lawyer saya waktu itu stafnya Pak Maqdir. Pada saat persidan­gan kan Pak Maqdir masih ikut saya, nah saya oleh staf itu, karena saya nggak bisa keluar kan melaporkan ke Mabes Polri, bahwa intinya ada oknum yang mengatasnamakan nama saya mengancam orang. Diduga me­langgar Undang-Undang ITE. Nah Mabes Polri, saya kurang tahu alasannya, melimpahkan itu ke Polda Metro, nah akhirnya ditanganilah bidang cyber di Krimsus.

Tindaklanjutnya bagaima­na?
Sejak melapor itu kemudi­an secara berkala lawyer saya waktu itu, baik Pak Maqdir maupun Pak Junimart Girsang mempertanyakan itu, bagaimana perkembangan. Nah pada saat itu ada pertanyaan mereka: Minta tolong juga dong Pak Antasari bantu kami.

Bantu apa?
Serahkan hp-nya (telepon seluler milik Antasari).

Anda serahkan?
Lho, hp saya kan di sita. Hp saya diperiksa penyidik, kok sa­ya dimintaserahkan lagi. Artinya kan saya nggak bisa nyerahkan kan. Nah itulah, kesulitan untuk mengungkapnya.

Sekarang HP-nya di ma­na?
Ya kan dirampas untuk negara, dirampas untuk dimusnahkan. Kalau belum dimusnahkan, HP itu ada di Kejaksaan. Tapi kalau sudah dimusnahkan, ya... sudah mau dibilang apa.

Jadi bagaimana dong men­gungkapkannya?
Dasar mengungkap itu bisa tanpa HP. Bisa dengan, pertama CDR (Call Data Record). Nah, itu juga bisa jadi bukti di per­sidangan. Bisa menggunakan itu. Kedua, bisa juga minta ke Telkomsel, operator buka di situ. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA