Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rumah Tersangka 'Rush Money' Tingkat Dari Kayu Dan Triplek

Lebar Depannya Tiga Meter

Rabu, 30 November 2016, 09:28 WIB
Rumah Tersangka 'Rush Money' Tingkat Dari Kayu Dan Triplek
Tampang Abdul Rozak (Abu Uwais)/Net
rmol news logo Bareskrim Polri menetapkan Abdul Rozak (AR) alias Abu Uwais, sebagai tersangka kasus "rush money". Abu Uwais dianggap melakukan provokasi karena menuliskan status hasutan di akun Facebook.
 
AR merupakan seorang guru di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Pluit, Jakarta Utara. Sehari-hari, AR tinggal di rumah keluarganyadi Jalan Masda 2 Raya, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Rumah tempat tinggal AR dan keluarganya sederhana. Bangunannya terdiri dari dua lantai. Lebar bagian depannya tak sampai tiga meter. Lantai atas rumah bercat putih dengan aksen hijau itu, terbuat dari kayu dan triplek.

Rumah ini terletak di kawasan pemukiman padat penduduk. Jaraknya sekitar 600 meter bila diakses dari jalan utama, Jalan Teluk Gong Raya, Pejagalan, Jakarta Utara. Jalan di depan rumahnya, lebarnya tidak lebih dari lima meter.

Jalanan tersebut terasa sempit karena banyak kendaraan ber­motor, terlebih roda dua yang parkir. Jalanan itu juga menjadi tempat warga bersosialisasi satu sama lain.

Di rumah tersebut, AR tinggal bersama istri, anak dan kedua mertuanya. Rumah tersebut tampak dijadikan sebagai tempat beberapa usaha. Bagian teras­nya, digunakan sebagai tempat berjualan seblak.

Bagian dalamnya, dijadikan tempat berjualan berbagai jenis celana jeans. "Jual Celana Levi's, Boss, Lois, Wrangler, Lea", tam­pak tulisan itu di tembok depan bagian atas. Di dalam, beberapa rak dijadikan tempat penyim­panan berbagai jenis celana maupun baju berbahan jeans.

Saat didatangi pada Senin lalu, pintu rumah berkelir cokelat ini dalam keadaan tertutup. Namun, bagian jendela yang berada di sampingnya dalam keadaan terbuka. Beberapa kali diketuk, akhirnya muncul seorang wanita paruh baya berhijab dari bagian dalam. Namun, wanita itu meno­lak memberikan keterangan. Saat ditanya, dia hanya men­jawab seadanya.

"Sudah selesai. Sudah diserahkan ke polisi. Kami tak bisa kasih keterangan lagi," kata wanita tersebut, saat diminta pernyataannya mengenai kasus yang mendera AR.

Seorang tetangga yang ditemui, mengaku tidak terlalu mengenal sosok AR. Dia hanya mengetahui, AR bekerja sebagai guru dan tinggal bersama mer­tuanya. "Tapi, saya tidak tahu ngajarnya dimana," katanya.

Wanita yang membuka usaha warung kelontong tak jauh dari rumah AR ini, juga mengaku tak tahu permasalahan yang tengah membelit AR. Bahkan, sampai berurusan dengan aparat penegak hukum.

"Kita tetanggaan di gang padat seperti ini, tapi orangnya tidak terlalu peduli. Kita juga tidak mau tahu urusan orang. Setahu saya, dia sering kumpul dengan majelisnya," ucapnya.

Senin lalu, AR yang mengajar di sebuah SMK di daerah Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, tidak masuk. "Yang pasti, dia tidak masuk dulu. Kami bisa mengerti. Pahamlah dia harus menghadapi beberapa proses," ucap seorang guru, rekan kerja AR.

Menurut guru yang menolak namanya disebut ini, tak ada hal khusus dari pihak sekolah mengenai AR. Sekolah ini pun tengah menyelenggarakan ujian akhir sekolah (UAS). "Tidak ada tekanan harus masuk, walaupun hari ini UAS," sebutnya.

Guru tersebut menolak mengomentari permasalahan yang tengah membelit AR. "Kalau itu saya tidak tahu, sama sekali tidak tahu. Tanyakan saja ke polisi," elaknya.

Menurutnya, AR dikenal ramahdi lingkungan sekolah tempatnya mengajar. Tak ada perilaku berbeda yang ditunjukkan AR. "Seperti biasanya, guru tak ada yang aneh-aneh," katanya.

AR juga dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah. Tak ada yang menyangka, AR kini beru­rusan dengan polisi gara-gara status di Facebook. "Dia ramah, baik sama orang," imbuhnya.

AR saat ini berstatus tersangka dan tidak ditahan. Postingan di akun Facebook-nya dinilai pihak kepolisian bernada menghasut dan provokatif.

Isi postingan tersebut salah satunya: "Aksi Rush Money" mulai berjalan. Ayo ambil uang kita dari bank milik komunis". Postingan itu juga disertai foto-foto uang seolah memang ada penarikan uang dalam jumlah besar.

AR dijerat Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 ten­tang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan anca­man pidana penjara paling lama 6 tahun. Berdasarkan penjelasan Polri, selain kasus AR, ada seki­tar 70 postingan di medsos yang bernada menghasut dan saat ini masih diselidiki.

Terkait siapa aktor intelektual isu ini, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menjelas­kan, tim Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) masih men­dalaminya. Kepolisian masih mencari ada tidaknya orang lain yang menyuruh AR untuk meng­gunggah ajakan rush money ke media sosial.

"Apakah dia atas suruhan orang atau tidak, masih pendalaman lebih lanjut. Dia ngakunya sendiri saja. Namanya pelaku, belum ten­tu jujur," ucap Boy.

Latar Belakang
Seorang Pria Bergaya Dengan Deretan Uang Rp 100 Ribu Dan Rp 50 Ribu


Abdul Rozak (AR) alias Abu Uwais, guru sekolah menengah kejuruan (SMK) di Pluit Raya, Jakarta Utara, diproses polisi karena mengunggah provokasi rush money di akun media sosial Facebook-nya. Saat ini polisi telah menetapkannya sebagai tersangka, namun tidak dilakukan penahanan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan polisi tidak melakukan penahanan ter­hadap tersangka. Pertama, AR merupakan seorang guru dan masih memiliki anak kecil.

"AR statusnya tersangka, dia tidak ditahan, hanya wajib lapor. Kenapa tidak ditahan, karena alasan kemanusiaan, masih pu­nya anak kecil dan dia guru," ujar Boy di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Selain itu, lanjut Boy, pelaku juga telah menyesali perbua­tannya. Bahkan selama proses penyidikan, dia sudah mem­buat semacam surat pernyataan penyesalan.

Dalam surat tersebut, AR me­minta maaf kepada seluruh neti­zen dan masyarakat karena sudah menyebarkan isu rush money. "Surat pernyataan penyesalan itu adalah pernyataan yang dia buat sendiri," jelas Boy.

Kemudian, karena AR juga memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang jelas, maka penyidik berkeyakinan, tersangka tidak akan melarikan diri dan tidak akan menghilangkan barang bukti. "Jadi ya sudahlah, dia bekerja sebagai guru, mudah-mudahan dia bisa menyadari," tutur Boy.

Namun, lanjut Boy, pelaku akan tetap menjalani proses hukum yang berlaku dan ber­tanggung jawab atas perbuatan yang meresahkan masyarakat Indonesia.

Berkaca dari kasus tersebut, Boy mengimbau kepada se­luruh masyarakat untuk tidak melakukan provokasi di med­sos. Tak hanya itu, ia menegaskan, jangan ada oknum yang memanfaatkan dan mem­perkeruh suasana saat ini.

"Oleh karena itu, kita ingatkan masyarakat jangan melakukan provokasi. Kita bisa lihat mereka memanfaatkan isu dugaan penistaan agama dengan hal seperti ini," ujar bekas Kapolda Banten ini.

Boy menambahkan, isu hoax yang disebarkan, bisa mem­buat suasana semakin gaduh dan menimbulkan kepani­kan masyarakat. "Ini perbua­tan yang tidak patut ditiru. Kami berharap kita berikan pendidikan yang baik untuk masyarakat, jangan lakukan ini lagi," imbaunya.

Boy menegaskan, jika me­mang masih ada oknum yang "memancing di air keruh" untuk tujuan provokasi, pasti akan terungkap. "Di mana pun Anda berada pasti ketahuan. Jika di luar negeri, kita akan kerjasama dengan Interpol," tegasnya.

Abdul Rozak dijerat pidana Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman pidana penjara dari pasal tersebut paling lama 6 tahun, dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA