Sayembara Wejangan Bijak

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Kamis, 01 Desember 2016, 03:21 WIB
Sayembara Wejangan Bijak
Jaya Suprana/Net
SAYEMBARA WEJANGAN BIJAK
oleh jaya suprana

TIDAK dapat disangkal bahwa kasus dugaan penistaan agama telah menghebohkan persada Nusantara di belahan akhir tahun 2016. Akibat suasana demokratis sudah makin hadir di negeri kita maka wajar apabila timbul perbedaan pendapat terhadap kasus menghebohkan itu.

Ada yang berpendapat bahwa kasus dugaan penistaan agama pada hakikatnya tidak perlu dihebohkan sebab pihak terduga tidak berniat buruk bahkan sudah meminta maaf. Namun ada yang berpendapat bahwa kasus itu sangat serius maka hukumnya wajib diproses lewat hukum sampai tuntas demi keadilan, terutama terhadap mereka yang telah nyata terpidana akibat penistaan agama.

Yang layak disyukuri adalah meski perbenturan pendapat yang saling beda bahkan bertolak belakang cukup telak namun kesemuanya dilakukan secara terkendali. Kesemuanya dilakukan tanpa kekerasan ragawi sebab segenap pihak sepakat dalam hal mempercayakan penyelesaian masalah kepada aparat penegak hukum.
Hadir pula hikmah lain  yaitu dalam perbenturan pendapat timbul berbagai masukan wejangan dari para tokoh pemikir yang sangat layak direnungkan dan dihayati secara lebih luas dan mendalam. Bahkan terkesan suatu suasana sayembara di mana para tokoh pemikir seolah saling bersaing dalam memberikan wejangan bijak demi menghadirkan suatu proses  national character building , membangun kepribadian bangsa.

Telah tersedianya teknologi jaringan informasi internet membuat penyampaian pesan makin leluasa, makin cepat dan makin luas.

Terasa produktif bahkan indah, bagaimana wejangan  yang disampaikan oleh seorang tokoh pemikir seolah tidak mau kalah bijak dibanding dengan wejangan para tokoh pemikir lain-lainnya.

Sebaiknya saya tidak perlu menyebut nama para tokoh pemikir yang menurut saya telah menyampaikan wejangan bijaknya sebab belum tentu atau bahkan dapat dipastikan bahwa pendapat saya tidak sama dengan pendapat insan lain. Alih-alih produktif konstruktif malah suasana rawan menjadi provokatif destruktif apabila saya menyebut nama. Di samping rawan, terkesan pilih-bijak bahkan adu-domba.

Alam demokrasi yang memberikan hak kebebasan berpendapat dan hak mengungkapkan pendapat,  pada hakikatnya juga memberikan hak kebebasan untuk memilih dan menerima pendapat yang menurut keyakinan masing-masing selaras dan sesuai dengan nurani masing-masing. Sewajibnya kita cermat dan seksama dalam menyimak masukan wejangan dari siapa pun juga lalu cermat dan seksama menghayati makna wejangan demi mencerna inti-maknanya sebelum menerimanya sebagai keyakinan kita sendiri.

Yang perlu diperhatikan adalah kita wajib menolak wejangan yang membenarkan apalagi menganjurkan kekerasan. Apa pun alasannya, kekerasan jelas tidak bijak maka tidak bisa ditolerir !

Wejangan yang terkesan kurang atau bahkan tidak bijak, sebaiknya diabaikan saja.

Wejangan yang terkesan bijak, sebaiknya kita renungi lalu hayati secara lebih mendalam demi memperkaya perbendaharaan etika, moral, akhlak dan budipekerti kita masing-masing sebagai bekal lahir-batin dalam bersama, bergotong-royong, bersatupadu dalam suasana Bhinneka Tunggal Ika membangun negara dan bangsa demi meraih cita-cita terluhur bangsa Indonesia yaitu  masyarakat adil dan makmur. [***]

Penulis menghormati perbedaan pendapat sebagai unsur penggerak kebudayaan

< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA