Oleh karenanya, baru-baru ini dengan ditemani beberapa komisioner lainnya, Imdadun nekat melaporkan kasus terseÂbut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Imdadun siap menanggung risiko, termasuk jika dalam hasil penyelidikan KPK nanti ternyata koleganya dijadikan tersangka.
Dia mengungkapkan, kasus dugaan penyelewengan angÂgaran yang terjadi telah sangat membebani Komnas HAM. Kepercayaan publik terhadap Komnas HAM anjlok. Padahal kepercayaan publik merupakan ruhnya Komnas HAM.
"Kini situasinya sudah sedeÂmikian membebani kami. Sehingga kami tidak punya pilihan selain meminta bantuan pihak luar. Kami hanya menginginkan yang terbaik bagi Komnas HAM. Sebab, Komnas HAM itu kan menjadi harapan publik untuk mengawal implementasi hak asasi manusia. Kami harus menjadi lembaga yang sehat dan kredibel," ujarnya.
Seperti diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimerterhadap laporan keuangan Komnas HAM. Disclaimer merupakan peringkat paling rendah untuk setiap laporan keuangan yang diaudit.
Beragam dugaan penyimpanÂgan muncul dari opini tersebut. Sebut saja kemungkinan penyelewengan dana realisasi belanja barang dan jasa fiktif senilai Rp 820,25 juta. Ada pula biaya sewa rumah dinas salah seorang komisioner pada 2015 sebesar Rp 330 juta yang tak sesuai dengan ketentuan. Lalu, ada pembayaran honor tim pelaksana kegiatan Komnas HAM yang tak diduÂkung bukti pertanggungjawaban senilai Rp 925 juta.
Berikut ini pernyataan M Imdadun Rahmat terkait hal tersebut; Kemarin saat melapor ke KPK apa saja yang dibicaraÂkan?Intinya kami melaporkan temuan tim internal terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP), sekaligus meminta masukan kepada KPKterkait perbaikan tata kelola institusi Komnas HAM di masa mendatang.
Kami telah memberikan data awal hasil dari temuan BPKkepada KPK. Data tersebut akan menjadi bahan bagi penyidik KPKuntuk menelusuri dugaan korupsi.
Lalu tanggapan KPK seperti apa?Responnya positif. KPK meÂnyatakan akan menerjunkan tim untuk membantu tim internal kami, baik untuk menyelidiki temuan itu maupun membantu membenahi institusi. Kami beÂlum tahu kapan tim tersebut akan mulai bekerja. Namanya juga kan kami meminta, jadi terganÂtung yang memberi bantuannya. Tunggu saja.
Temuan internal sejauh ini seperti apa?Temuan kami sama seperti yang diungkapkan BPK. Kami menemukan adanya penyeleÂwengan anggaran terkait biaya sewa rumah jumlahnya menÂcapai Rp 330 juta. Selain itu kami juga menemukan Rp 820,2 juta penggunaan anggaran yang terindikasi fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Apa yang kemudian dilakuÂkan Komnas HAM terhadap temuan itu?Komnas HAM telah mengamÂbil beberapa langkah penanÂganan terkait laporan BPKterseÂbut dengan membentuk Dewan Kehormatan (DK) dan Tim Internal pada Agustus 2016. DKkemudian meminta keterangan dari komisioner DB, tetapi tidak memenuhi panggilan dengan alaÂsan sedang berada di suatu temÂpat. Dia kemudian memutuskan memberikan jawaban tertulis.
Kemudian apa tindakan DK selanjutnya?Keterangan tersebut langsung dianalisis oleh DK, termasuk permintaan nonaktif DB sebagai komisioner. Setelah menggelar rapat paripurna, DKmemuÂtuskan menyetujui permintaan nonaktif itu, dan secara resmi teÂlah dinonaktifkan sebagai komiÂsioner melalui Sidang Paripurna Komnas HAM. Kemudian melaÂlui rapim Rabu lalu, kami meÂmutuskan untuk meminta yang bersangkutan untuk mundur.
Jadi sekarang yang bersangÂkutan sudah mengundurkan diri?Belum, hingga saat ini belum ada surat pengunduran diri yang dilayangkan secara resmi oleh DB. Mungkin karena putusanÂnya baru kemarin.
Kalau temuan internal suÂdah sejauh itu, kan bisa ditÂindaklanjuti sendiri. Kenapa harus sampai minta bantuan KPK?Karena kami anggap internal tidak memiliki kemampuan untuk menyelidiki siapa yang bertanggungjawab atas penyÂalahgunaan anggaran tersebut. Karena memang bukan bidang kami. Kami anggap KPKlebih kompeten untuk melakukan hal tersebut. ***
BERITA TERKAIT: