Kepada Aung Suu Kyi, Retno Marsudi menegaskan, pentingnya keamanan dan stabilitas segera dicapai bagi upaya untuk kelanjutan pembangunan yang inklusif di Rakhine. Ia menambahkan bahwa Pemerintah Myanmar harus menjaga dan menghormati penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Rakhine. Terutama perlindungan HAM terhadap kaum Muslim Rohingya.
Menlu RI menegaskan bahwa untuk mewujudkan toleransi dan harmoni, Indonesia-Myanmar menyepakati peningkatan kerjasama di bidang dialog antar-agama. RI juga akan melanjutkan program bantuan ke Myanmar terkait dengan good governance, demokrasi dan HAM.
Anggapan bahwa Indonesia melanggar kesepakatan antar negara ASEAN dengan melakukan intervensi urusan dalam negeri Myanmar jelas TIDAK relevan. Sang masalah bukan terbatas sekadar urusan politik namun de facto pemerintah Indonesia telah terpaksa ikut dilibatkan ke dalam masalah masyarakat Muslim Rohingnya yang melarikan diri dari angkara murka pembantaian di Myanmar kemudian terpaksa mengungsi ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Dengan demikian urusan dalam negeri Myanmar di luar kehendak Indonesia akibat pengungsian Rohingnya ke Indonesia dengan sendirinya menjadi urusan dalam negeri Indonesia. Andaikata Indonesia melakukan hal yang sama terhadap umat Buddha di Indonesia sehingga umat Buddha dari Indonesia terpaksa mengungsi ke Myanmar, maka wajar apabila pemerintah dan masyarakat Myanmar merasa tidak nyaman.
Dipandang dari aspek kepentingan dalam negeri Indonesia yang dibebani masalah pengungsi dari Myanmar, maka sudahlah benar bahwa Menteri Luar Negeri RI menyempatkan diri terbang ke Myanmar untuk membahas situasi di negara bagian Rakhine di Myanmar bersama Kanselir Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi yang de facto adalah pemegang kendali kepemerintahan Myanmar masa kini.
Sejak pertama kali mendengar berita tentang Tragedi Rohingnya di Myanmar, sebenarnya saya langsung mengharapkan peran aktif Aung San Suu Kyi sebagai penerima anugerah penghargaan Nobel untuk Perdamaian, di dalam upaya penyelamatan kaum Rohingnya dari ancaman angkara murka pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan pemerintah bahkan juga masyarakat Myanmar.
Apa yang dilakukan terhadap kaum Rohingnya di Rakhine, Myanmar jelas tidak sesuai dengan sukma anugerah Nobel bagi Aung San Suu Kyi maupun makna kemanusiaan yang adil dan beradab secara universal.
Saya pribadi memang merasa kecewa terhadap Aung San Syu Kii yang secara politis maupun kekuasaan bisa berbuat banyak dalam mengurangi derita sesama manusia yang sedang tertindas di Rakhine, Myanmar.
Kini terkesan bahwa Menlu RI, Retno Marsudi malah lebih bisa diharapkan dapat membantu penyelamatan kaum tertindas di dalam negeri Myanmar ketimbang sang Kanselir Negara Myanmar, Aung Saan Suu Kyi yang sebenarnya kurang layak menerima anugerah Nobel itu.
Tragedi Rohingnya pada hakikatnya bukan sekadar masalah politik belaka namun sudah menjadi masalah kemanusiaan yang perlu bahkan wajib menjadi perhatian dan kepedulian seluruh umat manusia di planet bumi yang tidak menghendaki penggusuran, penindasan, penganiayaan apalagi pembinasaan yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia.
[***]Penulis adalah pemerhati HAM